Ketidakpastian Di Tengah Pandemi
Empat hari lalu tepatnya di 8 maret, pemerintah melalui Satgas Penanganan Covid-19 mengeluarkan surat edaran No 11 tahun 2022 tentang ketentuan perjalanan domestik terbaru yang memperbolehkan masyarakat yang telah melakukan vaksin dosis dua atau booster untuk tidak melakukan tes antigen maupun PCR. Tercantum di akhir surat edaran berlaku efektif 8 maret dan mencabut surat edaran No 22 tahun 2021.
Antusias masyarakat menyambutnya. Tetapi, optimisme masyarakat dengan surat edaran ini tidak sejalan dengan kesigapan pihak-pihak terkait perjalanan.Â
Banyak penumpang gagal terbang akibat aturan ini belum berlaku di tanggal 8 Maret yang katanya efektif tersebut. Keterlambatan stakeholder layanan perjalanan jelas merugikan sebagian pengguna jasa perjalanan.
"Bagaimana ini kok tidak pasti begini. Yang harus diikuti yang mana sih kok membingungkan ?"
Mengapa ? Harusnya secara teknis mudah diimplementasi karena layanan perjalanan berbasis sistem informasi dan teknologi komputerisasi. Operator sistem aplikasi pedulilindungi cukup mendisable salah satu syarat kelayakan perjalanan terbang yaitu swab antigen atau PCR, tanpa harus menunggu SOP dari njelimatnya piramida struktural yang mungkin baru akan diketik entah kapan sempatnya,walau dalam surat edaran jelas disebutkan efektif 8 Maret.Â
Masih saja, aspek efektivitas selalu menjadi kultur kendala, terkait sosialisasi aturan dan implementasi, antara kebijakan dan prosedur birokratis yang permisif. "Dari dulu selalu begitu", bisikan warga yang menggerutu.
Memang tren pandemi di berbagai belahan bumi sudah mengindikasikan adanya penurunan termasuk di Indonesia. Sehingga wajar ketika ada wacana yang teruar untuk menuju status endemi, sebagaimana delapan negara yang telah mendeklarasikannya setelah dua tahun lebih pandemi, yaitu Arab Saudi, Belanda, Jerman, Perancis, Australia, Swedia, Denmark dan Republik Dominika.
 "Kerajaan hampir sepenuhnya mengatasi pandemi, berkat perluasan dalam upaya imunisasi dan peningkatan program kesadaran masyarakat,". Demikian Arab News mengutip konferensi press dari juru bicara Kementerian Kesehatan Mohammed Al-Abd Al-Aly.
Di Arab Saudi tidak lagi ada kewajiban menjalani karantina bagi pelaku perjalanan dan  langkah-langkah preventif Covid-19 seperti menjaga jarak dan mengenakan masker di luar ruangan juga tidak lagi wajib di Arab Saudi. Ini tentu kabar baik untuk ibadah haji dan umrah bagi umat Islam.
Aturan jaga jarak di dua masjid suci dan semua masjid lainnya diakhiri. Namun, jemaah masih harus tetap memakai masker. Tetapi pedoman rencana nasional untuk imunisasi termasuk mendapatkan dosis vaksin booster terus digalakkan dan menerapkan prosedur yang bertujuan memverifikasi status kesehatan pada aplikasi Tawakkalna untuk memasuki fasilitas umum, kegiatan, acara, serta pesawat dan transportasi umum. Tetapi, ya sekali lagi tetapi keputusan Pemerintah Saudi tersebut tetap dievaluasi secara berkelanjutan sesuai dengan perkembangan situasi epidemiologis.
Ketidakpastian-ketidakpastian yang seringkali terjadi sebagaimana fenomena diatas justru itulah yang menjadi kepastian. Tidak ada yang pasti di dunia ini.
Ini baru dari aspek terkait pandemi. Disela-sela pandemi yang simpang-siur kapan selesai penulis tidak hendak bicara tentang Densus 88 yang 'garang' dari aspek hukum, kemanusiaan dan keadilan; Fenomena minyak goreng yang langka misterius dan memancing 'fitnah' pejabat yang bercuriga warga masyarakat menimbun; Korting hukuman koruptor sampai 4 tahun; Apalagi isu penundaan pemilu yang diinisiasi sebagian politikus yang memiliki prinsip 'tidak ada lawan abadi, yang ada kepentingan abadi" dan masih banyak lagi.
Memahami fenomena kontradiktif di tengah-tengah kehidupan rakyat Indonesia ini terasa pahit dirasakan. Apalagi standarnya adalah kondisi ideal yang diimpikan berdasar Pancasila dan UUD 1945. Fenomena ini semua sensitif terkait kemanusiaan tetapi tidak semua manusia Indonesia bisa membahasakan dan memaknainya dengan seragam.Â
Nurani dan telinga bahkan bisa kontradiktif sensitivitasnya. Mungkin nurani bisa menilai benar tidaknya, yang hanya cukup disimpan di neuron otak yang katanya kelabu. Ketika teruar di media sosial, nyata sudah polarisasi menjadi tragedi.Â
Semua kejadian itu tampak dikelabukan atau yang jelata dipinggiran merasa terkelabui di wilayah abu-abu, yang tidak jelas hitam dan putihnya. Yo wis ben, semua kembali ke masing-masing pribadi. Hallah kok nglantur kesitu. Tetapi itulah adanya. Itulah kenyataannya. Toh, Allah sudah mengijinkan semua itu terjadi di bumi Indonesia.
Dari sekian banyak kejadian, berita dan pengalaman terkait layanan, kepastian menjadi sebuah mimpi bagi warga masyarakat. Ketidakpastian menjadi salah satu hal yang masyarakat harus antisipasi di dalam urusan apapun di dunia ini. Â
Jangan terlalu yakin dan percaya, selalu sisakan untuk keraguan, agar nurani dan akal bisa objektif menyediakan langkah alternatif. Jadikan pengalaman orang lain menjadi informasi yang berharga. Ini subjektivitas penulis saja. Hmm ngomong opo ikiw.
Ketidakpastian itu Ilmu
Ilmunya manusia yang hanya setetes di luasnya samudera Yang Maha Ilmu, Allah SWT harusnya menjadi dasar bahwa manusia tidak punya kuasa atas segala sesuatu. Ilmu manusia adalah pendekatan-pendekatan berdasarkan kajian ilmiah akal manusia yang serba terbatas.Â
Tidak ada yang pasti secara kemutlakan termasuk di dunia medis di masa pandemi dan dunia sains dalam pesatnya penguasaan  ilmu pengetahuan dan teknologi. Sesuatu yang dianggap benar saat ini bisa menjadi sebuah kesalahan di masa mendatang. Relativitas ilmu manusia bersifat mendasar.
" Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan menjadi tinta, ditambahkan kepadanya tujuh laut setelah ia kering, niscaya kalimat Allah tidak akan habis ditulis. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa Maha Bijaksana. Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkanmu itu melainkan hanyalah seperti menciptakan satu jiwa saja. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Luqman : 27-28)
Salah satu ilmuwan Fisika, --Albert Einsten berujar, "As far as the laws of mathematics refer to reality, they are not certain; and as far as they are certain, they do not refer to reality."
Sejauh hukum matematika mengacu pada kenyataan, mereka tidak pasti; dan sejauh mereka yakin, mereka tidak mengacu pada kenyataan."
Prinsip Ketidakpastian dari Heisenberg yang memberikan paparan bahwa dalam sains tidak sepenuhnya pasti. Aplikasi teori ini termasuk dalam mekanika kuantum.Â
Secara ilmiah, prinsip ini menjelaskan kita tidak dapat mengetahui posisi dan kecepatan suatu partikel/objek. Semakin kita mengetahui nilai yang satu, semakin kita tidak mengetahui nilai yang lain.Â
Jadi adalah paradigma yang keliru, sebutan selama ini ilmu sains adalah ilmu pasti. Iya dikajian yang sangat terbatas dan dilingkupi asumsi. Tetapi tidak di alam kehidupan. Semakin manusia mengetahui salah satu faktor, semakin mereka tidak memahami faktor yang lain. Dalam kehidupan tidak hanya ada hitam maupun putih, ada puluhan hingga ratusan warna yang bisa Anda pilih
Memang keterkaitan antara ilmu pengetahuan/sains dan realita kehidupan adalah suatu fenomena yang tidak dapat dipungkiri lagi. Manusia secara fitrahnya diberi naluri dan akal fikiran untuk memikirkan, merenungkan dan mengamati fenomena di alam lingkungan sekitarnya, termasuk contoh kecilnya pandemi covid dan kecenderungan arah kehidupan manusia.Â
Dengan keterbatasan ilmu manusia, tidak boleh ada kesombongan, arogansi bahkan penindasan pemahaman atas ilmu atas nama kemanusiaan. Manusia mesti terus berfikir dan belajar.
Berkali-kali al-Qur'an menyebutkan : "Afala Tatafakkarun" (apakah kamu tidak memikirkan), "Afala Ta'qilun",(apakah kamu tidak menggunakan akalmu), "Wa fi Anfusikum, Afala Tubshirun", (di dalam dirimu apakah kamu tidak melihat?).
Jika kita tidak mau berpikir, memikirkan atau bahkan anti intelektualisme, maka kita harus menerima ketertinggalan dan keterpurukan nasib kita. Kita akan terus tertinggal dan termarjinalkan dari panggung sejarah dunia.
Berkembangnya sains, astronomi, implementasi teknologi dan kemajuan produk-produk akal manusia di jaman ini tidak terlepas dari pola-pola metode ilmiah yang digali dan dikembangkan secara berkesinambungan.Â
Hukum Newton yang tajir di masa lalu menjadi tidak tepat di era fisika modern. Terapannya menjadi klasik dan terbatas. Muncul hukum/asas/postulat yang lebih baru yang menyempurna dalam keterbatasan.
Beberapa teori dalam sains pada dasarnya dapat dijadikan pondasi sekaligus prediksi untuk fenomena sosial dan masyarakat. Prediksi cuaca di bidang meteorologi dan klimatologi, Formulasi epidemi secara matematis sangat membantu pengambilan kebijakan manusia dalam kehidupan tetapi tidak serta merta manjadi solusi tajir yang pasti.Â
Gempa bumi, bencana alam banjir / tsunami tetap menimbulkan korban jiwa. Pandemi yang dipediksi bisa diselesaikan dalam rentang masa toh menjadi stokastik. Tetapi yang harus difahami unsur kepastian dan ketidakpastian dalam sains dalam memahami dan mencari solusi di realita kehidupan secara bertahap membelajarkan manusia dan  mempermudah proses kehidupan manusia.
Pemahaman yang tepat dari sains akan memperkaya manusia dalam pencarian kehidupan itu sendiri. Sebagaimana kalimat populer yang disebutkan oleh Ren Descartes, aku berfikir maka aku ada (cogito ergo sum).
Dalam proses mencari makna dari kehidupan dan bagaimana menjalaninya adalah proses yang penting. Dan tidak dapat dipungkiri peran dari keseluruhan ilmu pengetahuan ataupun sosial dapat membentuk bukan hanya untuk personal namun untuk masa depan umat manusia itu sendiri.
Tidak ada yang pasti dalam kehidupan ini. Tidak ada rumus pasti untuk mengetahui kehidupan ini sendiri. Dibutuhkan eksperimen Einsten hingga Hawking untuk menemukan grativasi kuantum. Tidak selalu ada rumus pasti bagi suatu pertanyaan dan yang dapat manusia lakukan adalah proses untuk terus mencari. Manusia harus terus belajar dan berikhtiar menjadi manusia yang lebih baik dalam hidupnya. Semakin memahami fitrahnya dan tidak tercerabut dari kemanusiaan.
Isaac Asimov berujar, "The saddest aspect of life right now is that gathers knowledge faster than society gathers wisdom. "Â
Aspek paling menyedihkan dari kehidupan saat ini adalah mengumpulkan pengetahuan lebih cepat daripada masyarakat mengumpulkan kebijaksanaan.
Perselisihan, pertengkaran bahkan peperangan adalah ekses dari kurangnya instrokpektif atas kemanusiaan. Egoisitas dan kepentingan terbatas menjadi prioritas atas nama kemanusiaan.Â
Pertengkaran sesama warga tentang vaksinasi covid, hingga saling bermusuhan dan membatalkan persaudaraan sesama adalah sebuah ironi terhadap pemahaman ilmu kehidupan dan pemahaman tujuan kehidupan itu sendiri.Â
Penguasaan teknologi senjata yang memaksa manusia saling berbunuh memperebutkan kekayaan isi bumi dan penguasaan permukaan bumi sebagai bentuk ketidakbijaksanaan dalam memahami kemanusiaan dan persaudaraan. Tetapi kebijaksanaan memang harus selalu dicari dan dibelajarkan.
"Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Q.S. Al-Mujadalah : 11).
alifis@corner
Jatigreges, 12 Maret 2022 9:09
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H