Mohon tunggu...
Iryan Ali
Iryan Ali Mohon Tunggu... -

Lahir dan besar di Karawang. Saat ini tinggal di Jakarta. B: www.iryanah.com F: Iryan Ah T: @iryanah

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Peran TMII: Menangkal Radikalisme, Mengedukasi Pluralisme

31 Maret 2015   19:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:43 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah terjadinya revolusi digital di Tanah Air (Indonesia 2.0), masyarakat memiliki kebebasan bersuara dan berpolitik di internet. Mereka diperkenankan untuk menyuarakan aspirasinya melalui media sosial, blog, video sharing, photography sharing, dll. Dan, bisa kita saksikan sendiri bagaimana keriuhan berpendapat dan berpolitik masyarakat Indonesia begitu sangat gaduh di internet khususnya media sosial (Facebook, Twitter, Path, Instagram, dll). Contohnya adalah masa kampanye Pemilu tahun lalu yang berlangsung cukup kompetitif, tapi berjalan damai.

Namun, apabila kita amati secara cermat, di kala penetrasi internet yang semakin kuat cengkramannya di Indonesia, saya melihat ada jenis perilaku baru dalam penggunaan media sosial terkait menyuarakan aspirasi politiknya yakni menyebarkan ektremisme (radikalisme) agama secara jelas dan terbuka. Para anggota kelompok garis keras ini melakukan kampanye ekstremisme agama demi kepentingan penarikan dukungan massa, rekrutmen, pengumpulan dana, dan propaganda isu.

Munculnya kelompok ekstremisme agama di media sosial ini sebenarnya menjadi ancaman besar bagi Indonesia sebagai bangsa pluralis secara budaya dan agama. Para kaum ekstremis ini kerap melakukan propaganda perlunya pembentukan sistem pemerintahan berdasarkan agama tertentu, pemberlakuan hukum agama, dibubarkanya NKRI, hancurkan Pancasila, dll. Itu adalah pernyataan-pernyataan politik garis keras yang kerap muncul dalam bentuk status perseorangan atau lembaga di media sosial dan blog/website. Karena saking mengerikannya dan menjadi ancaman, kini muncul wacana untuk penutupan situs-situs yang menyebarkan ekstremisme agama oleh Pemerintah.

Contoh yang paling terlihat gamblang adalah munculnya Pan Islamisme yang kerap dipropagandakan oleh kelompok ekstremis di media sosial atau website. Segala bentuk pernyataan radikal itu bisa kita lihat dari perilaku mereka yang gencar mempromosikan ekstremisme. Beberapa situs berita kerap mendukung terhadap pandangan radikalisme dan menjadi sumber rujukan pengguna media sosial. Bahkan, beberapa tokoh agama kerap menjadi endorser kelompok garis keras dengan pernyataan-pernyataan yang kontroversial.

Indonesia menjadi salah satu negara yang sangat rentan terhadap penggunaan media sosial untuk radikalisme politik. Hal ini bisa kita saksikan di media sosial, baik lingkungan teman sendiri ataupun luas. Pengalaman pribadi, saya memiliki teman yang aktif di salah satu organisasi kemasyarakat Islam. Ia sangat gencar aktif mempromosikan tentang kebaikan kembalinya khilafah Islam. Ia cenderung menolak Pancasila, demokrasi, hukum universal, hukum adat, dll. Bahkan tak jarang, menghujatnya cukup kasar. Ternyata, setiap pernyataannya itupun banyak diikuti oleh orang lain.

Terus terang, saya merasa sedih, dengan kondisi demikian. Ini bisa menjadi ancaman terhadap keindonesiaan yang sudah dibangun sudah lama dibangun oleh para founding fathers bangsa. Harus ada upaya mengedukasi masyarakat atau mengonter konten yang dikembangkan kelompok ekstremis di media sosial. Menurut saya, salah satu yang bisa melakukan upaya edukasi dan konter isu ekstremis ini adalah pengelola Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Mengapa? Ada dua alasan.

Pertama, TMII adalah pihak yang cukup paling otoritatif mengetahui tentang pluralitas Indonesia. Seharusnya ada lembaga negara yang mengedukasi masyarakat tentang pluralisme, sayangnya tidak ada yang concern untuk melakukan ini. Oleh karena itu, tidak ada salahnya TMII untuk mengembangkan konten dan mengedukasi masyarakat tentang keindonesiaan dan pluralisme. Kedua, mengedukasi ini juga memiliki keuntungan bagi TMII sebagai upaya promosi objek wisata yang dimilikinya kepada segmen anak-anak muda dan Netizen melalui konten keindonesiaan dan pluralisme. Strategi konten ini adalah upaya TMII membangun brand equity TMII (awareness, association, perceived quality, loyalty) dan soft-selling kepada masyarakat Indonesia tentang situs objek wisata budayanya.

Sampai saat ini, sebenarnya TMII adalah aset bangsa yang turut mengedukasi masyarakat tentang pentingnya keindonesiaan dan pluralisme. Untuk semakin mengokohkan perannya, maka kita semua berharap agar TMII untuk terus berperan mengedukasi masyarakat. Berkaitan dengan berkembangnya propaganda radikalisasi agama di media sosial, maka saya berharap agar TMII pun terlibat dalam arus pertarungan wacana ini di medan media sosial. Dengan demikian, Indonesia Indah akn tetap lestari.

[caption id="attachment_375958" align="aligncenter" width="599" caption="Peta Kesatuan Indonesia"][/caption]

Strategi Konten

Mengedukasi masyarakat tentang arti keindonesiaan dan pluralisme dan mengonter terhadap berbagai isu-isu radikalisme keagamaan atau kedaerahan merupakan hal penting di era keterbukaan digital saat ini. Apabila masyarakat tidak diedukasi, ini bisa sangat membahayakan bagi keutuhan negara. Mengapa? Jika kita biarkan para aktivis politik garis keras memanfaatkan media sosial untuk menarik dukungan, ini bisa meruntuhkan keyakinan atau memecah-belah masyarakat terhadap arti keindonesiaan. Oleh karena itu, perlu strategi konten untuk mengedukasi masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun