SETIAP kali memasuki pertengahan bulan Desember, Â Aco mulai didera serangan panik. Ia tidak bisa membayangkan bagian tubuh mana lagi di tubuhnya yang akan 'mencium' aspal atau kosmik jalan raya. Bulu kuduknya pun merinding. Ingin rasanya berteriak di wajah bos besar minta cuti selama Desember. Entah cuti Natal, cuti akhir tahun atau cuti belas kasihan. Yang penting diizinkan cuti.Â
Sayangnya keinginan tersebut masih duduk manis di benak Aco. Masih tetap mendekam dalam alam bawah sadarnya. Tidak pernah sekalipun terlontar dari bibir tebal berwarna hitam yang sama sekali tak menarik.Â
Buktinya, setiap pertengahan Desember ia selalu menjadi langganan keangkuhan jalan raya. Mulai dari kaki, tangan, kepala, badan pernah menjadi korban.
Entah, dengkul yang terseret aspal, telapak tangan mencium kosmik, tulang rusuk yang terbentur stang motor sampai pada kening yang membentur kosmik.Â
Seperti pertengahan Desember 2016, Aco yang tengah ditugasi bertemu klain besar di Hotel Sahid Jaya, Â Jakarta Selatan, harus kembali balik kanan lantaran dirinya terpelanting dari kendaraan setelah sepeda motornya menghantam lubang besar.Â
Jaket dan celana panjangnya robek. Telapak tangan dan dengkulnya penuh luka. Ia urungkan niat memasuki hotel, kendati lokasi tempatnya jatuh tak jauh dari tempat pertemuan.Â
Aco segera melaporkan kejadian itu kepada sekretaris kantor melalui sambungan telepon seluler.Â
Susi kaget mendengar musibah yang dialami Aco. Perempuan paruh baya itu pun segera memberi laporan kepada bos besar.Â
"Bos Aco mengalami musibah di Jalan Jenderal Sudirman, motornya masuk lubang," katanya.
Bos meminta Susi menelepon Aco dan memintanya kembali ke kantor. Atau diperbolehkan balik ke rumah untuk mengobati luka-luka yang dialami.Â
"Co, kamu boleh pulang kantor atau boleh pulang ke rumah. Bos menganggap itu musibah. Dia akan menemui tamu pentingnya langsung," katanya.Â
Aco setuju dengan bos besar kalau peristiwa yang dialaminya hanya musibah.
Pertengahan Desember 2017, Aco kembali mengalami kecelakaan. Kali ini motornya di hantam taksi. Ia tidak ingat apa merek taksi yang menghantamnya, warna taksi itu ataupun bentuk lampu neon di atas taksi. Yang ia ingat tubuhnya diangkat oleh banyak orang dan dilarikan ke rumah sakit terdekat.Â
Sementara ibunya meraung-raung tak terima anaknya menjadi korban tabrak lari. Ia mengutuk si penabrak agar tidak pernah diberikan anak agar tahu bagaimana susahnya memiliki dan memelihara anak sampai sebesar Aco.
Saat Aco siuman, Sang Ibu mengusap kepalanya dengan lembut. Ia bershalawat di telinganya. Seraya berbisik, "Sabar ya nak, ini musibah. Cobaan dari Gusti Allah."
Aco mulai ragu apakah kecelakaan yang dialami setiap pertengahan Desember sebagai musibah atau kutukan seorang perempuan yang ditolaknya. Seperti cerita dalam dongeng.Â
Kini bulan telah memasuki pertengahan Desember 2018, wajar kalau kemudian Aco was-was. Ia tidak ingin nasibnya sama seperti pertengahan Desember tahun 2016 dan 2017.Â
Motor matic Honda Scoopy warna putih yang ditunggangi Aco memasuki Jalan Raya Sawangan Depok menuju Jalan Margonda. Ia mampir sebentar ke sebuah bengkel tak jauh dari Rumah Sakit Bhakti Yudha untuk mengecek kerusakan pada motornya.Â
Dia berdoa dalam hati agar musibah pertengahan Desember tak terulang di pertengahan Desember 2018.Â
"Ya Allah semoga musibah tak menimpa diri saya pada pertengahan Desember tahun ini," katanya pelan.Â
Usai membayar tagihan perbaikan beberapa onderdil motor, Aco mengarahkan kendaraannya ke arah Margonda.Â
Ia sengaja memilih Jalan Melati, masuk ke Jalan Nusantara dan berbelok ke arah Jalan Arif Rahman Hakim. Di turunan Flyover Arif Rahman Hakim peristiwa yang ingin dihindari Aco terjadi lagi.Â
Oli yang tumpah di tengah jalan menyebabkan dirinya dan beberapa pengendara lainnya terseret hingga tiga meter. Celana panjangnya robek, dengkulnya berdarah, lampu motor patah, motor kembali rusak.Â
Aco hanya menggeleng saat seorang ibu mengajukan pertanyaan kepada dirinya. "Gak papa kan mas. Apa yang luka."
Aco berdiri. Ia berusaha membangunkan motor yang rebah dengan susah payah. Dengan dibantu beberapa pengendara lain yang melintas, Honda putih miliknya kembali siap ditunggangi.Â
Ia didera kebimbangan. Apakah .melanjutkan ke kantor atau pulang ke rumah. Sampai akhirnya ia memutuskan untuk pulang ke rumah. Namun, sebelum pulang ia menyempatkan diri mampir ke sebuah minimarket guna membeli baby oil untuk dioleskan pada bagian yang terluka. Â Sebab, baby oil ampuh mengatasi luka.Â
Aco juga tidak lupa mengabari bos besar tentang musibah yang dialaminya itu melalui pesan WhatsApp.Â
"Sore bos, izin. Saya gak bisa masuk kantor hari ini karena mengalami musibah rutin di pertengahan Desember. Motor saya jatuh, celana dan jaket sobek, dengkul luka, jari kaki luka, tangan luka. Trims."
Membaca pesan Aco, bos besar hanya menjawab singkat. "Oke, GWS."
Sementara di rumah Ibu Aco, tak kuasa menahan tangis melihat putra kesayangannya pulang dengan tubuh penuh luka.Â
"Nak..nak, apa dosa ibu, apa dosa ayah. Kenapa setiap pertengahan Desember kamu kena musibah seperti ini," katanya.
Aco memeluk ibunya. Ia menggeleng tak mengerti. Dia hanya minta ibunya memanggil tukang urut.Â
"Jangan berpikir macam-macam Bu. Seperti kata ibu, ini musibah, cobaan dari Gusti Allah untuk umatnya yang selalu lalai menjalankan perintah-NYA," katanya.
Ibu Aco mengangguk setuju. Kedua mata yang tak lagi jernih memancarkan sinar kebanggan mendengar pernyataan Aco.Â
"Ternyata anakku sudah bisa menerima kenyataan. Menyerahkan seluruh cobaan kepada Gusti Allah SWT," ucapnya lirih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H