"Betul se x tapi karoke itu bisa di siang hari, pagi hari, kalau malam org jg butu istirshat covid itu butuh istrahat yg byk buat sj ruangan peredam suara spy tdk di dengar org lain"
Warga RT lain lagi menyapa dan berpendapat di jam 08.49,
 "Salam damai dan salam berhari Minggu umat/ warga RT , terimakasih kita masih diberi kesempatan untuk melakukan hal yang baik,mari kita saling mendukung,saling mendoakan agar tetap merasa memiliki satu sama lain dalam hidup bermasyarakat terutama dimasa covid ini ...apapun kegiatan saudara ,tetangga kita itu merupakan pengalaman mereka berjumpah dengan Tuhan ,kita ambil nilai  positifnya misalnya saya tidak bisa menyanyi/ karoke saya ikut menikmatinya,atau saya sikap bersyukur lainnya ,,agar rada nyaman tercipta dan tidak menyalahkan orang lain amin".
Suara warga lain, yang sependapat, Â "Setuju Bapak,salam sehat "
Suara warga yang unik, puitis tetapi berupa sindiran entah ditujukan untuk siapa ,
"Suaramu terdengar lebih merdu ketika mulutmu tertutup". SALAM SEHAT SAUDARAKU".
Dan, matahari makin tinggi. Masalah karaoke belum pupus. Bu RT masih memberi kesempatan warga untuk berpendapat,
"Pagi bpk mama kak adik semuanya saya sebagai ketua RT bersama pengurus ms memberikan kesempatan ke pada semua wargaku yang ada dalam grup ini untuk memberikan masukan saran pendapat supaya kita semua sepakat jadi tdk lagi kita saling menyalahkan satu dgn yang lain saya dgn pengurus mengharapkan mari kita bergandengan tangan mewujukan toleransi n membangun kembali gotong royong supaya kita semua bersatu mks"
Tetapi warga RT sebagian besar tidak lagi menanggapi dan arus kebahagiaan bersama karaoke sepertinya menemukan jalannya,
"Mhn ijin ibu RT,sbntr mlm sy mau kraoke lg di rmh sy dg ank smpai jam 23.00"
Bapak karaoke justru meminta ijin lagi ke bu RT untuk berkaraoke lagi  malam hari. Nadanya sudah tidak lagi menghujat pengadu, kesannya bernada positif tapi isiya memprovokasi warga lainnya. Hmmm, pfuihh...