Memintakan ampun keluarga dekat yang berseberangan keyakinan dengan Islam, tidaklah dibenarkan oleh ketentuan Syariat itu sendiri. Islam membebaskan diri dari adat adat Jahiliyah, kemusyrikan dan kedurhakaan lainnya yang melenyapkan makna tauhid , menyucikan Allah semata dalam semua hal .
Selain itu juga Nabi Muhammad mewartakan kepada umat Islam lewat haditsnya yang mengisahkan kemusyrikannya Pamannya dan kakeknya , merupakan Bukti yang menunjukkan bahwa Abdul Muththalib dan Abu Thalib mati dalam kemusyrikan adalah sebuah hadits dari Al Musayyab bin Hazn radhiallahu, dia berkata:
أَنَّهُ لَمَّا حَضَرَتْ أَبَا طَالِبٍ الْوَفَاةُ جَاءَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَجَدَ عِنْدَهُ أَبَا جَهْلِ بْنَ هِشَامٍ وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِي أُمَيَّةَ بْنِ الْمُغِيرَةِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَبِي طَالِبٍ يَا عَمِّ قُلْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ كَلِمَةً أَشْهَدُ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ فَقَالَ أَبُو جَهْلٍ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ يَا أَبَا طَالِبٍ أَتَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَلَمْ يَزَلْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْرِضُهَا عَلَيْهِ وَيَعُودَانِ بِتِلْكَ الْمَقَالَةِ حَتَّى قَالَ أَبُو طَالِبٍ آخِرَ مَا كَلَّمَهُمْ هُوَ عَلَى مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ وَأَبَى أَنْ يَقُولَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَا وَاللَّهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ مَا لَمْ أُنْهَ عَنْكَ
“Ketika Abu Thalib hampir meninggal, datanglah Rasulullah صلى الله عليه وسلم menjenguknya. Beliau mendapati di sana telah hadir Abu Jahl bin Hisyam dan Abdullah bin Abi Umayyah ibnul Mughirah. Lalu Rasulullah صلى الله عليه وسلم berkata kepada Abu Thalib: “Wahai pamanku, ucapkanlah “Laa ilaaha illallah” agar aku dapat bersaksi dengan kalimat tersebut di hadapan Allah atas (keimanan) dirimu.” Abu Jahl dan Abdullah bin Abi Umayyah berkata: “Wahai Abu Thalib, apakah engkau memusuhi agamanya Abdul Muththalib?” Rasulullah صلى الله عليه وسلم berulangkali mengulangi perkataan beliau, dan begitu pula mereka berdua terus mengulangi perkataan mereka. Akhirnya perkataan terakhir yang diucapkan Abu Thalib adalah dia tetap mengikuti agamanya Abdul Muththalib dan enggan untuk mengucapkan “Laa ilaaha illallah”. Lalu Rasulullah صلى الله عليه وسلم berkata: “Demi Allah, aku benar-benar akan memintakan ampun (kepada Allah) untukmu sebelum aku dilarang untuk melakukannya.” [ Hadits Shohi Imam Bukhari 1360]
Setelah itu, turunlah ayat yang melarang beliau untuk memintakan ampun bagi pamannya. Ayat tersebut adalah:
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
“Tidaklah boleh bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik walaupun orang-orang musyrik itu adalah kerabatnya, sesudah jelas bagi mereka bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahanam.” [QS At Taubah: 113].
Sbagai pelengkap dan pendukung, memang benar benar logik sekali kalau masuknya ayah dan ibu Nabi kenaraka adalah beberapa fakta berikut ini .
Istri Nabi Nuh Dan Luth menurut Al-Quran adalah ahlunnar atau ahli Neraka, apakah pengertian makhluq pilihan bagi seorang Nabi, tidak membatalkan ayat Allah untuk menghukum penyebab terpilihanya hambanya jadi Nabi untuk masuk neraka. Bagamaina mungkin sehebat Nabi Nuh dan Luth harus menerima janji Allah, istri keduanya harus masuk neraka, karena sebab kedurhakaan pada suaminya, sebab tauhid dan keingkaran lainnya yang menjadi alasan Allah menghukum keduanya, bukankah tidak mungkin seorang Nabi Istrinya masuk neraka, kecuali berdasarkan Nash syar’i.
ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ كَفَرُوا اِمْرَأَةَ نُوحٍ وَامْرَأَةَ لُوطٍ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلَا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ
Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), Maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): "Masuklah ke dalam Jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam)".[at-Tahrim 10]