METODE PENELITIANÂ
   Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan statistik deskriptif menggunakan kuesioner online sebagai instrumen pengumpulan data. Kuesioner online dibuat dengan menggunakan Google Forms, digunakan untuk membuat dan menyebarkan kuesioner secara online. Responden yang merupakan mahasiswa/i sastra inggris UIN SGD Bandung. Data dianalisis menggunakan analisa Ilmu Sosiologi dan Agama.
PEMBAHASAN
PENGERTIAN
   American Psychiatric Association (APA) pada situs web resminya mendefinisikan perilaku bunuh diri sebagai tindakan individu yang mengakibatkan dirinya sendiri mati, sering kali dipicu oleh tekanan, depresi, atau gangguan mental lainnya. Bunuh diri merupakan tindakan yang dilakukan secara sadar untuk mengakhiri hidup.Â
   Ide bunuh diri diartikan sebagai pemikiran, ide, dan keinginan untuk melakukan bunuh diri. Pemahaman ide bunuh diri mencakup pikiran atau rencana untuk terlibat dalam perilaku dengan maksud mengakhiri hidup. Ide bunuh diri mencakup pemikiran untuk mengakhiri perencanaan mengenai kapan, di mana, dan bagaimana tindakan itu akan dilakukan, serta refleksi terhadap dampaknya pada orang lain. Penting untuk dicatat bahwa bunuh diri merupakan suatu rangkaian dari ide bunuh diri hingga upaya bunuh diri, dan akhirnya, pelaksanaan bunuh diri.Â
Bunuh Diri menurut:
1. Emily Durkheim
Durkheim, Perancis, seorang sosiolog mengemukakan bahwa bunuh diri bisa disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk aspek psikologis, biologis, dan fisika kosmis yang sulit untuk dijabarkan secara tepat. Menurutnya, manusia dapat merasa ingin mengakhiri hidupnya karena faktor Egositik, yang terjadi akibat melemahnya ikatan sosial dan peningkatan kebutuhan individu. Hal ini dapat mendorong seseorang untuk mengakhiri hidupnya, pelemahan ikatan sosial seperti politik, agama, dan keluarga.Â
Altruistik, di mana seseorang cenderung bunuh diri karena kohesivitas sosial yang terlalu kuat dalam kelompoknya. Ini terutama terjadi pada kelompok primitif mengikuti tradisi yang kuno, masih seperti pengorbanan anggota komunitas untuk memenuhi tradisi tertentu. Anomi, di mana individu merasa kehilangan arah, tujuan, serta norma moral kehidupan, dapat mendorong mereka untuk bunuh diri. Faktor-faktor seperti demotivasi dan kehilangan motivasi diri juga dapat memainkan peran dalam mengarahkan seseorang ke bunuh diri. Durkheim menjelaskan bahwa bunuh diri dapat dikategorikan ke dalam salah satu tipe di atas.
2. Kartini KartonoÂ
Dalam karya "Hygiene Mental" yang ditulis oleh Kartini Kartono, dijelaskan bahwa bunuh diri merupakan salah satu cara untuk melarikan diri dari realitas dunia, sebagai bentuk pelarian dari situasi yang tidak terkendali atau sudah sangat buruk. Dalam konteks ini, terjadi regresi yang mendorong keinginan untuk ketenangan, mencapai kenyamanan, dan kedamaian.Â
Kartono, bunuh diri dapat digambarkan dalam berbagai tipe dan jenis. Ada bentuk bunuh diri secara simbolis, seperti mengakhiri atau menghilangkan nyawa, serta bunuh diri dengan cara menghapus perasaan positif dan menggantinya dengan sifat negatif seperti dendam, iri, marah, dan penghapusan semua perasaan positif.Â
Kartono juga menyebutkan bahwa bunuh diri bisa terjadi karena kehilangan motivasi dan keinginan untuk hidup. Usaha bunuh diri diartikan sebagai tindakan untuk mengakhiri eksistensi diri dan menghilangkan nyawa, sekaligus sebagai bentuk segala penghapusan bentuk perasaan yang melekat pada manusia.Â
3. Dr. Edwin ShneidmanÂ
Dr. Edwin Shneidman, seorang ahli di bidang suikidologi, menyampaikan pendapatnya dalam bukunya yang berjudul "Definition of Suicide." Menurutnya, bunuh diri bukanlah penyakit, melainkan seringkali merupakan titik terendah dan akhir dari kemampuan seseorang untuk menanggung berbagai beban. Terkadang, tindakan ini dapat menjadi pemicu atau memicu kondisi kesehatan mental yang lebih kompleks.Â
Ciri-ciri keinginan bunuh diri seringkali tumpang tindih dengan kondisi kesehatan mental seseorang, dan meskipun keduanya berkaitan, Dr. Edwin Shneidman menjelaskan bahwa hal tersebut tidak terbatas pada suatu penyakit yang bisa menyerang atau tidak menyerang seseorang. Menurutnya, keinginan untuk bunuh diri lebih terkait dengan kondisi emosional dan titik terendah yang dapat atau tidak dapat dikendalikan dalam kehidupan individu.Â
Dr. Edwin Shneidman juga menegaskan bahwa kondisi di mana seseorang ingin bunuh diri dapat diobati dan diringankan oleh dokter dan profesional. Mereka mampu membantu mengurangi rasa sakit yang mungkin tidak langsung terlihat pada fisik atau organ, melainkan tercermin dalam bentuk cerita atau narasi.
Faktor Penyebab Ide Bunuh Diri Pada Remaja
Faktor InternalÂ
1. Faktor biologi
Diagnosa penyakit fisik dan mental keluarga dapat menjadi penyebab ide bunuh diri pada remaja. (Yasien, 2016). Individu dengan penyakit fisik yang kronis berfikir untuk mengakhiri hidup sebagai efek kualitas hidup mengakibatkan yang buruk ketidakpuasan dalam hidup yang membuat depresi dan akhirnya bunuh  Diri (Legas et al., 2020).Â
2. Faktor demografiÂ
Usia, berat badan, jenis kelamin, ras/etnis, dan tingkat pendidikan mempengaruhi ide bunuh diri pada remaja (Baiden & Tadeo, 2020b). Usia 14-15 tahun merupakan usia paling berisiko memiliki ide bunuh diri. Remaja laki laki yang berat badan kurang dan remaja perempuan yang obesitas terbukti memiliki potensi ide bunuh diri lebih besar. Jenis kelamin perempuan meningkatkan potensi ide bunuh diri daripada laki laki (Arrivillaga et al., 2020).Â
3. Faktor psikologisÂ
Ansietas, depresi, putus asa, stress, kesendirian, gangguan tidur, mimpi buruk, koping keagamaan yang negatif, dan riwayat bunuh diri sebelumnya meningkatkan potensi ide bunuh diri pada remaja. Â (Arrivillaga et al., 2020)
4. Perilaku menyimpangÂ
Merokok, konsumsi penyalahgunaan perkelahian, obat dan alkohol, terlarang, pengalaman hubungan seksual meningkatkan ide bunuh diri remaja. Perilaku merokok, konsumsi alkohol, dan penggunaan obat obatan terlarang terbukti terkait dengan ide bunuh diri karena perilaku tersebut digunakan sebagai upaya untuk mengatasi keadaan psikologis yang negatif seperti depresi dan stres. Â (Arrivillaga et al., 2020)Â
5. Faktor gaya hidupÂ
Aktivitas fisik dan pola makan mempengaruhi munculnya ide bunuh diri remaja. Penurunan aktivitas fisik meningkatkan kerentanan mengalami ide bunuh diri. (Arrivillaga et al., 2020)
