Sejatinya, perasaan tertarik atau suka terhadap lawan jenis adalah sebuah fitrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Akan tetapi, seringkali cinta tersebut menjadi hal yang salah dalam pandangan manusia disebabakan berbagai faktor yang mempengaruhi, salah satunya adalah agama. Perbedaan agama kedua belah pihak dalam sebuah hubungan dianggap oleh sebagaian orang sudah tidak memiliki jalan penyelesaian, selain perpisahan.Â
Indonesia merupakan negara ketuhanan yang mengakui enam agama dalam sistem kenegaraannya, yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Buddha, Hindu, dan Konghucu. Dengan kondisi tersebut, peluang terjadinya cinta beda agama di Indonesia cukup besar.
Di Indonesia, isu cinta beda agama seringkali terjadi antara umat Islam dan Kristiani. Kondisi ini berdasarkan pada kuantitas kedua agama tersebut yang paling banyak dianut di Indonesia.Â
Adanya pelabelan Islam sebagai "mayoritas" dan Kristen ataupun agama lain sebagai "minoritas" seolah-olah menghasilkan sebuah jarak yang berpotensi menimbulkan diskriminasi dalam hal beragama.Â
Agama mayoritas sering mendominasi dalam berbagai hal kehidupan sehingga agama minoritas terkadang merasa tersingkirkan atau dinomorduakan dalam beberapa aspek tertentu.Â
Oleh karena itu, diskriminasi terhadap agama adalah salah satu yang paling sering terjadi daripada konflik yang lain. Hal ini bukan tanpa penyebab, agama merupakan suatu hal yang paling konservatif sehingga setiap penganutnya seringkali punya sisi sensitif dalam upaya untuk mempertahankan apa yang ia yakini selama ini.
Diskriminasi ini merupakan sebuah bentuk perbedaan perlakuan terhadap kelompok tertentu. Alasan utama adanya diskrimasi terhadap agama karena tingkat toleransi yang rendah di antara umat yang berbeda agama.Â
Berbagai kasus intoleran di Indonesia masih cukup kerap terjadi. Sebagai contoh di beberapa daerah, individu yang berbeda agama atau kepercayaan terkadang masih terkucilkan dan tidak diberikan hak yang sama dengan yang lain sebagai masyarakat Indonesia. Yang lebih besar, sempat terjadi pengeboman tempat ibadah di beberapa daerah, bahkan ketika umatnya sedang melangsungkan ibadah.Â
Permasalahan ini bermula dari adanya konflik ideologi dalam beragama. Hal ini tentu cukup meresahkan dan dapat mengancam keselamatan warga negara apabila dibiarkan terus berlanjut.Â
Mereka memiliki keyakinan bahwa apa yang diajarkan dalam agama yang dianutnya adalah yang paling benar daripada lainnya. Keyakinan ini memang harus ada dalam diri setiap manusia yang beragama, tetapi cukup disimpan dalam dirinya dan ketika bersama dengan orang yang seagama saja. Tidak seharusnya membawa keyakinan ini untuk diperdebatkan dengan agama lain, apalagi untuk saling menjatuhkan.
Selain isu diksriminasi, perbedaan agama ini juga terkadang menimbulkan isu pluralisme. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pluralisme merupakan keadaan masyarakat yang majemuk (bersangkutan dengan sistem sosial dan politiknya).Â
Pada intinya, pluralisme selalu berhubungan dengan segala elemen yang berbeda dalam kehidupan masyarakat, termasuk dalam hal agama. Adanya pluralisme ini seharusnya menjadikan berbagai keragaman tersebut menjadi sebuah alasan untuk hidup berdampingan secara aman dan damai, bukan mengutamakan konflik sebagai solusi pemecah kemajemukan tersebut.
Isu agama di Indonesia ini seringkali dihubungkan dengan berbagai aspek kehidupan. Sebagai contoh, dalam hal politik, pernah terjadi kasus Ahok tentang penistaan agama Islam yang berkaitan dengan Surah Al Maidah.Â
Dalam hal sosial, adanya provinisi Aceh yang memiliki otonomi khusus daerah berlandaskan Islam, menuntut masyarakat non muslim turut menghormati dan menghargai hal tersebut, seperti dalam hal berpakaian yang sopan dinilai dari batasan-batasan tertentu. Bahkan, secara lebih mendalam, agama juga sering memunculkan dalam hal hubungan romansa.
Melihat cinta beda agama dari perspektif komunikasi lintas budaya memerlukan berbagai pemahaman, toleransi, dan apresiasi antara individu yang terlibat. Berbagai aspek dalam berkomunikasi dilibatkan. Perbedaan budaya dan nilai-nilai yang dianut masing-masing individu harus bisa diambil jalan tengahnya agar tidak terjadi konflik yang berkepanjangan.Â
Ajaran berbagai agama berbeda-beda tentang pernikahan berbeda agama. Sebagai contoh, di agama Islam tidak diperbolehkan untuk menikah dengan orang yang berbeda agama (tidak beragama Islam).Â
Apabila aturan ini dilanggar, maka pelakunya akan dianggap telah melakukan dosa besar berupa zina. Adanya aturan seperti itu membuat permasalahan cinta beda agama menjadi hal yang sangat rumit karena bertentangan dengan Tuhan.Â
Padahal, Tuhan merupakan penuntun utama dalam berkehidupan manusia yang beragama sehingga koridornya berada dalam urutan yang pertama harus dipatuhi.Â
Hal inilah yang seringkali memunculkan perspektif bahwa lebih baik menyudahi hubungan yang berbeda agama daripada berani mencoba tetapi tidak akan pernah menemukan jalan keluar, selain salah satunya harus berpindah agama ataupun mengakhiri semuanya.Â
Bukan hanya sulit sedari awalnya, cinta beda agama membutuhkan komitmen yang kuat antarindividu agar bisa menjalani berbagai penyesuaian dalam hubungannya. Salah satunya adalah dalam hal komunikasi. Terdapat berbagai poin penting untuk bisa memahami cinta beda agama dari perspektif komunikasi lintas budaya.
Hal yang pertama adalah berkaitan dengan pendidikan dan pemahaman. Perbedaan agama diantara keduanya mengharuskan mereka saling berkomitmen untuk mau mempelajari agama, budaya, dan tradisi satu sama lain. Berbagai perbedaan ini dapat berpengaruh pada bagaimana sebuah hubungan akan berjalan. Sebagai contoh, dalam pelaksanaan ibadah, masing-masing agama memiliki waktu yang berbeda-beda.Â
Dalam Islam, ibadah wajib dilakukan lima kali dalam sehari, sedangkan dalam Kristen dilakukan setiap seminggu sekali. Manajemen untuk bisa memilih waktu yang tepat berkomunikasi intens berdua harus bisa mempertimbangkan hal tersebut dan tidak boleh mengesampingkannya.Â
Penting untuk bisa memiliki komunikasi yang terbuka dan jujur tentang keyakinan agama dan praktik masing-masing pasangan. Terbuka dan jujur akan membatu mencegah terjadinya konflik di kemudian hari.Â
Pendidikan dan pemahaman ini bisa dipelajari melalui pasangan ataupun secara mandiri dari sumber lain, seperti buku, artikel, ataupun berdiskusi dengan orang yang lebih paham agama dan berpengalaman dalam interaksi lintas agama. Yang terpenting, kedua belah pihak harus memiliki inisiatif yang sama untuk belajar agar tidak terjadi ketidakseimbangan yang bisa memunculkan konflik.Â
Selain itu, masing-masing individu harus paham tentang proses belajar pasangannya sehingga tidak menuntut sesuatu yang lebih besar daripada memberikan sebuah apresiasi yang positif.
Hal selanjutnya adalah tentang toleransi. Sikap ini menjadi kunci utama agar sebuah cinta beda agama dapat berjalan dengan lebih damai serta minim konflik. Pasangan harus melihat perbedaan sebagai peluang untuk belajar dan tumbuh, bukan sebagai hambatan. Perbedaan yang ada tampaknya memang harus sudah disadari sedari awal memutuskan untuk menjalin hubungan.Â
Oleh karena itu, menghargai perbedaan adalah kunci untuk membangun hubungan yang sehat. Toleransi ini bukan hanya sekadar diyakini dalam diri, tetapi juga ikut dipraktikkan dalam hubungan keseharian. Dilihat dari contoh yang sederhana, ketika keduanya memutuskan untuk makan bersama, maka harus dipahami tentang larangan dalam ajaran agama pasangannya tentang makanan.Â
Dalam Islam tidak diperbolehkan untuk makan babi, sedangkan dalam Hindu tidak diperkenankan untuk makan sapi. Ketika masing-masing ada keinginan untuk memakan apa yang tidak dimakan pasangannya, makan harus ada persetujuan dahulu antara keduanya.Â
Selain itu, sikap toleran juga harus ditunjukkan dengan tidak menjerumuskan pasangannya untuk melanggar aturan agamanya semata-mata demi bisa makan bersama. Kesepakatan bersama mengenai praktik agama dalam hubungan mereka ini harus ditetapkan, sepeerti juga saat perayaan hari raya dan mengasuh anak ketika sudah menjalani biduk rumah tangga. Pada dasarnya, mencari titik temu yang dapat diterima oleh kedua belah pihak dapat membantu meminimalkan konflik.
Yang ketiga adalah mengatasi konflik dengan bijaksana. Penting untuk diingat bahwa setiap individu memiliki hak untuk keyakinan agama mereka sendiri. Pasangan harus saling mendukung dalam menjalankan praktik agama dengan bebas tanpa ada tekanan. Oleh karena itu, langkah pertama yang dilakukan agar tidak terjadi konflik adalah menghormati hak individu.Â
Setelah itu, adanya perbedaan dalam dialog interluktural diantara keduanya harus dilihat secara terbuka. Latar belakang agama dalam keluarga terkadang menjadi konflik utama dalam cinta beda agama. Tak jarang keluarga menekan hubungan beda agama bahkan menentangnya karena ideologi beragama yang dianutnya.Â
Ada yang sampai memutuskan hubungan keluarga akibat cinta beda agama. Konflik-konflik seperti ini tidak dapat dihindar. Penting untuk menghadapinya dengan penuh kebijaksanaan, empati, dan pengertian. Komunikasi anatar keduanya perlu dilakukan untuk menemukan solusi terbaik dari berbagai konflik yang dihadapi.
Permasalahan cinta beda agama dapat dikaitkan erat dengan teori akomodasi komunikasi dari Howard Giles sebagai sebuah solusi. Teori ini mempelajari tentang bagaimana kemampuan seseorang untuk memodifikasi responnya terhadap perilaku lawan bicaranya. Ketika berkomunikasi dengan orang yang beda budaya, termasuk agama, biasanya akan muncul asumsi-asumsi yang tidak sesuai dengan harapan kita.Â
Perbedaan yang ditemukan dari pasangan cenderung akan dijadikan pembanding antara keduanya. Perbandingan itu tidak selalu bersifat postif, tetapi terkadang juga negatif. Tantangannya adalah bagaimana perbedaan agama yang ada menghasilkan sebuah pembanding yang postitif antara kedua individu.
Adaptasi terus dilakukan dalam akomodasi komunikasi yang terjadi. Bentuk adaptasi tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu konvergensi dan divergensi. Konvergensi ini dapat dilihat ketika pasangan berusaha ikut terlibat dalam pembicaraan yang dilakukan. Dasar yang digunakan adalah persepsi terhadap pasangan, tetapi tetap selektif dan tidak secara mentah ikut menyetujui berbagai pandangan pasangannya.Â
Sedangkan dalam divergensi, individu tidak menunjukkan perilaku yang memperlihatkan adanya kesamaan antara satu dengan yang lain. Meskipun demikian, kondisi ini bukan berarti tidak memberikan tanggapan terhadap lawan bicara, tetapu berusaha untuk berdisosiasi terhadap pasangannya tersebut.
Di era globalisasi ini, peluang adanya cinta beda agama semakin menjadi-jadi. Ketika semua batasan bisa ditembus dengan adanya internet, maka semakin besar pula kesempatan untuk menjalin relasi dengan orang lain yang berbeda dari berbagai segi budaya, salah satunya agama.Â
Ketika dikaitkan dengan zaman sekarang ini, cinta beda agama bisa jadi sesuatu yang lebih kompeks. Ada yang semakin terbuka, tetapi ada juga yang justru semakin tertutup dengan hal tersebut. Meskipun demikian, sulit rasanya untuk menghindari berbagai kemungkinan akan terjadinya cinta beda agama.
