Karena ini yang berbahaya, Pak. Kalau sudah TNI dibawa ditarik ke politik, semua dikuasai politik, selesai negara ini. Ujung-ujungnya nanti pasti, kita gak bisa berbuat apa-apa lagi, Pak. Undang-undang pidana militer masuk, semua masuk. Itulah awal dari perkelahian, dan itulah awal dari kehancuran negara. Maka apapun akan kami lakukan, makanya mohon doa restu saja, Pak.
Memakai nama presiden, seolah-olah itu dari presiden yang berbuat. Padahal saya yakin itu bukan dari presiden. Informasi yang saya dapat kalau tidak A1 saya tidak akan sampaikan di sini (tepuk tangan hadirin).
Ini yang... yang... yang....
Saya pikir, saya sebagai seorang manusia, sebagai seorang prajurit, saya dianugerahi Panglima TNI, sebagai seorang prajurit sudah puncaknya, Pak. Sebagai seorang orang tua, anak saya dua-duanya sudah menikah, sudah S2 dan sudah punya cucu, Pak. Ini sebagai manusia dan prajurit, sudah sampai level atas, sudah pas tinggal pengabdian saya, Pak. Itu yang harus kami lakukan.
Jadi, ini yang, ah mungkin Pak Wiranto tahu, mungkin Pak Wiranto... lebih soft lagi beliau, Pak. Tapi, itu yang terjadi, Pak. Sampai saya tolak. Bahkan saya katakan, kita ini terus... kalau itu ada akan kita serbu. Jadi kalau satu saat kami menyerbu, Pak. Itu karena tidak boleh di Negara Kesatuan Republik Indonesia ada institusi yang memiliki senjata selain TNI dan Polri (tepuk tangan).
Dan polisi pun, tidak boleh memiliki senjata yang bisa menembak tank, dan bisa menembak pesawat dan bisa menembak kapal. Saya serbu kalau ada. Ini ketentuan. Karena kalau kita mencoba dengan cara hukum sudah tidak bisa, Bhayangkari tidak akan muncul nanti, Pak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H