Mohon tunggu...
Isna Noor Fitria
Isna Noor Fitria Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Banjarmasin - Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sama-sama Kasus Pidana, Mengapa Sidang Jessica Terbuka dan Ahok Tertutup?

3 Januari 2017   19:07 Diperbarui: 3 Januari 2017   19:16 2204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salam 2 jari dari Ahok saat memasuki ruang persidangan pada saat sidang keempat atas dugaan penistaan agama (Selasa, 03 Januari 2017). Sumber: Republika.co.id

Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, pada dasarnya sidang pengadilan anak dilakukan secara tertutup, tetapi untuk perkara tertentu hakim dapat menyatakan sidang terbuka untuk umum (dalam Penjelasan Pasal 8 ayat (2), contoh perkara tertentu adalah pelanggaran lalu lintas). Hal ini ditegaskan kembali dalam Pasal 51 UU Sistem Peradilan Pidana Anak yang telah disahkan DPR bahwa Hakim memeriksa perkara Anak dalam sidang yang dinyatakan tertutup untuk umum.

Jelas dari pengecualian tersebut, sengketa dugaan penistaan agama bukanlah termasuk persidangan yang dinyatakan tertutup. Lalu, mengapa akhirnya Majelis Hakim memutuskan sidang Ahok dilaksanakan secara tertutup?

Belajar dari proses persidangan live Jessica, persidangan yang ditayangkan secara langsung ternyata menimbulkan polemik dan perdebatan di kalangan masyarakat, terutama ketika proses pemeriksaan saksi dan ahli. Live report, lengkap dengan segala gerak-gerik orang yang ada di dalamnya adalah buah dari tafsir elastis terhadap konsep “keterbukaan” dalam persidangan. Lantaran ada frasa “terbuka untuk umum”, seolah-olah siapapun bisa mengakses jalannya persidangan. Dengan adanya peliputan masif oleh media, ditambah penyiaran langsung berjam-jam, dibumbui tanggapan para komentator, tak pelak terjadi trial by press atau penghakiman oleh media. Asas praduga tak bersalah hilang sudah. Terjadi penggiringan opini publik bahwa Jessica bersalah padahal sidang masih jauh jalannya.

Hal inilah yang ditakutkan akan terjadi pada kasus Ahok. Apalagi kasus ini begitu sensitif, mengangkat tema agama yang dibungkus dengan politik atau sebaliknya (?) Belum persidangan saja, sudah memantik aksi turun ke jalan besar-besaran. Penyiaran secara livemungkin akan berakhir persis dengan kasus Jessica; pembentukan opini publik dan juga disintegrasi bangsa. Implikasi lebih jauh juga akan berakibat pada pencemaran alat-alat bukti. Dalam Pasal 159 KUHAP jelas dikatakan bahwa antar saksi dilarang saling berhubungan sebelum memberi keterangan di persidangan, dikarenakan kekhawatiran akan terpengaruh. Alhasil, seorang saksi bisa saja mengubah keterangannya setelah melihat persidangan secara langsung di TV.

Lantas, bagaimana harusnya masyarakat mengawal jalannya persidangan? Tindakan Majelis Hakim pada awalnya yang mengizinkan awak media masuk, tanpa membawa kamera serta alat perekam adalah tindakan solutif menurut saya. Publik harus bisa menjaga agar aparat penegak hukum yang menangani perkara benar-benar menjalankan tugasnya dengan baik. Hakim, jaksa, dan polisi harus memastikan perkara yang mereka tangani sudah berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan. Untuk memastikan itu tak perlu live.

Pada akhirnya, seperti kata Profesor Jimly Asshidiqie, biarkan kasus dugaan penistaan agama ini diserahkan pada proses hukum. Perdebatan, baik pro dan kontra, biarlah terjadi dalam persidangan. Selayaknya kita percaya, Majelis Hakim yang bertugas akan memutus perkara dengan seadil-adilnya, tanpa adanya intervensi dari berbagai golongan, tanpa memandang latar agama dan politik terdakwa.

Tabik!

Isna Noor Fitria

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun