Mohon tunggu...
Iskandar Mutalib
Iskandar Mutalib Mohon Tunggu... Penulis - Pewarta

Pengabdi Ilmu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ema Baru

5 Desember 2018   08:47 Diperbarui: 5 Desember 2018   09:30 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sementara di sebuah desa terpencil atau tepatnya di sebuah pondok pesantren salafiyah, Ema sedang khusuk mendengarkan cermah kiai. Rambut sebahu berwarna kemerah-merahan tak lagi melambai di tiup angin. Sebab,  kini ia telah berjilbab. Sinar kecantikannya terpancar sempurna, sangat memesona.

Ia belajar bagaimana mengolah kemarahan menjadi kesabaran,  bekerja ikhlas,  menjaga mulut,  menjaga hati, menjaga pikiran,  menjaga perbuatan.  Apa yang dilakukan Arman membuka mata hatinya. Ia menjadi sadar bagaimana kondisi pegawainya setelah ia maki-maki.

Dalam waktu satu minggu,  perempuan bengis,  suka meledek,  menghina,  memaki-maki itu telah berubah 100 derajat.  Ia meyakini Ema yang dulu telah mati, kini lahir Ema baru.

"Kita harus berkompromi pada ilmu baru agar tidak kaku seperti robot. Tidak peka terhadap lingkungan,  tidak peduli perasaan orang lain, " tuturnya dalam hati.  

Perubahan Ema sangat terasa pada kali pertama dirinya masuk kerja dengan penampilan baru. Berjilbab dan berbaju panjang.  Menutup seluruh aurat.  

Di depan ruangan,  Ema meminta Noni mengumpulkan Arman dan tim untuk rapat.  Mereka wajib mempresentasikan kajian mereka kembali.  

Mas Arman,  kata Noni,  mengagetkan Arman yang tengah terkesima dengan penampilan Ema.  

"Mas,  ibu minta Mas Arman dan tim untuk rapat,  sekarang, " kata Noni.

"Oke,  siapa takut, " katanya.

Arman pun bergegas mendatangi ruangan Ema. Sebelum melangkah lebih jauh. Tangan Arman ditarik Noni.

"Bawa berkas proposal Sukabumi, " katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun