Persepsi mahasiswa terhadap kuliah online, normalnya turun seiring dengan makin familiarnya mahasiswa terhadap atmosfer belajar online. Ini tampak pada rasa kejut yang turun dari 29,3% pada awal pekan kuliah online menjadi 7,4% di pekan ke-6.Â
Demikian juga Jika prosentasi rasa kuatir dan bimbang turun, berarti proses adaptasi berhasil positif terhadap kuliah online. Mahasiswa makin nyaman.
Yang terjadi adalah, kekuatiran dan kebimbangan mahasiswa justru meningkat seiring dengan semakin lamanya proses pembelajaran berlangsung. Sebanyak 53,7% pada awal pekan kuliah online, naik menjadi 66,1% pada pekan ke-6. Ini sudah masuk kategori tidak sehat.Â
Adalah argumentasi yang masuk akal ketika dosen yang semakin familiar dengan gaya kuliah online, makin bersemangat menyiapkan materi, termasuk di dalamnya menambahkan tugas-tugas yang tak terperi. Mahasiswa yang terpaku, akan semakin berkurang relaksasi dan tubuh menjadi kurang diolahragakan. Ini tidak sehat.
Kuliah online Tidak Disukai
Ketika disajikan pertanyaan, lebih suka mana kuliah di kampus atau kuliah online?
Sebanyak 66,9% menginginkan kuliah di kampus. Ini menarik sekaligus menjadi justifikasi bahwa kampus telah menjadi lingkungan belajar yang paling nyaman bagi mahasiswa.Â
Ketersediaan wi-fi, interaksi dinamis sesama mahasiswa, aktivitas ekstrakurikuler, atau sekedar duduk-duduk diskusi atau bincang ringan menjadi begitu dirindukan.Â
Mungkin jawaban yang sama, jika ditanyakan pada dosennya. Pendemi Covid-19 menjadi biang hilangnya ikatan akademik dosen mahasiswa dalam eksplorasi keilmuan secara interaktif.Â
Patut diapresiasi untuk 30,6% mahasiswa yang mungkin sudah merasakan dan mampu menggali kenikmatan kuliah online, sehingga tetap memilih kuliah di kampus yang diselingi kuliah online.Â
Kuliah online adalah selingan, itu akan menjadi adaptasi yang paling relevan dan adil untuk realitas kehidupan mahasiswa saat ini. 100% mahasiswa tidak mau pembelajaran dilakukan penuh secara online. Karena kuliah online itu nyebelin.