Penting untuk bisa memiliki komunikasi yang terbuka dan jujur tentang keyakinan agama dan praktik masing-masing pasangan. Terbuka dan jujur akan membatu mencegah terjadinya konflik di kemudian hari.Â
Pendidikan dan pemahaman ini bisa dipelajari melalui pasangan ataupun secara mandiri dari sumber lain, seperti buku, artikel, ataupun berdiskusi dengan orang yang lebih paham agama dan berpengalaman dalam interaksi lintas agama. Yang terpenting, kedua belah pihak harus memiliki inisiatif yang sama untuk belajar agar tidak terjadi ketidakseimbangan yang bisa memunculkan konflik.Â
Selain itu, masing-masing individu harus paham tentang proses belajar pasangannya sehingga tidak menuntut sesuatu yang lebih besar daripada memberikan sebuah apresiasi yang positif.
Hal selanjutnya adalah tentang toleransi. Sikap ini menjadi kunci utama agar sebuah cinta beda agama dapat berjalan dengan lebih damai serta minim konflik. Pasangan harus melihat perbedaan sebagai peluang untuk belajar dan tumbuh, bukan sebagai hambatan. Perbedaan yang ada tampaknya memang harus sudah disadari sedari awal memutuskan untuk menjalin hubungan.Â
Oleh karena itu, menghargai perbedaan adalah kunci untuk membangun hubungan yang sehat. Toleransi ini bukan hanya sekadar diyakini dalam diri, tetapi juga ikut dipraktikkan dalam hubungan keseharian. Dilihat dari contoh yang sederhana, ketika keduanya memutuskan untuk makan bersama, maka harus dipahami tentang larangan dalam ajaran agama pasangannya tentang makanan.Â
Dalam Islam tidak diperbolehkan untuk makan babi, sedangkan dalam Hindu tidak diperkenankan untuk makan sapi. Ketika masing-masing ada keinginan untuk memakan apa yang tidak dimakan pasangannya, makan harus ada persetujuan dahulu antara keduanya.Â
Selain itu, sikap toleran juga harus ditunjukkan dengan tidak menjerumuskan pasangannya untuk melanggar aturan agamanya semata-mata demi bisa makan bersama. Kesepakatan bersama mengenai praktik agama dalam hubungan mereka ini harus ditetapkan, sepeerti juga saat perayaan hari raya dan mengasuh anak ketika sudah menjalani biduk rumah tangga. Pada dasarnya, mencari titik temu yang dapat diterima oleh kedua belah pihak dapat membantu meminimalkan konflik.
Yang ketiga adalah mengatasi konflik dengan bijaksana. Penting untuk diingat bahwa setiap individu memiliki hak untuk keyakinan agama mereka sendiri. Pasangan harus saling mendukung dalam menjalankan praktik agama dengan bebas tanpa ada tekanan. Oleh karena itu, langkah pertama yang dilakukan agar tidak terjadi konflik adalah menghormati hak individu.Â
Setelah itu, adanya perbedaan dalam dialog interluktural diantara keduanya harus dilihat secara terbuka. Latar belakang agama dalam keluarga terkadang menjadi konflik utama dalam cinta beda agama. Tak jarang keluarga menekan hubungan beda agama bahkan menentangnya karena ideologi beragama yang dianutnya.Â
Ada yang sampai memutuskan hubungan keluarga akibat cinta beda agama. Konflik-konflik seperti ini tidak dapat dihindar. Penting untuk menghadapinya dengan penuh kebijaksanaan, empati, dan pengertian. Komunikasi anatar keduanya perlu dilakukan untuk menemukan solusi terbaik dari berbagai konflik yang dihadapi.
Permasalahan cinta beda agama dapat dikaitkan erat dengan teori akomodasi komunikasi dari Howard Giles sebagai sebuah solusi. Teori ini mempelajari tentang bagaimana kemampuan seseorang untuk memodifikasi responnya terhadap perilaku lawan bicaranya. Ketika berkomunikasi dengan orang yang beda budaya, termasuk agama, biasanya akan muncul asumsi-asumsi yang tidak sesuai dengan harapan kita.Â