Mohon tunggu...
Isnaeni
Isnaeni Mohon Tunggu... Guru - Belajar dengan menulis.

Belajar sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Penanganan Sampah yang Terintegrasi

31 Maret 2022   00:10 Diperbarui: 31 Maret 2022   00:17 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk sampah anorganik seperti bungkus kopi, bungkus susu, saya coba dengan membuatnya menjadi anyaman tikar, anyaman tas. Tapi pada akhirnya hasilnya menumpuk tidak digunakan. Karena tetap kurang indah dilihat. 

Selain itu, waktu untuk memprosesnya pun semakin berkurang, karena semakin sibuk dengan pekerjaan. Sedangkan sampah botol plastik tentunya akan dimanfaatkan oleh bapak pengumpul sampah karena cukup bernilai rupiah.

Sampah yang massanya lumayan besar adalah sampah popok anak saya yang bungsu. Penanganannya cukup sulit dilakukan. Mungkin dengan bertambahnya usia anak, anak tidak akan lagi memakai popok.  

Jumlah sampah anorganik berupa plastik sangat besar. Penanganannya terlihat tidak dapat dikendalikan. Satu sisi masyarakat disuruh membuang sampah tidak boleh ke sungai, sisi yang lain masyarakat tidak punya pilihan menanganinya. 

Dibakar akan polusi, dan di daur ulangpun akan lambat penanganannya. Masyarakat perlu solusi yang efektif dan efisien. Entahlah kalau di kota besar yang punya perusahaan pengumpul dan pengelola sampah, sedangkan masyarakat yang pinggiran yang tidak ada perusahaan pengumpul sampah dan pengelola sampah. 

Ada juga Badan Usaha Milik Desa yang melakukan pengumpulan sampah dan pengelolaan sampah tidak berjalan dengan baik, karena sepertinya kewalahan. Bahkan yang terlihat konsisten berbisnis sampah adalah perusahaan masyarakat yang membeli dan  mendaur ulang sampah, mamun hanya mengumpulkan barang-barang seperti botol plastik, besi/logam. Sedang kemasan - kemasan plastik masih belum terolah.

BUMDES pengelola sampah juga sepertinya perlu dikelola juga dengan edukasi pemilahan sampah di masyarakat. Sebelumnya BUMDES pengelola sampah menerima semua jenis sampah baik organik maupun non organik, sehingga kewalahan. Bila masyarakat memilah dulu sampah, BUMDES pengelola sampah hanya mengelola sampah anorganik. Jadi BUMDES pengelola sampah bisa lebih ringan pekerjaannya. 

Di sekitar kami belum ada yang namanya Bank Sampah, sepertinya bank sampah lebih efektif dan efisien. Saya selewat pernah melihat  di kota Bandung  Bank sampah sudah banyak dimana-mana. Mungkin perlu dicoba di daerah kami. 

Dalam mengatasi sampah kalau perlu membayar untuk mengelola sampah saya juga tidak akan keberatan, karena dalam sebulan saya bisa membayar sekitar Rp. 40 Ribu ke Bapak pengumpul sampah. Asal sampah yang ada di rumah bisa musnah dari rumah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun