Mohon tunggu...
Isnaeni
Isnaeni Mohon Tunggu... Guru - Belajar dengan menulis.

Belajar sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Penanganan Sampah yang Terintegrasi

31 Maret 2022   00:10 Diperbarui: 31 Maret 2022   00:17 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak kecil saya ingin menangani sampah dengan baik. Ketika beranjak dewasa timbul keinginan mengelola sampah agar bermanfaat. Ternyata harapan saya pudar ketika untuk mengelola sampah rumah sendiri pun saya kebingungan. 

Mungkin untuk sampah organik saya bisa mengubur dan menjadikannya kompos, tapi untuk sampah anorganik upaya saya tidak ada ujungnya. Dengan membakar sampah malah mencemari udara ke tetangga, dengan mendaur ulang saya tidak punya banyak waktu. Dan akhirnya hanya bisa menyuruh bapak pengumpul sampah untuk menyelesaikannya. 

Sebagai seorang guru sekolah desa, membuang sampah ke sungai itu sangat riskan. Dan itulah mengapa saya menyuruh ke bapak pengumpul sampah. Dan apalah jadinya ketika saya mengajak murid agar tidak membuang sampah ke sungai, sedang saya sendiri membuangnya ke sungai, walau secara tidak langsung. 

Sebenarnya saya sangat prihatin dengan kondisi sungai yang penuh sampah. Sungai yang dahulu tempat saya mandi, nyatanya penuh sampah dan airnya bau.  

Tempat orang membuang sampah ke sungai adalah di dekat jembatan. Sehingga dekat jembatan-jembatan akan terlihat tumpukan sampah. Mungkin dengan membuang sampah ke sungai, sampah akan terbawa air. Tapi bila di musim kemarau, sampahnya tidak akan terbawa pergi jauh ke hilir.

Kondisi sungai yang kotor ini tidak disenangi oleh semua orang, tapi kemana lagi membuang sampah?. Di tempat kami yang pinggiran ini tidak ada yang namanya pasukan kuning atau sebangsanya. 

Tidak ada lembaga terorganisir yang bisa memecahkan masalah ini. Pernah saya lihat ada desa yang membuat tempat pengelolaan sampah, tapi entah bagaimana malah kewalahan dan menghentikan aktifitasnya. Mungkin sampah yang dikumpulkan belum dipisahkan dan volumenya terlalu banyak. 

Upaya pemerintah melarang membuang sampah ke sungai sudah terlihat. Membuat plang di dekat jembatan yang sering orang membuang sampah, memasang jaring untuk mencegah sampah masuk ke sungai, sampai memarahi  si bapak pengumpul sampah.  

Pernah ada orang-orang yang menyortir sampah di jembatan, dan kelihatannya banyak memproses sampah dan memilahnya sehingga rapi, tapi berhenti mungkin karena yang punya tanah tidak mengizinkannya. 

Sejak  saya tidak bisa membuang sampah ke dekat galian pasir, saya berpikir keras untuk mengurangi menghasilkan sampah. Untuk sampah organik, saya hanya menguburnya di halaman belakang. 

Dan dari sampah dapur ini, saya bisa memperoleh beberapa tanaman yang tumbuh dan jarang saya temui, seperti timun suri, labu parang, leunca, tomat dan tanaman buah-buahan. Saya hanya memisahkan sampah dapur dari sampah plastik. Tinggal sampah plastik, popok dan sampah anorganik lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun