Pada era sekarang ini, pemerintah di seluruh dunia sedang bergerak untuk melakukan transformasi pada system administrasi publik yang bertujuan untuk beradaptasi dengan lingkungan yang berubah dan mengatasi tantangan sosial.
Tujuan transformasional meliputi mewujudkan perubahan organisasi dengan pemberian layanan yang lebih baik untuk warga negara, difasilitasi oleh penggunaan teknologi informasi untuk menciptakan kepuasan publik dan keterbukaan (Lindgren and Van Veenstra, 2018).
Isu yang mengemuka dewasa ini adalah bagaimana transformasi ini dapat diwujudkan dan dapatkah pengembangan e-service publik berperan dalam transformasi ini?
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan beberapa lembaga internasional, hasil menunjukkan bahwa pengguna e-government memiliki kepuasan layanan publik yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelayanan konvensional.
Digitalisasi layanan publik merupakan salah satu hal penting dalam agenda pembangunan pemerintah Indonesia. Layanan e-government ini diharapkan dapat mendekatkan warga dan pemerintah daerah maupun pusat dalam komunikasi yang lebih dekat dan meningkatkan kemandirian warga.
Untuk mewujudkan hal tersebut, pada tahun 2018 pemerintah menetapkan e-government sebagai salah satu prioritas dalam perencanaan pembangunan nasional.
Hal itu untuk mendorong agar seluruh peran kementerian/lembaga yang sifatnya memberikan layanan dapat membentuk suatu sinergi pelayanan publik yang lebih efisien dan efektif.
Kementerian Keuangan sebagai salah satu K/L memiliki fungsi selaku pembuat kebijakan dan penyedia layanan. Dengan tugas dan fungsi utama sebagai pengelola fiskal negara, Kementerian Keuangan dituntut untuk selalu adaptif dengan perkembangan terkini.
Transformasi digital tidak dapat dipungkiri menjadi salah satu isu hangat sejalan dengan keinginan pemerintah untuk menerapkan layanan pemerintah berbasis digital.
Lebih jauh, transformasi digital juga dapat berperan penting bagi Kementerian Keuangan untuk meningkatkan kinerja pengelolaan fiskal khususnya dari sisi pendapatan yang dalam hal ini peran Direktorat Jenderal Pajak menjadi sangat krusial.
Artikel ini akan mengulas tentang bagaimana otoritas pajak Singapura melakukan transformasi digital untuk meningkatkan kinerja pelayanan dan kinerja penerimaannya beserta beberapa tinjauan teoritis terkait implementasi transformasi digital
Government Transformation (Transformasi Pemerintah)
Pemerintah di beberapa Negara di dunia telah berhasil melaksanakan transformasi. Namun masih terdapat beberapa isu yang perlu ditindaklanjuti salah satunya terkait dengan banyaknya inisiatif yang telah dilakasanakan tapi sangat sedikit yang benar-benar menciptakan pemerintahan yang bertransformasi (dalam hal ini menghasilkan operasional yang efisien serta perubahan dalam proses, struktur, garis kewenangan dll)
Lebih lanjut, Bohman menyatakan bahwa tahap akhir dari sebuat transformasi adalah penggunaan teknologi untuk bertransformasi menciptakan pemerintah yang terorganisir dan dapat dieksekusi kebijakannya. Level transformasi lebih dapat tergambar dari kualitas daripada langsung difokuskan pada perubahan proses dan struktur.
Beberapa peneliti berpendapat bahwa transformasi adalah hal yang terkait dengan perubahan dari fungsi dan kebijakan pemerintah dan tidak semata hanya membangun website baru atau cara yang inovatif lainnya selanjutnya disebut ICT-enabled government transformation.
Dari literatur saat ini, hanya satu teori yang ditemukan mendukung konsep transformasi pemerintahan, yang merupakan teori administrasi publik (Zouridis dan Thaens, 2003).
Teori administrasi publik mendukung hubungan antara transformasi pemerintahan dan kinerja; pemerintahan tradisional / administrasi publik akan berubah dan menghasilkan pemerintahan / administrasi publik yang dimungkinkan oleh ICT yang mengintegrasikan transparansi dan akuntabilitas ke dalam pekerjaan, fungsi dan kegiatannya, dan mengelola harapan warga.
Transformasi ini akan menghasilkan peningkatan layanan pemerintah, dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemerintah yang diubah. Teori administrasi publik terkait dengan penelitian ini, karena mencakup aspek-aspek utama dari harapan warga negara sementara juga mempertimbangkan aspek kinerja.
Teori yang Mendukung E-Government dan Teknologi
Teori pertama adalah teori administrasi publik. Inisiatif e-government menghasilkan transformasi pemerintah dan tata kelola menjadi e-government dan e-governance.
Dengan demikian, e-government mendefinisikan kembali bagian-bagian penting dari administrasi publik sebagai inti operasi, implementasi kebijakan publik, dan pengawasan yang demokratis.
Di sini, proses tradisional ditransformasikan menjadi proses berbasis informasi (Zouridis dan Thaens, 2003). Inisiatif-inisiatif TIK ini akan berkontribusi untuk mentransformasi pemerintah menjadi pemerintah dengan transformasi yang distimulasikan oleh TIK (Zouridis dan Thaens, 2003).
Teori kedua adalah teori strukturasi yang mendukung penggunaan teknologi oleh entitas pemerintah yang berbeda. Ini termasuk teknologi yang dibutuhkan untuk inisiative-government serta untuk tujuan yang spesifik, dan keduanya akan menghasilkan transformasi kelembagaan (Meijer et al., 2012).
Teori ketiga terkait dengan adopsi pengguna. Seperti yang telah dijelaskan di atas, pengenalan teknologi bisa menghasilkan perubahan cara pemerintah dalam mengelola fungsinya, dan memberikan layanan kepada warganya.
Dengan demikian, hal itu dapat dianggap sebagai transformasi kelembagaan. Namun untuk keberhasilan suatu transformasi pemerintah yang didorong oleh ICT, adopsi layanan pemerintah oleh warga negara harus jelas
Benchmarking Inland Revenue Authority of Singapore (IRAS)
Inland Revenue Authority of Singapore (IRAS) atau otoritas pajak singapura memiliki sejarah yang sangat panjang. Dimulai sejak tahun 1947 disaat pemungutan pajak menjadi hal yang diatur dalam regulasi, IRAS menjadi alat utama bagi pemerintah Singapura dalam menghimpun penerimaan dan melaksanakan kebijakan ekonomi pemerintah.
Pada tahun 1990,pada saat pertumbuhan ekonomi Singapura sangat tinggi mencapai 9-10% per tahun, IRAS tidak mampu menyelesaikan proses perpajakan sebanyak 35.000 (50%) pajak korporasi, 52.000 (45%) UMKM, dan 380.000 (40%) WP pribadi dengan total nilai SGD 1,14 miliar.
Hal itu mengakibatkan ketidakpastian, terlambatnya penilaian tagihan pajak dan meresahkan WP. Selain itu, banyaknya kantor IRAS yang terpisah-pisah sesuai dengan segmen WP menjadi tantangan tersendiri, misalnya antar kantor yang berbeda menangani WP yang sama.
Adanya kondisi yang tidak ideal tersebut mendorong para pejabat IRAS untuk melakukan suatu perubahan. Perubahan dilakukan dalam beberapa tahap yaitu:
1. Fase Pertama : Meredefinisikan kembali proses bisnis
Para pimpinan dan staf melakukan pembahasan secara marathon untuk meredefinisi kembali visi organisasi dan mengidentifikasi masalah yang dihadapi. Selain itu sifat organisasi yang silo-silo juga menjadi isu yang mengemuka untuk mengumpulkan pajak ke depan.
Hal pertama yang menjadi jelas adalah solusi IT semata tidak cukup menyelesaikan masalah. IRAS perlu mendefinisikan kembali secara mendasar bagaimana proses penilaian pajak dapat berkinerja lebih baik.
Dengan banyaknya segmen WP yang dimiliki oleh IRAS, perubahan penilaian pajak mulai dilakukan dengan simulasi dilakukan secara manual. Dan disaat bersamaan, IRAS mencoba untuk mengeksplorasi kemungkinan mengaplikasikan perpajakan dengan komputerisasi dan penilaian pajak secara masal dengan menggunakan Inland Revenue Integrated System (IRIS).
Dengan keterlibatan National Computer Board, selanjutnya, IRAS memulai business process reengineering dengan menganalisa terlebih dahulu komponen kunci organisasi seperti strategi, sumber daya manusia, teknologi dan proses bisnis.
Dalam perkembangannya diketahui bahwa perbaikan proses bisnis terkait dengan hambatan perubahan peraturan. Sehingga seluruh aspek perbaikan proses bisnis juga dilakukan sejalan dengan perubahan peraturan.
Implementasi IRIS membutuhkan perubahan organisasi yang signifikan. Salah satu perubahan besar yaitu terkait restrukturisasi organisasi dari yang semula organisasi berbasis jenis pajak menjadi struktur fungsional yang mencakup lintas jenis pajak.
Selain itu, perubahan organisasi pada IRAS terjadi pada saat penyelarasan dengan implementasi IRIS. Melengkapi perubahan dimaksud, diluncurkan Excellent Tax Administration for 21st Century (ET21) yaitu suatu perubahan program manajemen perubahan internal yang juga bertujuan untuk mempromosikan nilai inti IRAS “integrity, fairness and professionalism” untuk menciptakan budaya service excellent dan continuous improvement.
Usaha untuk reengineering poses bisnis di IRAS menghasilkan perbaikan yang siginifikan. Waktu proses untuk tax returns turus secara drastic semula 7-18 bulan menjadi kurang dari 5 bulan. Tunggakan pajak penghasilan berkurang dari SGD 1,14 miliar menjadi SGD 761 juta dan penerimaan pajak mencapai rekor sebesar SGD 16 miliar.
2. Fase Kedua: Kepemimpinan baru dengan inovasi di luar IRIS
Pada bulan April 1997 terjadi pergantian pimpinan di IRAS dengan komisioner baru bernama Koh Cher Siang. Dengan pergantian pimpinan baru ini dirumuskanlah strong mission untuk menginjeksi focus yang lebih jelas dan urgensi yang lebih besar untuk memberikan pelayanan yang berkualitas yang tercermin dalam frase “I Respond And Serve” (IRAS).
Pada saat awal implementasinya. IRIS berfungsi sebagai alat untuk menyelesaikan masalah internal terkait proses bisnis. Namun dengan berkembangnya penggunaan teknologi, hal tersebut lebih dimanfaatkan untuk meberikan pelayanan yang lebih baik pada pembayar pajak.
Seiringnya perkembangan internet dan web, IRAS mulai untuk mengeksplorasi potensi penggunaan internet demi kenyamanan wajib pajak. Usaha pemanfaatan internet menghasilkan inisiatif baru seperti e-filling, e-stamping, common collection payment dengan organisasi pemerintah lainnya dll.
Implementasi e-filling dan tax filling menggabungkan beberapa konsep umum IRIS menjadi tax form yang lebih sederhana. Sejak layanan tersebut diluncurkan tahun 1998, jumlah pengguna e-filing melonjak dari semula 112.897 menjadi 694.000 di tahun 2001.
Terobosan yang telah dilakukan oleh IRAS mendorong sebuah majalah nasional Singapore yaitu “Singapore Wave” menyebut bahwa website IRAS merpakan website yang paling efektif dan popular diantara situs interaktif e-Government di 22 negara.
Tantangan ke depan
Transformasi digital yang telah dilakukan IRAS berhasil meningkatkan penerimaan pajak melalui prbaikan proses bisnis internal dan memanfaatkan teknologi informasi untuk memberikan pelayanan kepada wajib pajak.
Namun di sisi lain, terdapat kendala dalam pemahaman pegawai cenderung spesifik terhadap jenis pajak tertentu. Sangat sulit untuk mendorong pegawai untuk memahami seluruh aspek dan jenis pajak.walaupun sudah didukung denganberbagai jenis pelatihan.
Hal tersebut selain juga disebabkan karena relative sedikitnya cross-tax type yang membutuhkan pengetahuan juga disebabkan adanya perputaran pegawai yang relatif cepat sehingga IRAS cenderung tidak memiliki tax specialized.
IRAS menyadari walaupun sukses mengimplementasikan e-services melalui IRIS, organisasi perlu tetap mengembangkan layanannya di luar website yang atraktif dan form online.
Terutama difokuskan pada komunikasi dengan wajib pajak dalam hal menjaga hubungan baik dan meningkatkan kepatuhan dengan menjaga kualitas pelayanan.
Selain itu IRAS juga perlu mengevaluasi secara konstan terkait perkembangan proses bisnis, karakteristik wajib pajak maupun operasionalnya sehubungan perubahan yang selalu terjadi.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan transformasi yang dilakukan IRAS dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak di Singapura menghasilkan manfaat yang signifikan.
Transformasi dilakukan secara menyeluruh disegala aspek meliputi SDM, proes bisnis, regulasi dan organisasi dengan memanfaatkan perkembangan teknologi.
IT sebagai tulang punggung transformasi digunakan sebagai basis untuk meningkatkan proses bisnis diinternal organisasi dan memberikan layanan yang optimal kepada wajib pajak di Singapura.
Kementerian Keuangan dalam hal ini melalui Direktorat Jenderal Pajak sedang melakukan perbaikan sistem administrasi perpajakan dalam rangka meningkatkan penerimaan negara. Perbaikan perlu dilakukan karena hal itu merupakan kunci keberhasilan dalam kebijakan pajak.
Oleh karena itu, reformasi administrasi perpajakan harus dilakukan secara berkesinambungan sehingga fungsi pelayanan dapat diberikan secara optimal kepada masyarakat. Selain itu diharapakan administrasi perpajakan yang baik juga memenuhi beberapa kriteria diantaranya:
- Dapat mengamankan penerimaan negara.
- Sesuai dengan aturan Undang-Undang pajak yang sah.
- Menyelenggarakan sistem perpajakan yang efektif dan efisien.
- Pelaksanaan sesuai dengan peraturan (ruled-based) dan transparan.
- Meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
- Mencegah segala tindak penyelewengan perpajakan dan memberikan sanksi dan hukuman yang adil.
- Reformasi perpajakan dilaksanakan dengan perbaikan 5 pilar yaitu SDM, organisasi, teknologi informasi dan basis data, serta peraturan perundang-undangan.
- Administrasi perpajakan dapat optimal bila didukung dengan sistem informasi yang handal. Untuk mewujudkan hal ini, dikembangkan sistem inti perpajakan (core tax system) yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas administrasi perpajakan di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H