Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Jangan Biarkan Sadikin dan Jamila Menggerogoti Kita

19 September 2024   05:22 Diperbarui: 19 September 2024   07:54 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dok. Kompas/Heryunanto

Sadikin dan Jamila di sini bukanlah nama orang, tapi berkaitan dengan kondisi seseorang, yakni mereka yang "sakit sedikit menjadi miskin" (sadikin) dan "jatuh miskin lagi" (jamila).

Jelas, sadikin dan jamila bukan kondisi yang diinginkan seseorang, tapi menjadi hal yang tak terhindarkan bagi kelompok masyarakat tertentu, ketika tingkat kesejahteraannya menurun.

Bukankah sekarang pembicaraan tentang nasib kelas menengah yang mepet-mepet ke kelas bawah, lagi sering mengemuka di media massa?

Per definisi, range kelas menengah itu memang amat lebar. Lazimnya terbagi atas 3 kelompok, yakni menengah-bawah, menengah-menengah, dan menengah-atas.

Celakanya, di negara kita, yang termasuk kelas menengah itu didominasi oleh yang mepet-mepet itu tadi. Sehingga, jika terjerembab sedikit saja, jatuhlah statusnya masuk kelompok bawah.

Kenapa mereka bisa terjerembab? Ada beberapa kemungkinan yang jadi penyebabnya, yakni seperti diuraikan berikut ini.

Pertama, mereka yang tadinya punya pekerjaan tetap, kemudian terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Jumlah yang terkena PHK ini semakin banyak, seiring dengan banyaknya perusahaan yang bangkrut.

Kedua, yang tidak kena PHK kondisinya tentu lebih baik. Tapi, daya belinya bisa turun karena kenaikan harga barang, terutama kelompok bahan pokok.

Ketiga, mereka yang terancam karena akan diketatkannya pemberian subsidi BBM. Maksudnya, pengisian bahan bakar jenis biosolar dan pertalite akan lebih selektif.

Bahkan, tiket kereta api pun kabarnya akan dikaitkan dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Bisa jadi, kelompok pekerja tetap tidak lagi menikmati tiket murah.

Keempat, mereka yang tinggal di lokasi yang baru saja terkena bencana alam dan berdampak pada kehidupan masyarakat di sekitar lokasi terjadinya bencana itu.

Seperti diketahui, negara kita termasuk negara yang rawan bencana alam, mulai dari erupsi gunung berapi hingga gelombang tsunami. Belum lagi musibah banjir dan tanah longsor yang relatif sering terjadi. 

Kelima, mereka yang baru terkena musibah. Jika bencana alam berdampak secara massal, maka musibah yang dimaksud di sini bersifat individual. Contohnya, musibah kecelakaan lalu lintas, kebakaran, dan sebagainya.

Pokoknya, mereka yang masuk kelas menengah namun belum kokoh kedudukannya, sangat gampang terjerembab karena hal-hal di atas atau sebab lainnya.

Jika kelas menengah itu turun kelas, sementara tetap harus mencicil kredit kepemilikan rumah dan kendaraan, ini juga masuk rentan menjadi kelompok Sadikin dan Jamila.

Bagaimana caranya agar kelas menengah yang mepet ke kelas bawah ini terhindar dari Sadikin dan Jamila?

Apakah mereka memang tidak boleh sakit? Tak ada orang yang ingin sakit, tapi kemungkinan sakit harus diantisipasi. Jika tidak menunggak iuran BPJS Kesehatan, tentu lebih terjamin. 

Apakah pemerintah tak boleh selektif memberikan subsidi? Mengingat anggaran pemerintah sangat terbatas, wajar saja bila pemerintah ingin pemberian subsidi hanya untuk kelas sangat bawah.

Nah, ada beberapa hal yang perlu dilakukan, baik oleh individu, maupun oleh pemerintah, agar kesejahteraan kelas menengah yang agak berat ke bawah itu tidak nyungsep.

Pertama, bagi individu yang merasa masuk kelompok rawan turun kelas, dari sisi pengeluaran perlu lebih berhemat. 

Caranya, dengan memikir ulang setiap akan membeli sesuatu, apakah barang yang akan dibeli itu betul-betul dibutuhkan. Jangan membeli sesuatu sekadar untuk menaikkan gengsi.

Kedua, dari sisi pendapatan perlu pula ditelaah. Apakah ada sumber pendapatan baru yang potensial untuk digarap, meskipun sudah punya pekerjaan tetap. Toh, di luar jam kerja, masih bisa dipakai untuk hal yang produktif.

Bukankah bagi orang yang kreatif banyak hal yang bisa dieksplorasi dengan memanfaatkan teknologi informasi. Contohnya, melakukan penjualan barang atau jasa secara online, menjadi content creator, dan sebagainya.

Ketiga, perlu memiliki dana darurat agar jika sewaktu-waktu menjadi korban terdampak bencana alam atau terkena PHK, sementara belum dapat pekerjaan baru, masih punya dana untuk menutupi kebutuhan sehari-hari.

Keempat, bagi pemerintah dan lembaga terkait lainnya diharapkan untuk lebih mengefektifkan berbagai program yang membantu kehidupan masyarakat marjinal.

Program dimaksud misalnya adalah Program Keluarga Harapan yang di dalamnya termasuk pemberian Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Indonesia Sehat.

Selanjutnya, ada program pemberdayaan ekonomi, kewirausahaan, akses modal melalui Kredit Usaha Rakyat dan program dana bergulir. Termasuk juga di sini program pelatihan yang relevan.

Dengan melakukan beberapa langkah di atas, mudah-mudahan Sadikin dan Jamila tidak akan gampang menggerogoti kita

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun