"Woy kenapa? Tenang aja keles Indra bilang tuh, hapenya lagi eror! Ga bisa bales elo! Sini napa, belajar mulu lo, bisa panas tu otak! Lama-lama gesrek!" Lusi terus melancarkan aksi menuntut gadis cantik itu untuk datang.Â
Mereka bukan teman dekat. Namun, berkat gadis yang sering berganti warna rambut itu, kini ia tengah menjalin hubungan spesial dengan Indra.Â
Setahun sudah mereka berpacaran. Hanya beberapa teman yang tahu, tidak seperti kawan-kawan lain yang dengan mudah mempertontonkan kemesraan hingga satu sekolah pun mengetahui jalinan asmara mereka. Entah berboncengan ke sekolah setiap berangkat dan pulang, bertemu di kantin sekolah, perpustakaan dan lainnya.Â
Hubungannya dengan Indra hanya sebatas komunikasi lewat telepon seluler, tidak ada pertemuan yang berarti maupun sekedar jalan-jalan. Terkadang mereka bertemu untuk belajar bersama dan itupun hanya hitungan jari.Â
"Diem aja lo, mati lo? Udah sini ajalah gue shareloc ntar," Lusi mengakhiri obrolan mereka malam itu.Â
Gadis dengan setelan piyama motif bunga sakura itu menimbang. Rindu Indra? Tentu. Tetapi ini sudah malam, ayah tak mungkin mengizinkannya keluar.Â
Sayup ia mengingat perkataan Lusi.Â
"Bentar lagi kita-kita lulus. Buat kenangan lah sekali doang juga."
Benda pipih berwarna gold berbunyi. Satu pesan dari gadis yang selalu ia beri title urakan itu tampil di layar.Â
Tuhan ampuni khilafnya malam ini, sebab dia ingin menemui cintanya yang sepanjang hari kabarnya selalu ia tunggu. Dan keputusannya untuk berbohong kepada kedua orang tua yang selalu mendekapnya dalam kasih sayang dan perlindungan adalah kesalaham terbesar, membuatnya terperangkap dalam jerat cinta buta.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H