Mohon tunggu...
Iskandar Adinata
Iskandar Adinata Mohon Tunggu... Guru - Kepala Sekolah

Selain Beribadah, Tuhan juga menciptakan aku untuk membuatmu bahagia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Paradigma Baru dalam Dunia Pendidikan "Digital Native dan Digital Immigrant"

20 Maret 2023   20:25 Diperbarui: 20 Maret 2023   20:39 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

PARADIGMA BARU DALAM DUNIA PENDIDIKAN

"DIGITAL NATIVE DAN DIGITAL IMMIGRANT"

Tulisan ini saya buat atas sebuah pengalaman saya saat mengikuti Mata Kuliah Paradigma Baru dalam Dunia Pendidikan Dosen Pengampu Mata Kuliah tersebut bercerita, Beliau ditemui oleh seorang Kepala Sekolah SD. Kepala sekolah tersebut adalah mahasiswa di tingkat Pascasarjana. Sang kepala sekolah menceritakan sebuah kasus yang baru saja dia alami disekolahnya.

Ada seorang guru di sekolahnya yang dikeluhkan oleh murid dan orang tuanya. Masalahnya adalah ketika siswa tersebut merasa menjawab dengan benar soal ujian mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), tapi disalahkan oleh gurunya. Pa Dosen  bertanya : "soalnya apa ?". Kepala sekolah menjawab :"Sebutkan jenis-jenis transportasi darat!. "Dijawab apa oleh muridnya?" tanya Pa Dosen lagi. Murid menjawab : Light Rapid Transportation (LRT), Mass Rapid Transportation (MRT) dan Sub way. Rupanya sang murid itu sering diajak orang tuanya ke luar negeri dan naik moda transportasi yang disebutkan tadi. Merasa disalahkan oleh gurunya, sang murid tidak terima dan melapor ke orang tuanya. Orang tua murid mencetak foto-foto LRT, MRT dan Sub Way untuk diberikan kepada gurunya.

Ternyata sang guru tetap merasa benar, tidak mau disalahkan. Sang murid juga tidak terima dan tetap merasa benar. Akhirnya sang murid membawa orang tuannya menghadap kepala sekolah. Sebagai kepala sekolah yang bijak, dia harus di posisi netral, tidak memihak kepada salah satu. Kepala sekolah menggali informasi dengan bertanya pada kedua belah pihak, murid dan guru. 

Pertama dia bertanya kepada muridnya, "Mengapa anda sangat yakin bahwa jawabanmu benar, nak?. Sang murid menjawab "saya tidak hanya pernah melihat alat transportasi tersebut, tapi pernah juga menjadi penumpangnya, ketika saya berlibur ke luar negeri".

Kemudian kepala sekolah bertanya kepada sang guru :"mengapa Pak Guru begitu yakin bahwa jawaban murid itu salah, pak? Sang guru mengambil sebuah buku paket IPS lalu dia menunjukkan kepada kepala sekolah, murid dan orang tua murid bahwa di dalam buku itu tidak ada satupun jawaban murid ada dalam buku tersebut. Ternyata yang ada dalam buku itu yang disebut dengan alat transportasi darat adalah : Sepeda, Sepeda Motor, Becak, Bajai, Mobil dan Kereta Api.

Sang guru juga menjelaskan bahwa buku paket yang dia pakai adalah buku paket dari penerbit nasional yang bereputasi dan tidak mungkin salah. Karena jawaban murid tidak ada atau tidak sama dengan yang di buku paket, maka sang guru berkesimpulan jawaban itu salah.

Kisah di atas adalah salah satu contoh kasus dari ratusan bahkan ribuan kasus yang serupa di dunia pendidikan. Betapa banyak guru masih berpegang teguh pada satu kebenaran, dan itu harus tertulis di buku paket. Masih banyak guru beranggapan bahwa sumber satu-satunya ilmu adalah dari dirinya sendiri, dan celakanya dia menerima kebenaran dari satu buku paket saja. 

Dia beranggapan bahwa murid adalah makhluk pasif yang otaknya masih kosong dan perlu diisi. Dia sama sekali tidak menyadari bahwa ada perbedaan yang sangat mendasar antara guru dan murid dalam soal mengakses ilmu pengetahuan. Muridnya adalah Digital Native sementara sang guru Digital Immigrant.

