Di banyak daerah, pada awal September 2024 ini telah berlangsung pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), baik untuk tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota.Â
Menarik bila kita menyimak pemeberitaan di media massa, ternyata cukup banyak anggota legislatif yang setelah dilantik langsung menggadaikan Surat Keputusan (SK) pengangkatannya.
Maksud berita tersebut adalah menjadikan SK sebagai jaminan dalam rangka mendapatkan pinjaman dari bank yang ada di kota domisili seorang anggota DPRD.
Nantinya, gaji bulanan si anggota DPRD akan dipotong bank setiap bulannya untuk mencicil pinjaman (plus bunganya), sampai pinjaman itu lunas.
Sebetulnya, istilah menggadaikan SK ke bank merupakan istilah yang salah kaprah, karena bank bukan lembaga pegadaian. Tapi, istilah ini lazim digunakan masyarakat.
Gadai pada umumnya berlaku untuk barang yang dipakai sebagai jaminan, di mana bila si peminjam tidak mengembalikan pinjamannya sampai waktu tertentu, pihak lembaga gadai berhak melelang barang gadai.
Sedangkan SK anggota DPRD atau SK kepegawaian lainnya tidak bisa dilelang, misalnya si pegawai tidak mampu melunasi utang. Makanya, gaji si pegawai akan dipotong langsung oleh pihak bank.
Detik.com (7/9/2024) sebagai contoh, menuliskan tentang 4 orang anggota DPRD Pasuruan, Jawa Timur, yang setelah pelantikan langsung menggadaikan SK-nya.Â
Diduga masih banyak anggota DPRD Pasuruan lainnya yang akan mengikuti jejak teman-temannya yang 4 orang itu tadi.
Cara seperti itu terjadi juga di DPRD lainnya. Boleh dikatakan, hal ini cara yang yang sudah lazim di mana-mana.Â
Ini berkemungkinan besar ada kaitannya dengan besarnya biaya kampanye yang telah dikeluarkan oleh anggota DPRD.
Berapa biaya kampanye untuk menjadi seorang anggota legislatif? Tentu setiap calon legislatif (caleg) punya pengalaman yang berbeda-beda.Â
Tapi, pandangan umum mengatakan betapa mahalnya biaya yang dikeluarkan caleg. Jangankan untuk menjadi anggota DPR-RI, DPRD tingkat kabupaten/kota saja sudah demikian besar.
Nah, bagi caleg yang memang telah punya tabungan yang memadai, tak masalah dengan biaya kampanye yang besar itu.
Namun, bagi yang dananya belum cukup, terpaksa berutang ke berbagai pihak. Utang biaya kampanye itulah yang diduga akan dilunasi dengan menggadaikan surat keputusan itu tadi.
Berapa bank bisa memberikan pinjaman? Tentu tergantung dengan penghasilan resmi anggota DPRD. Biasanya, bank masih mentolerir potongan bulanan sebesar 50 persen dari gaji.
Untuk Anggota DPRD Pasuruan yang diceritakan di atas, pinjaman dari bank yang didapat mereka adalah sebesar Rp 500 juta per orang.
Pinjaman tersebut akan dicicil selama 5 tahun, yakni selama periode keanggotaannya sebagai anggota dewan.
Bagaimana kalau terjadi pergantian antar waktu? Atau ada kasus yang membuat seseorang kehilangan jabatan sebagai anggota dewan. Apakah jadi masalah, jika pinjamannya di bank belum lunas?
Tentu kemungkinan terjadinya hal tersebut sudah diperhitungkan oleh pihak bank. Jika berkaca pada pinjaman bank kepada para pekerja yang punya gaji tetap, sudah ada langkah mitigasinya.
Pekerja yang diberhentikan sebelum usia pensiun normal, bila memperoleh hak pesangon, bank berhak mengambil pesangon sebagai pelunas utang pekerja.
Lagi pula, pekerja yang meminjam dibebankan premi asuransi kredit, sehingga jika nantinya kredit tersebut karena sesuatu hal menjadi macet, akan diajukan klaim ke pihak asuransi.
Selain itu, untuk pejabat level tertentu ada lagi semacam asuransi jabatan. Kalau si pejabat dihentikan sebelum waktunya, dapat mengajukan klaim.
Tapi, apakah anggota DPRD dapat fasilitas semacam asuransi jabatan itu atau tidak, belum didapat informasi.
Jadi, tak ada yang mesti dipersoalkan terkait ramai-ramainya anggota DPRD menggadaikan SK-nya ke bank. Ini hal yang normal-normal saja.
Nah, Â pertanyaannya, bagi caleg yang kalah, padahal terlanjur punya utang besar, bagaimana caranya melunasi utang? Tentu, mau tak mau harus melego aset yang dipunyainya.Â
Masalahnya, kalau aset yang dipunyainya tidak cukup untuk membayar utang, akibatnya bisa fatal. Bukankah pernah terjadi caleg yang gagal, kemudian menderita depresi dan menjadi pasien rumah sakit jiwa.
Maka, sebelum seseorang jadi caleg, sebaiknya telah mengukur kemampuan finansialnya. Jika terpaksa berutang, sudah punya aset untuk mengembalikannya, sekiranya tidak terpilih jadi anggota dewan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H