Mohon tunggu...
Isnani Qistiyah
Isnani Qistiyah Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

mimpi jadi scriptwriter :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebuah Pelukan dan Undangan Pernikahan

19 Maret 2021   00:07 Diperbarui: 19 Maret 2021   05:48 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemudian kamu mengusulkan, Bagaimana jika kebahagiaan dari pernikahan itu kita 'cicil' dari sekarang? 'Kan sama saja. Pertimbanganku semakin mantap ketika kamu menyampaikan keinginanmu untuk menikahiku tahun besok.

Bodohnya, aku menyetujui usulan Arsya. Jujur saja, aku mendadak sinting saat ini.

***

Waktu merangkak menuju gelap. Hujan baru saja selesai, menyisakan hawa dingin yang membuatku tak ingin lepas dari dekapan Arsya. Di kamar nomor 314 ini, aku dan Arsya mengagendakan sebuah perayaan untuk masa depan. Perayaan yang sepakat untuk kami cicil dari sekarang. Logikaku tak lagi berfungsi. Pertahananku runtuh.

"Terima kasih, Sayang, sudi menemaniku sampai enam tahun ini. Aku sangat mencintaimu. Tidak ada lagi selain kamu. Aku punyamu, pun sebaliknya. Selamanya," ucap Arsya lembut.

Sorot mata yang beberapa waktu lalu tertangkap redup oleh penglihatanku itu, kini menjadi nyalang. Seakan mendapati mangsa di depan mata. Arsya semakin mengeratkan dekapannya. 

Bibirnya mulai menjelajah mengelilingi leherku sebelum akhirnya berhenti melumat habis bibirku. Tidak ada perlawanan dariku. Sekali lagi, logikaku sedang tidak berfungsi, terlebih aku justru tenggelam pada kenikmatan yang tak pernah kurasakan sebelum ini.

Ini akan menjadi malam yang panjang. Di luar, hujan kembali berjatuhan. Suaranya menyihir napsu kami yang menjadi tak karuan. Napsu-napsu itu merasuk ke bagian-bagian tubuhku dan tubuh Arsya dengan detail. 

Aku menggeliat seiring desahan Arsya yang terdengar memabukkan. Napsu-napsu itu juga berhasil merampas pakaian kami, melucutinya dari tubuh kami. 

Tidak ada yang tersisa dari tubuh kami, kecuali napsu-napsu itu sendiri. Tuhan, perayaan macam apa ini? Jangan salahkanku. Ini akan membuatku ketagihan. Ah!

Napsu-napsu telah melunak. Aku dan Arsya membersihkan badan di bawah kucuran air hangat. Memeluk tubuh Arsya yang basah, sungguh memancing gairahku. Aku mengecup bibir Arsya, tak ingin semakin larut, aku memilih mengeringkan badan dan mengenakan pakaianku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun