Mohon tunggu...
Ismi Faizah
Ismi Faizah Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis adalah proses menyembuhkan hati sedang membaca adalah proses membuka mata pikiran dan rasa

Read a lot write a lot

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rayuan Kembang Malam (Part 4)

31 Desember 2021   14:06 Diperbarui: 31 Desember 2021   14:08 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Flashback on

Sinar matahari pagi berhasil membuat kesadarannya kembali meski belum sepenuhnya. 

Tenggorokan terasa kering, kepala pusing serta perut terasa ingin sekali mengeluarkan isinya. 

Kelopak mata itu belum juga menampakkan keindahan netra yang bersembunyi dibaliknya. Pelan jemari itu terulur memijit pelipis dan dahi. 

"Gila, pusing banget gue," cicitnya pelan dengan suara khas bangun tidur. 

Mengambil nafas sejenak mengatur degup jantung yang kian menderu. Suhu ruangan ini dingin tapi keringat bercucuran. Entah apa yang terjadi dengannya, ingatannya tumpul. 

Perlahan manik hitam itu mengintip dari balik kelopak putih. Pemandangan langit kamar adalah hal pertama yang menyapanya. Dahinya mengernyit mengapa kamarnya berbeda? warna putih dominan memenuhi ruangan ini. Kepalanya semakin pusing. 

Gadis dengan rambut tak beraturan itu mencoba mendudukkan diri bersandar pada kepala ranjang. Satu tangannya meraih gelas berisi air di atas nakas yang berada tepat di samping ranjang king size tempatnya bergelung. 

Meneguk kasar meluapkan segala dahaga yang sudah tak dapat ia tahan lagi. Mata cantiknya lemah mangamati dengan jeli seluruh isi ruangan. 

Satu semburan lolos dari bibirnya.
Gadis ayu itu menyadari dirinya tidak sedang berada di kamar pribadinya. Dia tidur di tempat lain? Bagaimana bisa? 

Ranjang besar ini sangat berantakan. Selimut tebalnya juga terlalu mewah. Ruangan luas dengan gordain warna mocca yang indah. 

Apa selama tertidur ia bertingkah? Tapi seingatnya, itu akan terjadi hanya ketika ia sedang kelelahan. Maka gadis cantik nan polos itu akan berubah-ubah posisi tidur. 

Kembali memijit keras pelipisnya, sembari berusaha mengingat kepingan kejadian yang telah ia lupakan. Pakaiannya masih lengkap. Gadis bertubuh langsing berisi itu lega.

Walau pada dasarnya tidak mengingat apa pun adalah hal yang akan ia syukuri nanti, sebelum akhirnya kaki jenjangnya menyentuh lantai, bayangan kebiadaban seseorang mulai jelas berputar dalam ingatannya yang payah. 

Meremas kuat pinggiran ranjang king size itu, matanya menyorot penuh dendam. Tanpa menghiraukan badannya yang masih terasa lemas dan remuk, gadis bertubuh tinggi itu segera beranjak. 

Perasaan takut mulai menyusuri hatinya yang semula yakin tidak terjadi sesuatu kini berubah menjadi keraguan yang besar. 

Kilatan senyum menakutkan sebelum dirinya jatuh tak sadarkan diri, adalah hal paling ia benci. Menyusul kemungkinan lain yang kian memberi tanda tanya semakin runyam. 

"Kesini dong lo! Kita have fun! Main-main, seru-seruan!" Dering telepon berbunyi tepat pukul setengah tujuh malam. Suara dari seberang mengganggu jam belajarnya. 

Lusi tampaknya tidak mengerti bahwa ini jam malam. Mengapa ia harus ikut serta, jika belajar lebih menyenangkan. Apalagi gadis bersurai sekelam malam itu sedang gencar-gencarnya mengincar kampus favorit setelah lulus nanti. 

"Eh ada si Indra tahu? Lo yakin nih ga mau kesini?" 

Deg 

Pujaan hatinya ada disana? Sedang apa? Berjam-jam ia menunggu balasan chat dari sang kekasih namun tak kunjung ia terima ternyata lelaki keren itu sedang bersama gadis urakan itu. 

"Woy kenapa? Tenang aja keles Indra bilang tuh, hapenya lagi eror! Ga bisa bales elo! Sini napa, belajar mulu lo, bisa panas tu otak! Lama-lama gesrek!" Lusi terus melancarkan aksi menuntut gadis cantik itu untuk datang. 

Mereka bukan teman dekat. Namun, berkat gadis yang sering berganti warna rambut itu, kini ia tengah menjalin hubungan spesial dengan Indra. 

Setahun sudah mereka berpacaran. Hanya beberapa teman yang tahu, tidak seperti kawan-kawan lain yang dengan mudah mempertontonkan kemesraan hingga satu sekolah pun mengetahui jalinan asmara mereka. Entah berboncengan ke sekolah setiap berangkat dan pulang, bertemu di kantin sekolah, perpustakaan dan lainnya. 

Hubungannya dengan Indra hanya sebatas komunikasi lewat telepon seluler, tidak ada pertemuan yang berarti maupun sekedar jalan-jalan. Terkadang mereka bertemu untuk belajar bersama dan itupun hanya hitungan jari. 

"Diem aja lo, mati lo? Udah sini ajalah gue shareloc ntar," Lusi mengakhiri obrolan mereka malam itu. 

Gadis dengan setelan piyama motif bunga sakura itu menimbang. Rindu Indra? Tentu. Tetapi ini sudah malam, ayah tak mungkin mengizinkannya keluar. 

Sayup ia mengingat perkataan Lusi. 

"Bentar lagi kita-kita lulus. Buat kenangan lah sekali doang juga."

Benda pipih berwarna gold berbunyi. Satu pesan dari gadis yang selalu ia beri title urakan itu tampil di layar. 

Tuhan ampuni khilafnya malam ini, sebab dia ingin menemui cintanya yang sepanjang hari kabarnya selalu ia tunggu. Dan keputusannya untuk berbohong kepada kedua orang tua yang selalu mendekapnya dalam kasih sayang dan perlindungan adalah kesalaham terbesar, membuatnya terperangkap dalam jerat cinta buta. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun