Jadi, perkuliahan semester genap tahun akademik 2019/2020 ini unik. Setengah semester dilalui dengan kuliah di kampus dan setengah semester akhir, kuliah online di rumah.Â
Dosen dan mahasiswa bisa membandingkan efektivitas dan efisiensi antara pelaksanaan pembelajaran berbasis kelas (classical learning) dan berbasis online (e-learning) dalam rangka pencapaian muatan pembelajaran.Â
Walau sebenarnya tidak murni sebagai perbandingan metode, karena sebagian dosen sudah menerapkan metode campuran yaitu blended learning, yang memadukan antara keduanya.
Dalam tataran normatif, mahasiswa makin mudah mendapatkan informasi terkait kegiatan akademik, efektif dan efisien dalam berkomunikasi dengan dosen, serta semakin dekat dengan referensi, karena mudah mengakses materi-materi perkuliahan yang dishare dosen maupun download dari layanan e-learning kampus, memanfaatkan perangkat handphone atau laptop.
Apakah kelebihan itu serta merta memberikan dampak positif bagi mahasiswa dan dosen?
121 mahasiswa sebagai responden menguak persepsi diri terkait Kuliah Online.
Belum Familiar dengan Kuliah Online
Kuliah online berarti perkuliahan yang dilakukan melalui media internet.Â
Separoh lebih mahasiswa (55,4%) memiliki persepsi bahwa kuliah online adalah kuliah tatap muka berbasis internet. Online berarti internet.Sebanyak 30,6% mempersepsi kuliah online, identik dengan menghadirkan media pembelajaran. Persepsi kuliah di luar kampus, benar tapi tidak mencerminkan proses, hanya menunjuk pada aktivitas fisik, termasuk 8,3% curhat bahwa kuliah online dipenuhi penugasan.
Mayoritas mahasiswa (83% responden) sepakat bahwa kuliah online itu sesuatu yang baru dan atau belum pernah mengikutinya. 32,3% mahasiswa sudah pernah mengikuti kuliah online.Â
Dari sini terlihat minimnya dosen memanfaatkan pembelajaran online sebelum ada pandemi Covid-19. Pandemi memperkaya dosen dan mahasiswa tentang cara pandang dan persepsi pembelajaran.Â