Mohon tunggu...
Ismi Mia
Ismi Mia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, UIN Raden Mas Said Surakarta.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Menikahi Wanita Hamil (Zina) dalam Pandangan Islam

21 Februari 2023   20:48 Diperbarui: 21 Februari 2023   20:58 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dapat ditekankan bahwa masyarakat memiliki karakter budaya yang khas. Dengan keunikannya Kemudahan masyarakat mudah sekali dipengaruhi oleh budaya yang baru. Dan sedikit sekali budaya lama yang masih dipengang
Mayoritas pasangan yang menikahi wanita hamil melakukannya karena perzinahan. Perselingkuhan ini sudah menjadi hal biasa akhir-akhir ini, terutama ketika tidak sulit untuk mengakui budaya asing yang membebaskan perselingkuhan. Contohnya termasuk kehidupan malam yang berkembang pesat, penggunaan narkoba, dan budaya seks bebas. Tidak dapat dipungkiri bahwa kasus-kasus yang dihadapi oleh generasi muda selama ini tidak lepas dari ketiga faktor tersebut.

Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap kedudukan hukum Islam sebagai pedoman perilaku hidup, di sisi lain, menjadi faktor ketidak pahaman masyarakat terhadap sumber-sumber hukum Islam. Meskipun hal ini tidak terjadi di semua masyarakat, banyak orang sebenarnya memiliki pemahaman yang sempit tentang apa artinya mengikuti hukum Islam. Daripada meneliti dan mempelajari hukum Islam dari sumber-sumber hukum Islam yang lebih signifikan, seperti Al-Qur'an dan al-Hadits, cukup banyak orang yang lebih suka mengikuti setiap kata yang diucapkan oleh ulama atau merujuk pada buku-buku yang ditulis oleh ulama. Pada saat KHI berdiri, praktik inipun sudah ada. Selain itu, kenaikan ini menunjukkan bahwa perkawinan ibu hamil akibat perzinahan tidak lagi tabu bahkan telah menumbuhkan asumsi keadilan di masyarakat.

3. Pandangan para ulama mengenai pernikahan wanita hamila

a) Pendapat Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal

Dikatakan bahwa laki-laki yang tidak menghamili tidak boleh menikahi wanita yang sedang hamil kecuali wanita tersebut telah melahirkan dan masa 'iddahnya telah berakhir. Selain itu, Imam Ahmad menambahkan satu syarat lagi: si wanita harus mengakui dosa zinanya. Dia tidak bisa menikah lagi jika dia tidak memaafkan dirinya sendiri karena perzinahan.

b) Pendapat Imam Asy-Syafi'i

yang menjelaskan bahwa dia boleh menikah dengan laki-laki yang sedang hamil maupun tidak. tanpa perlu menunggu kelahiran anak. Mazhab Syafi'i mengatakan bahwa wanita boleh menikah meskipun sedang hamil asalkan pernikahan tersebut memenuhi syarat nikah dan ada ijab qabul. Jika seorang wanita hamil karena zina, dia tidak diwajibkan oleh hukum untuk 'iddah, dan tidak apa-apa untuk melakukan hubungan seksual dengannya.

c. Menurut pendapat Imam Hanafiyah

seorang wanita hamil boleh menikah dengan laki-laki jika laki-laki itu yang menghamilinya. Akan tetapi, jika laki-laki yang dinikahinya bukan yang menghamilinya, maka ia tidak dapat berhubungan badan dengan suaminya sebelum anak yang dikandungnya lahir.

d. Pendapat Imam Abu Hanifah

yang menjelaskan bahwa hukumnya boleh jika laki-laki yang menikahi wanita hamil adalah juga laki-laki yang menghamilinya. Sementara itu, jika laki-laki yang menikahinya bukan yang menghamilinya, maka laki-laki itu tidak bisa menyentuhnya sampai wanita tersebut melahirkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun