Nah, selepas Asar, anak-anak biasa berkumpul di masjid untuk bercengkerama. Menghabiskan waktu untuk bermain apa saja. Entah di serambi atau di halaman masjid, di bawah pohon sawo raksasa yang sangat rindang.
Namun yang berkesan bagi saya adalah kunjungan ke tempat penggilingan gabah. Kebetulan marbut masjid bekerja di sana. Kami bebas menyaksikan pekerja mengolah gabah menjadi beras dengan mesin-mesin bertenaga diesel. Saya menumpang motor anggota rema masjid senior untuk sampai ke sana.
Kalau bosan atau bising karena suara mesin, kami melipir ke tepi jalan raya karena penggilingan ini terletak tepat di pinggir jalan berasapal. Kami lihat lalu lalang kendaraan sambil mendengarkan suara Pak Mudin mencoba mikrofon saat hendak memulai pengajian.Â
4. Ikut pengajian sore
Dari penggilingan, saya lantas kembali ke masjid. Tentu saja untuk mengikuti pengajian sore. Tugas kami hanya bersila dan mendengarkan materi dibawakan, biasanya dari kitab yang dikaji selama satu bulan penuh.
Mudin yang kuingat kala itu bernama Pak Khambali, sahabat ayah yang sama-sama bergiat sebagai pemuka sosial dan agama. Pak Khambali punya suara khas dengan pengetahuan agama mumpuni meskipun humornya sering garing.
Kami senang ikut pengajian sore walau banyak bahasa Jawa dari kitab yang tak kami pahami. Begitu selesai, kami akan duduk berhadapan atau melingkar untuk menyantap nasi dan lauk yang dikirim warga. Ssekali ada kolak atau buah, semua dibagikan merata.
5. Buang air di tambak
Selepas berbuka di rumah, kami biasa kembali ke masjid sebelum azan Isya berkumandang. Walau tak selalu, agenda menyenangkan adalah buang air besar di sebuah tambah tak jauh dari masjid. Masjid kami terletak di ujung barat kampung yang berbatasan langsung dengan hamparan sawah dan aliran sungai.
Di antara sawah-sawah itu ada sebagian lahan yang masih dimanfaatkan sebagai tambak dengan ikan yang banyak. Pemilik tambak sengaja membangun bilah-bilah bambu sebagai pijakan bagi warga lain yang ingin buang hajat. Dengan begitu, ikannya dapat makanan dan warga bisa puas melepas kebutuhan, hehe.
Entah mengapa kami malah betah dalam kegelapan sambil buang hajat di sini. Mungkin karena kami bisa lepas bercerita apa saja dan bercanda meskipun gigitan nyamuk merajalela. Kadang-kadang kami sengaja berlama-lama agar ketinggalan shalat Isya lantaran rakaat tarawih yang cukup banyak.