TMII sebagai pengelolaa objek wisata yang core competence-nya adalah mengelola berbagai artefak kebudayaan tentang Indonesia, menurut saya bisa mengembangkan konten pluralisme dalam upaya membangun pemahaman keindonesiaan. Umpamanya, TMII bisa mengembangkan topik tentang pentingnya pluralisme budaya atau agama melalui platform community blog, media sosial (Facebook, Twitter, Path), video sharing Youtube, photography sharing (Instagram, Flickr, dll). Dengan strategi konten yang terintegrasi dan menyebar ke berbagai saluran media, maka hal ini memungkinkan orang untuk mudah mengakses dan membagikannya. Dengan cara ini, maka viral marketing tentang konten pluralisme yang dikembangkan oleh TMII bisa sangat powerful dan tersebar luas.
Contoh sederhananya, TMII bisa mengembangkan konten tentang topik pentingnya pluralisme budaya dan agama bisa melalui artikel, foto, dan video secara atraktif. Misalnya dengan video, TMII bisa menciptakan narasi tentang sejarah Indonesia, jumlah pulau, bahasa, etnis, dan agama yang dimiliki, dan mengapa pentingnya pluralisme serta menjauhi chauvinisme atau ekstremisme agama. Dengan konten ini, TMII bisa mengedukasi masyarakat (khususnya anak muda dan Netizen) melalui konten tentang pentingnya pluralisme. Harapannya, masyarakat mulai sadar untu menjaga pesona Indonesia.
Soft-Selling
Apa jadinya apabila TMII bisa mengembangkan konten tentang pluralisme secara menarik? Yang terjadinya TMII akan menjadi sumber rujukan konten pluralisme. Dengan mengembangkan community blog dan secara reguler serta konsisten mengembangkan topik pluralisme dengan menarik, maka bukan tidak mungkin TMII akan dipercaya oleh masyarakat. Bila sudah dipercaya, maka secara sukarela masyarakat akan mempromosikan TMII sebagai pusat konten pluralisme ataupun objek wisata pluralisme. Dalam teori ilmu manajemen pemasaran, inilah yang disebut word of mouth (WOM). Artinya, dengan sadar dan sukarela, masyarakat merekomendasikan TMII sebagai pusat konten atau tempat wisata yang mengedukasi masyarakat tentang pluralisme.
Apabila efek WOM ini berjalan, maka bukan tidak mungkin ini akan mendorong jumlah kedatangan masyarakat ke objek wisata TMII. Contoh yang paling sering kita lihat adalah wisata kuliner. Bisnis kuliner rata-rata didorong oleh efek WOM yang sangat kuat dengan platform terintegrasi antara website/blog serta social media dan content creation secara atraktif. Banyak orang me-review tentang masakan dan tempat makannya di blog dan media sosial. Hasil review itu akan jadi rujukan para penggila kuliner di internet. Apabila puas dengan masakan dan tempatnya, mereka kerap merekomendasikan pada teman-teman komunitasnya. Ini adalah kebiasaan baru pada konsumen: search and share.
Untuk itu, saya optimis bahwa dengan strategi konten yang kuat, hal ini dapat menciptakan efek WOM luar biasa bagi TMII untuk segmen anak muda atau Netizen. Dengan demikian, misi TMII untuk mengedukasi masyarakat dapat terlaksana. Ketika semua konten yang dikembangkan TMII itu relevan dan menarik bagi generasi muda (dalam hal ini menangkal radikalisme di bumi pertiwi), maka hal ini akan menjadikan TMII sebagai referensi yang bisa memenuhi aspirasi. Di usianya yang ke-40, ini adalah momentum bagi TMII untuk terus maju dan menjadi sumber inspirasi peradaban bangsa. 40tahuntmii
* Tulisan ini dibuat untuk mengikuti kompetisi blog "40 tahun Taman Mini Indonesia Indah"
Sumber gambar:Â http://www.haringlakbay.com/post/tmii/attachment/taman-mini-indonesia-indah/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H