Dilihat dari perspektif negara Indonesia, sampai saat ini, tidak diperbolehkan adanya pernikahan yang berlandaskan beda agama. Meskipun terdapat wilayah terntu yang memfasilitasi tentang itu, tetapi secara hukum negara tidak sah, terkecuali dalam akta nikah terdapat kesamaan agama.Â
Beberapa pasangan di Indonesia ada yang melakukan pernikahan dengan dua ritual agama. Akan tetapi, tidak semuanya begitu. Jalan alternatif yang dipilih adalah dengan berpindah agama secara tertulis saja, meskipun secara keimanan tetap menjadi hak masing-masing sebagai upaya agar pernikahannya diakui sah secara hukum negara.
Apabila dilihat dari pespektif keimanan, sebenarnya tidak ada yang dapat menghakimi keimanan seseorang, meskipun dirinya terlibat dalam cinta beda agama yang dilarang oleh keyakinan yang dianutnya. Kembali lagi, cinta adalah sebuah fitrah yang tidak bisa dihindari datangnya.Â
Meskipun manusia tidak dapat mengontrol rasanya, tetapi kita bisa mengontrol sikap kita terhadap rasa tersebut. Ketika dalam diri seseorang sudah ada keyakinan tentang hal ini sesuai dengan agamanya, maka sudah ada pertimbangan tentang risiko-risiko yang akan dijalani.Â
Adanya perpindahan dari satu agama ke agama yang lain menjadi sebuah hak pribadi individu karena memang dalam aturan negara terdapat kebebasan beragama, bahkan dalam ajaran agama manapun juga tidak ada pemaksaan untuk masuk dan beriman didalamnya.
Pada intinya, di era serba mudah sekarang ini, cinta beda agama bukan menjadi hal yang rumit apabila ada toleransi dan keterbukaan antara kedua belah pihak. Risiko kedepannya harus menjadi kesadaran sedari awal sehingga meminimalisir penyesalan di kemudian hari.Â
Apabila tidak ada niatan untuk salah satunya atau keduanya berpindah pada agama yang sama, maka lebih baik untuk melaksanakan pernikahan di negara lain yang sudah mengesahkan tentang pernikahan beda agama. Hal ini agar tidak bertentangan dengan norma sosial di masyarakat.Â
Sebagai warga negara yang baik, maka harus mematuhi aturan yang ada dengan baik pula. Keputusan menikah di luar negeri akan meminimalisir adanya asumsi-asumsi negatif tentang pasangan tersebut.Â
Asalkan keputusan ini tidak merugikan pihak lain, maka rasanya sah-sah saja ketika memilih untuk menikah beda agama di luar negeri. Untuk segala risiko mengenai agama dan Tuhan, hal itu menjadi tanggungan masing-masing pribadi yang sudah diyakini sedari awal.
Selain itu, bisa jadi terdapat keputusan untuk salah satu atau kedua pihak berpindah agama yang sama. Hal ini tentu menjadi sebuah pertimbangan yang berat untuk berpindah agama karena itu akan mengubah berbagai aspek kehidupan.Â
Tidak boleh ada paksaan antara satu sama lain dalam pengambilan keputusan ini. Mengenai risiko seperti pertentangan keluarga dan lain sebagainya, hal ini dapat dikomunikasikan dan diambil kesepakatan sedari awal. Bisa jadi alasan awal berpindah agama adalah karena cinta. Akan tetapi, jangan sampai cinta kepada manusia mengalahkan tahta cinta kita kepada Tuhan yang telah menciptakan manusia tersebut.Â
Artinya, keputusan pindah agama harus benar-benar dari lubuk hati dan keinginan pribadi sehingga ketika menjalani tidak setengah hati hanya untuk sekedar kedok pernikahan saja, tetapi agama itu pula yang akan tetap ia jalani dan jadikan pedoman sampai akhir hayat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H