"Digital Native" dan "Digital Immigrant" adalah dua istilah yang digunakan Marc Prensky dalam Tulisannya yang berjudul : "Digital Natives Digital Immigrants" tahun 2001,  untuk membedakan keterkaitan manusia dengan teknologi saat ini. 

"Digital Native" merupakan gambaran seseorang (terutama anak hingga remaja) yang sejak kelahirannya telah terpapar gencarnya perkembangan teknologi, seperti perkembangan komputer, internet, animasi dan sebagainya yang terkait dengan teknologi. Sedangkan "Digital Immigrant" merupakan gambaran seseorang (terutama yang telah berumur) yang selama masa kehidupan anak hingga remaja berlangsung sebelum berkembangnya komputer.  

Digital Native adalah generasi yang dilahirkan di saat teknologi digital telah ada. mereka lahir saat teknologi sedang berkembang, bahkan mereka sudah mengenal teknologi digital sebelum masuk sekolah. mereka lebih pintar dari pada guru dan orang tuanya dalam hal mengeksplorasi teknologi digital. Mereka adalah perenang dalam lautan internet, sementara guru dan orang tua yang masuk ke dalam Immigrant Digital adalah penonton di tepiannya. 

Immigrant Digital, melihat sang anak asyik dengan teknologi tersebut, orang tua dan guru mencurigainya. Seolah-olah tidak ada yang positif dari teknologi tersebut. Padahal teknologi digital telah mengubah hampir semua aspek kehidupan manusia. Gara-gara teknologi digital, cara belanja berubah, cara berwisata berubah, cara berkomunikasi berubah, bahkan cara belajarpun berubah.

Dahulu kita semua beranggapan bahwa guru adalah satu-satunya sumber ilmu, anggapan seperti itu sudah seharusnya perlahan kita tinggalkan. karena dengan kehadiran teknologi semua bisa kita temukan. 

Dari pada kita semua mencurigai teknologi, jauh lebih baik kalau kita memanfaatkannya. Teknologi tidak akan pernah bisa dibendung, kita lah yang harus menyesuaikan diri. Kitalah yang seharusnya mulai menyadari tentang manfaat penggunaan teknologi. Melawan teknologi, sudah pasti kita yang akan jadi pecundangnya.

Dunia Pendidikan Zaman sekarang, sudah seharusnya membuka diri dengan perkembangan teknologi, tidak mengisolasi diri dari teknologi. Ubah cara mengajar dengan memanfaatkan teknologi sebaik mungkin. 

Di zaman internet, sumber belajar menjadi tidak terbatas. Materi-materi pembelajaran dapat diakses dengan mudah oleh siswa bahkan jauh sebelum sang Guru menyampaikannya dikelas, Pembelajaran lebih menyenangkan dengan hadirnya teknologi, Guru dan Siswa dapat mengeksplorasi sumber belajar tanpa dibatasi ruang dan waktu. Guru dan siswa harus aktif dalam mengeskplorasi ilmu dalam dunia digital.

Masalah yang dihadapi sekarang adalah kebanyakan Orangtua, Guru, Tutor, Dosen merupakan Digital Immigrant, yang berbicara bahasa yang sudah usang. Mereka harus berhadapan langsung dengan siswa (Digital Native) yang "berbicara" bahasa baru yang sama sekali berbeda dengan bahasa yang dipahami oleh para Digital Immigrant. Sehingga tidak jarang para Digital Native tidak mengerti apa yang dibicaran oleh para Digital Immigrant, begitu pula sebaliknya. 

Beberapa isu yang dikemukakan oleh Prensky terkait dengan cara/proses berfikir para Digital Native (Siswa), antara lain: Dikarenakan para Digital Native menerima informasi dengan sangat cepat, sehingga mereka beradaptasi dengan cara dapat melakukan beberapa pekerjaan sekaligus (multi task). 

Mereka lebih memilih untuk melihat representasi dari suatu fenomena untuk kemudian mendeskripsikannya dengan kata-kata. Mereka cenderung bekerja secara random dan lebih memilih untuk bekerja dalam tim. Serta mereka lebih menyukai suasana yang serius namun santai. Sedangkan para Digital Immigrant, lebih kaku, lamban, menginginkan tahapan-tahapan yang jelas (tidak random), focus, lebih individual dan Serius.

Dalam Tulisannya Prensky mencontohkan bahwa para Digital Immigrant tidak percaya bahwa siswa dapat belajar di depan televisi atau sambil mendengarkan musik atau mungkin sambil chatting dengan smartphonenya hanya karena para Digital Immigrant tidak dapat melakukan hal2 tersebut. Tentu saja mereka tidak bisa, para Digital Immigrant berfikir bahwa belajar seharusnya memang tidak menyenangkan. Sedangkan, para Digital Native sejak awal memulai kegiatan belajar mereka bersama dengan rasa senang dan nyaman dengan kehadiran teknologi.

Perbedaan dari cara pandang tersebut mau tidak mau mempengaruhi dunia pendidikan secara umum. Seorang guru yang merupakan Digital Immigrant berasumsi bahwa para siswa sama dengan mereka (dahulu) sehingga mereka menerapkan metode pembelajaran yang dahulu telah terbukti berhasil pada kegiatan pembelajaran untuk siswa saat ini (para Digital Native). Lalu apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut?, Apakah para Digital Native harus belajar cara lama ataukah para Digital immigrant belajar cara baru?.  

Langkah yang paling mungkin untuk dijalani adalah yang kedua. Tidak mungkin kita dapat "memaksa" para Digital Native belajar cara lama selain karena struktur otak mereka telah berbeda dengan kita, saat ini hampir tidak mungkin bagi kita untuk menghambat atau mengontrol dengan ketat perkembangan teknologi yang ada. Dengan mengambil langkah kedua maka sebagai pendidik kita harus mempertimbangkan hal-hal terkait dengan metodologi dan konten yang akan kita berikan pada para Digital Native. Digital immigrant harus menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi

Teknologi telah mengubah paradigma dalam dunia pendidikan, Paradigma Baru Pendidikan adalah pola berpikir dan pola bertindak baru dalam memandang, menyikapi, dan melaksanakan pendidikan. Paradigma itu harus dimiliki oleh sekurang-kurangnya tiga kelompok orang. Ketiga kelompok itu adalah Pendidik, Tenaga Kependidikan,  dan masyarakat pemakai jasa pendidikan, dahulu pembelajaran hanya dibatasi oleh tembok-tembok ruangan kelas, bahwa Guru adalah satu-satunya sumber ilmu pengetahuan, buku teks pelajaran di kelas adalah satu-satunya bahan bacaan, semua telah berubah, teknologi telah mengubah semua itu.

Tulisan ini ada bukan untuk mendeskriditkan keberadaan guru, bukan menghina posisi Guru, tulisan ini ada bukan untuk mendewakan atau mengagung-agungkan teknologi, sekali lagi penulis katakan "BUKAN", akan tetapi tulisan ini ada sebagai ajakan kepada seluruh guru agar tidak terlena dengan kondisi yang ada, agar tidak nyaman dengan kursi empuk yang kita duduki sekarang, tetapi para guru harus bertransformasi dengan keberadaan teknologi, sebagai pendidik yang mampu beradaptasi dengan kemajuan teknologi, guru yang mampu dan terampil dalam menggunakan perangkat teknologi, guru-guru yang siap dengan hadirnya teknologi.

Mariki kita semua belajar dari jatuhnya perusahaan Ponsel Terbesar di Dunia NOKIA, perusahaan yang terkenal dengan tagline "Connecting People", ia juga terkenal dengan brand sejuta umat, Perusahaan yang pernah menjadi "Raja", Raja dari produsen ponsel terbesar hampir kurang lebih selama 14 tahun. 

Bagaimana nasibnya sekarang ?, sebelumnya Nokia tidak menyangka mereka akan lumpuh dalam waktu yang sangat singkat. Namun apa yang menyebabkan Nokia lumpuh dengan begitu parah sekali ?. Mereka memang tidak membuat kesalahan. Tapi kekeliruan terbesar mereka adalah perusahaan ini terlalu nyaman sehingga lupa untuk berubah dan berinovasi seiring dengan tren perkembangan teknologi masa kini.

Satu pelajaran paling penting yang bisa kita ambil dari kisah kejatuhan Nokia ini diatas adalah: "Jika Anda tidak berubah seiring dengan perkembangan waktu, Anda akan keluar dari kompetisi".  Ayo Para Guru Hebat Indonesia, Mari kita bangkit untuk berinovasi demi kemajuan pendidikan yang ada di Negeri tercinta ini. mari kita rubah Pola pikir kita demi terwujudnya pendidikan yang sesuai dengan amanat undang-undang yang ada di bumi pertiwi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun