Mohon tunggu...
Isnaini Khomarudin
Isnaini Khomarudin Mohon Tunggu... Full Time Blogger - editor lepas dan bloger penuh waktu

peminat bahasa daerah | penggemar kopi | pemburu buku bekas

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Skripsi Bisa Opsional, tapi Tugas Menulis Tetap Vital

1 September 2023   12:49 Diperbarui: 1 September 2023   13:36 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menulis membuka peluang (dok.pri)

Melihat pro dan kontra kewajiban tugas akhir berupa skripsi, ingatan saya mendadak terlempar ke tahun 2011. Suatu siang saya menerima telepon dari Amerika Serikat. 

Meskipun saya sudah menunggu panggilan in, tapi saya tetap grogi. Apalagi harus bercakap dalam bahasa Inggris. Sinyal sesekali byar pet, membuat percakapan kurang luwes.

Tak lama berselang, lelaki di ujung sana meminta saya mengirimkan sepucuk tulisan melalui email. Saya menyanggupinya karena ini berhubungan dengan cuan, hehe.

Penerjemah kudu bisa menulis

Lelaki paruh baya tersebut adalah seorang penulis yang bukunya akan saya terjemahkan. Setelah menerima CV saya dari penerbit, ia meminta kesempatan bercakap lewat telepon meskipun singkat.

Sebelum tahap penerjemahan dimulai, ia terlebih dahulu ingin membaca tulisan yang pernah saya gubah dalam bahasa Inggris. Ini sungguh kebiasaan yang tak lumrah.

Sebelumnya saya pernah menerjemahkan buku karya penulis dari Inggris dan New Zealand, keduanya tak sekali pun berkomunikasi--apalagi meminta hasil tulisan saya untuk dibaca.

Semula bapak tua itu tertarik membaca tulisan berjudul "What Is Literature?" yang pernah dimuat di majalah kampus dan saya cantumkan sebagai portofolio.

Karena tulisan itu tak tahu rimbanya, saya pun mengusulkan agar dia membaca tulisan saya yang lain, juga dalam bahasa Inggris, bertajuk "On Happiness: Living With or Without Money". 

Begitu tuntas saya email, singkat kata penulis tersebut membacanya dan memberikan lampu hijau bahwa saya patut melanjutkan tugas sebagai penerjemah bukunya.

Dugaan saya, dengan membaca tulisan yang saya hasilkan, maka penulis tersebut mengetahui cara saya bernalar atau memahami sesuatu sehingga bisa ditentukan apakah layak atau tidak untuk mengalihkan pesan dalam bukunya ke dalam bahasa Indonesia.

Dalam kadar tertentu, menerjemahkan buku sebenarnya melibatkan proses 'penafsiran' maksud penulis agar bisa dipahami oleh pembaca bahasa target. Sebab menerjemahkan, secara hakikat, adalah mengawetkan pesan dari bahasa sumber.

Kemampuan menulis membuka peluang

 

Sepenggal fragmen masa lalu ini ingin saya tekankan sebagai pengalaman tentang pentingnya keterampilan menulis. Berkat menulis, banyak peluang terbuka. Bahkan ketika menjadi penerjemah atau editor, kemampuan menulis harus mumpuni--tentunya ditunjang dengan rakus membaca.

Terserah penulisan skripsi diwajibkan atau dibuat opsional, yang jelas mahasiswa harus mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk berlatih dan menempa diri dalam mengekspresikan ide dalam bentuk tulisan.

Baca buku untuk mendongkrak tulisan. (Dok.pri)
Baca buku untuk mendongkrak tulisan. (Dok.pri)

Saya yakin profesi apa pun yang mereka kelak tekuni, kemampuan menulis akan menjadi nilai tambah atau bahkan faktor penentu kesuksesan dalam persaingan. Menulis akan menjadi skill set yang sangat vital.

Kebijakan yang tidak mewajibkan penulisan skripsi jangan sampai menjadi pilihan eskapis mahasiswa dalam meneguhkan preferensi yang antimenulis. Sebaliknya, harus jadi tantangan untuk mencari wadah lain agar kemampuan menulis tetap dilatih dan dilestarikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun