Mohon tunggu...
ishak salim
ishak salim Mohon Tunggu... -

Peneliti Sosial - Politik Active Society Institute, Makassar Alumni Institute of Social Studies, The Netherlands

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Catatan Atas Sejumlah Cacat Pemilu 2014

12 April 2014   08:24 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:46 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengenai form C3 bagi pendamping pemilih dengan difabel daksa angkanya sama negatifnya dengan pemilih difabel netra. Kerahasiaan mereka tetap tidak terjamin karena form C3 lebih kerap diabaikan dari pada diajukan.

Colek saja, atau beri bahasa Isyarat!

Pemilih difabel Rungu/wicara tak begitu menyolok dibandingkan dengan pemilih difabel lainnya. Namun bukan karena itu maka tidak ada temuan pelanggaran bagi mereka. Hambatan pemilih difabel rungu/wicara umumnya muncul di tahap-tahap awal pemilu. Hambatan informasi merupakan hambatan besar mereka, khususnya jika pilihan informasi mengandalkan pada visual dan audio. Kampanye terbuka tabpa penterjemah bahasa isyarat adalah kampanye senyap bagi difabel rungu wicara. Begitupula gegap gempita kampanye dan perdebatan politik para kandidat di televisi tak ada ubahnya gelap gulita bagi difabel netra. Untuk itu kurangnya ragam media komunikasi dalam sosialisasi pemilu, kampanye pemilu dan lain sebagainya bagi seluruh jenis disabilitas pemilih difabel akan menambah angka diskriminasi politik di Indonesia.

Jika sudah di lokasi TPS, maka pihak KPPS yang telah mengetahui keberadaan pemilih difabel rungu wicara dapat sekadar menunjukkan tulisan namanya di sebuah kertas HVS atau memberinya isyara dari jauh, tau bila perlu bangkitlah dan colek punggungnya atau beri tepukan lembut dipunggungnya. Itulah bahasa pemanggilan yang santu bagi difabel rungu-wicara ketimbang teriakan keras-keras yang mengundang tawa pemilih lainnya.

Pemilih yang tak [diharapkan] memilih

Pemilih difabel Mental Intelektual dan pemilih difabel gangguan sosial merupakan corak pemilih yang tak banyak mendapat perhatian. Jika ketiga jenis disabilitas sebelumnya banyak mendapat perhatian dalam pemilu ini, maka kedua jenis disabilitas ini sering hilang dalam program pemilu, baik dari aspek pendidikan politik pemilih maupun tata cara melakuakn pencoblosan.

Dalam pemantauan ini, tak banyak informasi yang bisa diperoleh dengan kategori pemilih dengan jenis disabilitas keduanya. Di Makassar, salah satu wilayah pemantauan yang menjadi fokus adalah di Rumah Sakit Daerah atau yang biasa dikenal dengan Rumah Sakit Jiwa Dadi. Di rumah sakit ini, terdapat sejumlah pasien dengan difabilitas mental intelektual dan gangguan sosial. Sayangnya KPU daerah memutuskan tak ada TPS di rumah sakit, termasuk di rumah sakit terbesar di Makassar, RS Wahidin Soedirohusodo. Rahman, aktifis Faham Penca dan seorang difabel netra di Sulawesi Selatan menyebutkan bahwa setidaknya lebih 2000 pasien tidak menggunkan hak pilihnya di hari H pencoblosan.

Kedua pemilih difabel ini memang membutuhkan pendekatan khusus dalam meningkatkan kapasitas pengetahuan politik mereka. Sayangnya, sedikitpun KPU memiliki konsep untuk menyediakan sebuah model pendidikan pemilih bagi kedua jenis disabilitas ini. Kendala lain juga berasal dari keluarga kedua jenis disabilitas ini yang memiliki keterbatasan dalam memberikan pendidikan politik dalam keluarga, khususnya dan pendidikan sosial pada umumnya. Dampaknya dapat dirasakan saat beberapa diantara mereka datang ke TPS dengan maksud mencoblos. Setiba di lokasi TPS, ada pemilih dengan mental intelektual lari meninggalkan TPS karena sejumlah alasan yang tidak diketahui. Ada pula seorang tuna grahita bernama Fitri yang terdaftar sebagai pemilih namun tidak datang ke TPS karena pihak keluarganya tidak menemaninya dan di sisi lain pihak KPPS tidak pro-aktif menemuinya atau setidaknya menyediakan TPS keliling.

Mayoritas pemilih difabel mental intelektual dan difabel psiko sosial memilih golput, bukan karena soal motivasi yang rendah akan politik, namun karena sistem yang membuat mereka memilih dengan cara tak datang ke TPS atau lari dari TPS.

Sejumlah Rekomendasi

Temuan di atas menunjukkan betapa jaminan aksesibilitas masih sangat kurang dalam penyelenggaraan PILLEG 2014. Berdasarkan temuan di atas, beberapa rekomendasi di bawah ini hendaknya bisa menjadi pertimbangan:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun