Mohon tunggu...
Alifis@corner
Alifis@corner Mohon Tunggu... Seniman - Seniman Serius :)

Sebagaimana adanya, Mengalir Seperti Air | Blog : alifis.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Survei: Mayoritas Mahasiswa Menganggap Kuliah Online Itu Nyebelin

26 Mei 2020   23:36 Diperbarui: 16 Juni 2020   13:07 1396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kuliah online (Sumber: shutterstock.com)

Perubahan itu Keniscayaan

Tak dapat dipungkiri, makin kentalnya pemanfaatan teknologi di semua sektor kehidupan termasuk di dunia pendidikan, tidak terlepas dari revolusi dunia digital. 

Kita diingatkan pada jargon era pertengahan 90-an "cukup dengan sentuhan satu jari" sebagai gambaran makin pesatnya teknologi digital menggantikan teknologi analog. 

Usangnya teknologi tabung dioda bergulir ke teknologi mikro yang kemudian segera tergantikan teknologi nano yang mentrigger lahirnya inovasi perangkat paling populer saat ini, smartphone.

Seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi, metode pendekatan dalam proses pembelajaran juga berubah. Dari gaya klasik yang menempatkan dosen sebagai pusat pembelajaran bergeser menjadi mahasiswa sebagai pusatnya (SCL, Student Center Learning).

Dengan semakin adaptifnya penerapan perangkat teknologi komunikasi dan informasi di dalam proses pembelajaran, disinilah mahasiswa memiliki keleluasaan dalam menentukan gaya belajarnya. Tidak lagi tergantung pada satu sumber dosen, tetapi banyak sumber belajar.

Kuliah Online di Tengah Pandemi

Wabah Covid-19 yang awalnya terdeteksi di kota Wuhan, China di akhir Desember 2019, akhirnya menyebar secara bergelombang menerpa negara-negara di dunia. Hampir semua sektor merasakan akibatnya. 

Dunia pendidikan tinggi yang sedang terkaget-kaget, tergagap meraba mencari arah dan pegangan dengan didengungkannya "Kampus Merdeka" oleh pak Menteri Nadiem Makarim, menjadi  salah satu institusi yang cepat tanggap mengantisipasi penyebaran wabah dengan menutup kampus. 

Jujur, pandemi Covid-19 menjadi ujian pertama sistem pendidikan tinggi di tiap kampus, siap tidak menerapkan sistem manajemen virtual.

Meniadakan tatap muka kuliah klasikal di kampus, menjadi kuliah online atau daring sejak pekan kedua Maret 2020. Sekali lagi, siap tidak siap. Banyak yang tergagap, ada yang kebingungan mencari format, ada pula yang beraksi minimalis. Namun, sebaliknya banyak yang termotivasi.

Kuliah online | diolah dari dakharipsyc.com
Kuliah online | diolah dari dakharipsyc.com
Menembus lorong waktu, tiba di pekan kedua Mei, seminggu sebelum Idul Fitri, hampir semua kampus sudah tuntas menyelenggarakan perkuliahan online yang diakhiri dengan UAS secara online juga.

Jadi, perkuliahan semester genap tahun akademik 2019/2020 ini unik. Setengah semester dilalui dengan kuliah di kampus dan setengah semester akhir, kuliah online di rumah. 

Dosen dan mahasiswa bisa membandingkan efektivitas dan efisiensi antara pelaksanaan pembelajaran berbasis kelas (classical learning) dan berbasis online (e-learning) dalam rangka pencapaian muatan pembelajaran. 

Walau sebenarnya tidak murni sebagai perbandingan metode, karena sebagian dosen sudah menerapkan metode campuran yaitu blended learning, yang memadukan antara keduanya.

Dalam tataran normatif, mahasiswa makin mudah mendapatkan informasi terkait kegiatan akademik, efektif dan efisien dalam berkomunikasi dengan dosen, serta semakin dekat dengan referensi, karena mudah mengakses materi-materi perkuliahan yang dishare dosen maupun download dari layanan e-learning kampus, memanfaatkan perangkat handphone atau laptop.

Apakah kelebihan itu serta merta memberikan dampak positif bagi mahasiswa dan dosen?

121 mahasiswa sebagai responden menguak persepsi diri terkait Kuliah Online.

Belum Familiar dengan Kuliah Online

Q12_result (dokpri)
Q12_result (dokpri)
Separoh lebih mahasiswa (55,4%) memiliki persepsi bahwa kuliah online adalah kuliah tatap muka berbasis internet. Online berarti internet. Kuliah online berarti perkuliahan yang dilakukan melalui media internet. 

Sebanyak 30,6% mempersepsi kuliah online, identik dengan menghadirkan media pembelajaran. Persepsi kuliah di luar kampus, benar tapi tidak mencerminkan proses, hanya menunjuk pada aktivitas fisik, termasuk 8,3% curhat bahwa kuliah online dipenuhi penugasan.

Mayoritas mahasiswa (83% responden) sepakat bahwa kuliah online itu sesuatu yang baru dan atau belum pernah mengikutinya. 32,3% mahasiswa sudah pernah mengikuti kuliah online. 

Dari sini terlihat minimnya dosen memanfaatkan pembelajaran online sebelum ada pandemi Covid-19. Pandemi memperkaya dosen dan mahasiswa tentang cara pandang dan persepsi pembelajaran. 

Dosen mungkin sudah memahami bagaimana berinteraksi keilmuan berbasis online, tetapi sejak pandemi mau tidak mau akhirnya mengakrabinya.

Tiba-Tiba Kuliah Online, Menurut Anda?

Q34_result (dokpri)
Q34_result (dokpri)
Yang tak terbaca sebelumnya adalah perubahan perkuliahan yang dirubah dari tatap muka kelas menjadi kuliah online, menimbulkan kekagetan dan merasa aneh (29,8%) dan menyebabkan rasa kuatir dan bimbang (53,7) mahasiswa. 

Bukan hanya mencemaskan mahasiswa, kuliah online juga membuat orangtua responsif dengan banyak mengomel pada anaknya yang berstatus mahasiswa terkait penggunaan paket data untuk melakukan kuliah online.

Kita bisa bayangkan mahasiswa selama 8 minggu berada di kos atau di rumah minimal 8 jam perhari diam menghadap laptop atau smartphone. 

Kurang gerak, menguras otak lebih intens, tugas tiap pertemuan menuntut segera dikerjakan. Dan yang merepotkan adalah paket data habis saat kuliah berlangsung. 

Di samping memikirkan ketertinggalan materi, tugas dan absensi kehadiran, mahasiswa dihadapkan kegalauan saat meminta uang untuk membeli paket data. 

Sebanyak 66,1% mereka akan diomeli dulu oleh orang tua sebelum mendapatkan paket data. Ini memprihatinkan. Dan ketika di media banyak memuat keluhan-keluhan mahasiswa terkait biaya paket data, itulah kondisi nyata yang dihadapi mahasiswa.

Orangtua tidak menyadari bahwa omelan yang menurutnya hanya sekadar diteriakkan, justru menambah beban psikologis pada diri mahasiswa. 

Belum lagi, kehadiran di rumah membuat orangtua jadi kreatif untuk mempekerjakan ini itu, di jam mahasiswa harusnya kuliah. Keadaan ini mungkin jadi mahasiswa tidak enak hati dan bingung. Kuliah online jadi tidak nyaman dan agak nyebelin.

Pergantian atmosfer akademik dalam pembelajaran turut berkontribusi terhadap meningkatnya kekuatiran dan kecemasan mahasiswa. Tatapmuka di kampus memberi keleluasaan interaksi sesama mahasiswa. 

Saat tatap muka kelas, beban pemuatan materi, bisa cukup lentur tergantung interaksi gaya dosen mengajar dan berinteraksi dengan mahasiswa. Di sela-sela kuliah bisa relaksasi bersama dengan bercengkerama. Hal ini hilang saat beralih ke kuliah online.

Q56_result (dokpri)
Q56_result (dokpri)
Persepsi mahasiswa terhadap kuliah online, normalnya turun seiring dengan makin familiarnya mahasiswa terhadap atmosfer belajar online. Ini tampak pada rasa kejut yang turun dari 29,3% pada awal pekan kuliah online menjadi 7,4% di pekan ke-6. 

Demikian juga Jika prosentasi rasa kuatir dan bimbang turun, berarti proses adaptasi berhasil positif terhadap kuliah online. Mahasiswa makin nyaman.

Yang terjadi adalah, kekuatiran dan kebimbangan mahasiswa justru meningkat seiring dengan semakin lamanya proses pembelajaran berlangsung. Sebanyak 53,7% pada awal pekan kuliah online, naik menjadi 66,1% pada pekan ke-6. Ini sudah masuk kategori tidak sehat. 

Adalah argumentasi yang masuk akal ketika dosen yang semakin familiar dengan gaya kuliah online, makin bersemangat menyiapkan materi, termasuk di dalamnya menambahkan tugas-tugas yang tak terperi. Mahasiswa yang terpaku, akan semakin berkurang relaksasi dan tubuh menjadi kurang diolahragakan. Ini tidak sehat.

Kuliah online Tidak Disukai

Ketika disajikan pertanyaan, lebih suka mana kuliah di kampus atau kuliah online?

Sebanyak 66,9% menginginkan kuliah di kampus. Ini menarik sekaligus menjadi justifikasi bahwa kampus telah menjadi lingkungan belajar yang paling nyaman bagi mahasiswa. 

Ketersediaan wi-fi, interaksi dinamis sesama mahasiswa, aktivitas ekstrakurikuler, atau sekedar duduk-duduk diskusi atau bincang ringan menjadi begitu dirindukan. 

Mungkin jawaban yang sama, jika ditanyakan pada dosennya. Pendemi Covid-19 menjadi biang hilangnya ikatan akademik dosen mahasiswa dalam eksplorasi keilmuan secara interaktif. 

Q7_result (dokpri)
Q7_result (dokpri)

Patut diapresiasi untuk 30,6% mahasiswa yang mungkin sudah merasakan dan mampu menggali kenikmatan kuliah online, sehingga tetap memilih kuliah di kampus yang diselingi kuliah online. 

Kuliah online adalah selingan, itu akan menjadi adaptasi yang paling relevan dan adil untuk realitas kehidupan mahasiswa saat ini. 100% mahasiswa tidak mau pembelajaran dilakukan penuh secara online. Karena kuliah online itu nyebelin.

Data dan informasi ini semakin memperkuat argumentasi bahwa Blended Learning adalah metode pembelajaran yang terbaik. 

alifis@corner

260520

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun