e. Pendapat Imam An-Nawawi
Menurut Imam An-Nawawi, wanita yang hamil karena zina boleh dinikahi. Para ulama ini berpendapat bahwa wanita yang hamil akibat zina tidak tunduk pada ketentuan hukum pernikahan yang sah secara syariat. Sedangkan tujuan iddah adalah untuk menghormati sperma dan menjaga kesucian nasab. Namun, dalam hal ini, sperma pezina laki-laki tidak dihargai, dan nasabnya dengan ibunya ditetapkan dengan kehamilan yang terjadi di luar nikah.
4. Tinjauan secara sosiologis, religious dan yuridis pernikahan wanita hamil
Dalam kajian sosiologis perkawinan wanita hamil, perkawinan tanpa kesiapan atau MBA dapat berdampak pada perkembangan keluarga yang harmonis berupa munculnya persoalan kemiskinan. Hal ini juga dapat berdampak pada kesehatan mental ibu dan anak akibat kurangnya pengetahuan tentang kesehatan. Biasanya, wanita hamil ini menikah dengan anak di bawah umur, yang menyebabkan tingginya angka putus sekolah, berkurangnya interaksi dengan teman sebaya, terbatasnya kesempatan untuk mencari pekerjaan, dan meningkatnya risiko tindak kekerasan dalam rumah tangga.
Tinjauan religius Menurut hukum Islam, pernikahan disebut sebagai "mitsaaqan gholiizhan," yang diterjemahkan menjadi "akad yang sangat kuat untuk mematuhi perintah Allah dan melaksanakannya." Oleh karena itu, perkawinan lebih dari sekedar pengesahan hidup bersama antara laki-laki dan perempuan, itu juga merupakan ikatan lahir dan batin yang memupuk kehidupan keluarga. Perkawinan dianggap sah menurut hukum Islam jika dilakukan sesuai dengan rukun dan syarat-syarat hukum Islam. Suatu perbuatan hukum ditentukan oleh rukun-rukun dan syarat-syaratnya, terutama yang berkaitan dengan sah atau tidaknya suatu perbuatan.
Tinjauan yuridis, Perbuatan mengawinkan wanita yang hamil di luar nikah, baik oleh laki-laki yang melahirkannya maupun oleh laki-laki yang tidak melahirkannya, dikenal dengan perkawinan hamil. Dengan kata lain, perkawinan wanita hamil adalah perkawinan yang terjadi sebelum adanya sebab zina yang mengakibatkan kehamilan di luar perkawinan yang sah. Menurut Pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan, "perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan", perkawinan wanita hamil hanya diatur secara implisit. atau dengan kata lain, ketentuan perkawinan dalam UU No. 1 Tahun 1974 tidak berlaku bagi wanita hamil yang tidak menikah. Artinya, suatu perkawinan dianggap sah apabila semua syarat dan rukun hukum agama terpenuhi.
5. yang harus dilakukan oleh generasi muda atau pasangan muda dalam membangun keluarga yang sesuai dengan regulasi dan hukum agama islam
a) Menanamkan nilai-nilai keimanan dalam keluarga agar selalu mengikuti ajaran agama.
b) Berikan contoh mengenai akhlak, terutama dengan mencontohkan perilaku yang baik, khususnya dari orang tua ke anak-anaknya. Karakter yang terpuji ini sangat penting bagi keluarga sakinah untuk menjadi teladan bagi keluarga lainnya.
c) Memberikan kesadaran kepada pasangan muda akan peran, tanggung jawab, dan hak mereka. Hal ini dimaksudkan agar suami dan istri dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara wajar dan adil.
d) Tanamkan keharmonisan dalam pernikahan antar pasangan agar selalu hidup bahagia bersama.
e) Menanamkan gaya hidup sederhana dan hemat, dengan membuat perencanaan penggunaan uang yang teratur.
f) Tetapkan tujuan yang baik untuk membangun rumah yang baik.
g) Menjunjung tinggi asas perkawinan
h) Memenuhi hak dan kewajiban masing-masing dan Selalu mengingatkan satu sama lain untuk beribadah kepada Allah
i) Ciptakan lingkungan yang damai dan harmonis. Dan menanamkan nilai-nilai akidah dalam keluarga, agar senantiasa taat dalam memahami agama.
Disusun Oleh HKI 4E:
1. Ahmad Husain (212121182)Â
2. Muhammad Abdul Latief (212121168)Â