" Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan menjadi tinta, ditambahkan kepadanya tujuh laut setelah ia kering, niscaya kalimat Allah tidak akan habis ditulis. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa Maha Bijaksana. Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkanmu itu melainkan hanyalah seperti menciptakan satu jiwa saja. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Luqman : 27-28)
Salah satu ilmuwan Fisika, --Albert Einsten berujar, "As far as the laws of mathematics refer to reality, they are not certain; and as far as they are certain, they do not refer to reality."
Sejauh hukum matematika mengacu pada kenyataan, mereka tidak pasti; dan sejauh mereka yakin, mereka tidak mengacu pada kenyataan."
Prinsip Ketidakpastian dari Heisenberg yang memberikan paparan bahwa dalam sains tidak sepenuhnya pasti. Aplikasi teori ini termasuk dalam mekanika kuantum.Â
Secara ilmiah, prinsip ini menjelaskan kita tidak dapat mengetahui posisi dan kecepatan suatu partikel/objek. Semakin kita mengetahui nilai yang satu, semakin kita tidak mengetahui nilai yang lain.Â
Jadi adalah paradigma yang keliru, sebutan selama ini ilmu sains adalah ilmu pasti. Iya dikajian yang sangat terbatas dan dilingkupi asumsi. Tetapi tidak di alam kehidupan. Semakin manusia mengetahui salah satu faktor, semakin mereka tidak memahami faktor yang lain. Dalam kehidupan tidak hanya ada hitam maupun putih, ada puluhan hingga ratusan warna yang bisa Anda pilih
Memang keterkaitan antara ilmu pengetahuan/sains dan realita kehidupan adalah suatu fenomena yang tidak dapat dipungkiri lagi. Manusia secara fitrahnya diberi naluri dan akal fikiran untuk memikirkan, merenungkan dan mengamati fenomena di alam lingkungan sekitarnya, termasuk contoh kecilnya pandemi covid dan kecenderungan arah kehidupan manusia.Â
Dengan keterbatasan ilmu manusia, tidak boleh ada kesombongan, arogansi bahkan penindasan pemahaman atas ilmu atas nama kemanusiaan. Manusia mesti terus berfikir dan belajar.
Berkali-kali al-Qur'an menyebutkan : "Afala Tatafakkarun" (apakah kamu tidak memikirkan), "Afala Ta'qilun",(apakah kamu tidak menggunakan akalmu), "Wa fi Anfusikum, Afala Tubshirun", (di dalam dirimu apakah kamu tidak melihat?).
Jika kita tidak mau berpikir, memikirkan atau bahkan anti intelektualisme, maka kita harus menerima ketertinggalan dan keterpurukan nasib kita. Kita akan terus tertinggal dan termarjinalkan dari panggung sejarah dunia.
Berkembangnya sains, astronomi, implementasi teknologi dan kemajuan produk-produk akal manusia di jaman ini tidak terlepas dari pola-pola metode ilmiah yang digali dan dikembangkan secara berkesinambungan.Â