Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pilkada Serentak, Idealnya di Setiap Daerah Ada Tiga Paslon

28 Agustus 2024   09:27 Diperbarui: 28 Agustus 2024   09:59 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukankah kalau akhirnya terjadi calon tunggal, akan mengebiri hak politik rakyat? Ini jelas fenomena yang memprihatinkan. Partai-partai seakan menggiring masyarakat untuk menjatuhkan pilihan pada paslon tunggal itu.

Memang, dengan satu paslon akan ada kotak kosong sebagai pilihan bagi pemilih yang tidak menyukai paslon tunggal itu. Artinya, bisa saja masyarakat menghukum partai dengan memenangkan kotak kosong.

Tapi, hal itu akan membuat diulangnya pilkada pada kesempatan berikutnya. Tentu, biaya pilkada akan membengkak dan sangat tidak efisien.

Untunglah, dalam kondisi "darurat demokrasi" itu, Mahkamah Konstitusi (MK) mampu memainkan peranan pentingnya. Putusan MK baru-baru ini tentang pilkada threshold memberi angin segar.

Dengan putusan itu, sejumlah partai bisa mengusung paslon sendiri tanpa perlu bekerja sama dengan partai lain. 

Sebagai contoh, di DKI Jakarta PDI-P berhak mengajukan paslon, di mana pada ketentuan sebelumnya jumlah kursi PDI-P belum cukup untuk mengusung paslon sendiri.

Di atas telah diuraikan tentang tidak idealnya jika hanya ada calon tunggal. Lalu, sebetulnya berapa paslon yang dianggap ideal? Tak ada rumus bakunya. Tulisan ini adalah pendapat pribadi saja.

Meskipun demikian, jika terlalu banyak calon, tentu akan membingungkan pemilih. Contohnya, pada pemilihan legislatif (pileg), saking banyaknya calon, ukuran kertas suara menjadi sangat besar dan lebar.

Banyak calon legislatif (caleg) yang tidak dikenal masyarakat dan mengamati satu persatu nama-nama di kertas suara juga bukan hal yang dimaui pemilih.

Tak heran, kalau komedian Komeng mendulang jutaan suara di Jawa Barat. Komeng yang wajahnya sudah sangat dikenal, langsung dipilih banyak orang karena calon lain relatif tidak dikenal.

Nah, kembali ke pilkada, berapa paslon yang dianggap terlalu banyak? Rasanya, bila paslonnya dua, ini masih sedikit dan masih membatasi pilihan pemilih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun