Langkah yang diambil Facebook pada waktu itu adalah menuntut agar Kogan dan CA menghapus semua data pribadi pengguna Facebook. Dan mereka memenuhi tuntutan tersebut. Kasus ditutup. Selesai di 2015.
Tapi yah, namanya juga data, mana bisa dihapus begitu saja. Cerita tiga tahun itu terdengar naif, karena tidak melibatkan penegak hukum yang dapat mencegah penggunaan data untuk melakukan kecurangan dalam pemilihan presiden paling menegangkan antara Donald Trump vs Hillary Clinton.
Akhir pekan lalu, Mark mengaku baru ngeh, ternyata dia sudah dipecundangi oleh CA yang menggunakan data di tangan untuk pemenangan Donald Trump dalam Pilpres Amerika Serikat 2016.
O iya, buat Anda yang tidak mengikuti kehebohan ini, Christopher Wylie adalah peniup peluitnya. Dia ikut membantu Cambridge Analytica dalam mendapatkan data pribadi 50 juta Facebooker dan bekerja di sana sampai tahun 2014.
Kepada Observer Wylie mengungkapkan rahasia hitam yang terjadi di Cambridge Analytica dan bagaimana firma analis data itu mengeksploitasi big data dari Facebook.
"We exploited Facebook to harvest millions of people's profiles. And built models to exploit what we knew about them and target their inner demons. That was the basis the entire company was built on."
Sama seperti yang sedang terjadi di Indonesia, waktu itu Wylie sedang berada dalam sebuah perang besar. Wylie bilang, petinggi Cambridge Analytica menghalalkan semua cara untuk memenangkan perang tersebut. Termasuk menghimpun dan mengekploitasi data puluhan juta pengguna Facebook.
Tujuan akhirnya satu: menghasilkan sebuah mesin yang dapat mengidentifikasi kepribadian para pemilih Amerika Serikat dan mempengaruhi perilaku mereka.
Negara Digital yang Terancam
Sebagai sebuah media jejaring tertutup, Facebook sebenarnya sudah sangat ketat dalam menerapkan peraturan yang melindungi privasi pengguna. Edukasi pun terus dilakukan untuk memastikan pengguna mengenali mana wilayah publik dan mana wilayah privasi di Facebook. Dan bagaimana pengguna bisa memproteksi informasi seputar mereka, sambil menentukan siapa yang boleh dan tidak boleh informasi tersebut.
Baca juga: Bank Indonesia, Bank Sentral Paling Gaul di Twitter