Faktor EksternalÂ
Berdasarkan hasil telaah artikel, terdapat 5 faktor eksternal yang signifikan menjadi penyebab ide bunuh diri: Â
1. Pengalaman hidup yang negatifÂ
Pengalaman pembulian menjadi dan korban cyberbullying merupakan peristiwa traumatis yang dapat menimbulkan psikopatologi termasuk berbagai perasaan tertekan, penurunan harga diri, gejala depresi, serta perasaan putus asa dan kesepian yang dapat memunculkan ide bunuh diri pada remaja. (Baiden & Tadeo, 2020b).Â
2. Faktor keluargaÂ
Struktur tempat tinggal yang kurang mendukung dapat meningkatkan ide bunuh diri pada remaja. Ide bunuh diri remaja juga berhubungan positif dengan riwayat bunuh diri pada keluarga. Â (Baiden & Tadeo).Â
3. Faktor ekonomiÂ
Kecukupan makanan dan status sosial ekonomi keluarga juga merupakan penyebab ide bunuh diri pada remaja. Kecukupan makanan berhubungan positif terbukti dengan munculnya ide bunuh diri pada remaja. Status ekonomi keluarga yang rendah juga memiliki hubungan signifikan dengan ide bunuh diri remaja. Â (Baiden & Tadeo).Â
4. Faktor pertemananÂ
Hubungan sosialisasi yang baik antara remaja dengan teman sekelas dan guru dapat menjadi faktor pelindung terhadap ide bunuh diri. Tidak memiliki teman dekat dan kurangnya dukungan dari teman akan meningkatkan ide bunuh diri. (Arrivillaga et al., 2020)
5. Faktor teknologi dan pendidikanÂ
Pengaruh dari teman yang menyimpang dan riwayat teman pernah melakukan bunuh diri juga dapat meningkatkan potensi munculnya ide bunuh diri pada remaja. Faktor teknologi dan pendidikan seperti: permasalahan penggunaan internet, smartphone dan tekanan akademik terbukti berhubungan dengan ide bunuh diri remaja. Remaja dengan permasalahan penggunaan internet dan smartphone terkait dengan ide bunuh diri (Arrivillaga et al., 2020).
Kaitan Bunuh Diri dengan Kesehatan Mental
   Banyak orang di negeri ini mengalami bunuh diri sebagai akibat dari masalah kesehatan mental. Kesehatan mental sering menjadi faktor risiko utama dalam kasus bunuh diri. Untuk mencegah bunuh diri, kesehatan mental harus menjadi perhatian penting.  Agama, sosial, ekonomi, dan spiritualitas adalah beberapa aspek yang rumit dari kehidupan manusia. Aspek-aspek ini terkait erat dengan masalah yang sering dihadapi manusia. Sebagai contoh, kita dapat melihat bahwa dalam bidang ekonomi, barang dan jasa biasanya naik dalam jangka waktu tertentu. Banyak orang menganggur setelah sumber daya manusia digantikan oleh mesin atau AI. Selain itu, muncul masalah sosial seperti kehilangan tradisi gotong royong. Ketika masyarakat meninggalkan kebiasaan ini, mereka terlihat hidup hanya untuk diri mereka sendiri dan mungkin mengabaikan atau tidak memperhatikan hubungan sosial dengan orang-orang di sekitar mereka. Banyak orang memilih untuk tetap diam ketika situasi mereka sulit karena mereka merasa tidak ada yang akan mendukung atau peduli pada mereka. Jika seseorang memilih untuk menyembunyikan masalah mereka daripada mencoba menemukan solusi untuk masalah tersebut, hal itu dapat berdampak negatif pada kesehatan mental mereka.
   Kesehatan mental penting yang sangat vital dalam kehidupan setiap orang-orang. Namun, sangat disayangkan bahwa banyak orang, terutama di negara-negara berkembang, mengabaikan aspek ini, yang seringkali tidak penting dibandingkan dengan penyakit menular lainnya. Fungsi fisik seringkali menjadi masalah bagi orang dengan gangguan mental. Mereka yang mengalami masalah kesehatan mental cenderung merasa terisolasi dan sulit menjalin hubungan sosial. Perasaan kesepian dan kekurangan dukungan sosial dapat memperburuk kondisi mental mereka dan meningkatkan risiko perilaku bunuh diri. Melalui pendidikan masyarakat, penting untuk meningkatkan kesadaran tentang depresi dan masalah kesehatan mental.