Pilkada Serentak 2024 telah memasuki tahap pendaftaran pasangan calon (Paslon). Pendaftaran Pilkada 2024 ini berlangsung 3 hari, yakni dari 27 hingga 29 Agustus ini.
Adapun pelaksanaan pilkadanya dijadwalkan pada 27 November mendatang, yang serentak dilakukan di semua provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Pilkada menjadi ajang bagi rakyat yang mempunyai hak pilih untuk melaksanakan hak demokrasinya dalam memilih pemimpin di daerahnya.
Namanya juga memilih, tentu harus punya beberapa paslon, baik untuk calon gubernur-calon wakil gubernur dan calon bupati-calon wakil bupati atau calon wali kota-calon wakil wali kota.Â
Jika hanya ada satu paslon, ini kondisi yang sangat tidak sehat dilihat dari sisi pelaksanaan prinsip demokrasi. Maka, sangat dibutuhkan kesadaran semua partai politik untuk menyiapkan kader terbaiknya.
Kalaupun ada partai yang belum punya kader yang dinilai layak menjadi kepala daerah, pengurus partai harus mampu menjaring aspirasi masyarakat tentang siapa calon pemimpin yang mereka inginkan.
Berbagai lembaga survei yang mengukur elektabilitas bakal calon (balon), sangat membantu partai untuk menentukan paslon yang akan diusungnya.
Jadi, balon yang bukan kader partai, jika punya potensi untuk bersaing di pilkada, bisa diakomodir oleh partai untuk dicalonkan.
Artinya, jika semua parpol kreatif dalam menjaring aspirasi masyarakat, tentu tidak akan ada calon tunggal di suatu daerah.
Masalahnya, ada kesan bahwa telah terbangun semacam politik oligarki. Antar partai bukannya bersaing, tapi justru kompak mengusung satu paslon.
Bukankah kalau akhirnya terjadi calon tunggal, akan mengebiri hak politik rakyat? Ini jelas fenomena yang memprihatinkan. Partai-partai seakan menggiring masyarakat untuk menjatuhkan pilihan pada paslon tunggal itu.
Memang, dengan satu paslon akan ada kotak kosong sebagai pilihan bagi pemilih yang tidak menyukai paslon tunggal itu. Artinya, bisa saja masyarakat menghukum partai dengan memenangkan kotak kosong.
Tapi, hal itu akan membuat diulangnya pilkada pada kesempatan berikutnya. Tentu, biaya pilkada akan membengkak dan sangat tidak efisien.
Untunglah, dalam kondisi "darurat demokrasi" itu, Mahkamah Konstitusi (MK) mampu memainkan peranan pentingnya. Putusan MK baru-baru ini tentang pilkada threshold memberi angin segar.
Dengan putusan itu, sejumlah partai bisa mengusung paslon sendiri tanpa perlu bekerja sama dengan partai lain.Â
Sebagai contoh, di DKI Jakarta PDI-P berhak mengajukan paslon, di mana pada ketentuan sebelumnya jumlah kursi PDI-P belum cukup untuk mengusung paslon sendiri.
Di atas telah diuraikan tentang tidak idealnya jika hanya ada calon tunggal. Lalu, sebetulnya berapa paslon yang dianggap ideal? Tak ada rumus bakunya. Tulisan ini adalah pendapat pribadi saja.
Meskipun demikian, jika terlalu banyak calon, tentu akan membingungkan pemilih. Contohnya, pada pemilihan legislatif (pileg), saking banyaknya calon, ukuran kertas suara menjadi sangat besar dan lebar.
Banyak calon legislatif (caleg) yang tidak dikenal masyarakat dan mengamati satu persatu nama-nama di kertas suara juga bukan hal yang dimaui pemilih.
Tak heran, kalau komedian Komeng mendulang jutaan suara di Jawa Barat. Komeng yang wajahnya sudah sangat dikenal, langsung dipilih banyak orang karena calon lain relatif tidak dikenal.
Nah, kembali ke pilkada, berapa paslon yang dianggap terlalu banyak? Rasanya, bila paslonnya dua, ini masih sedikit dan masih membatasi pilihan pemilih.
Lagi pula, dengan dua paslon berpotensi membuat masyarakat terbelah bila keduanya memainkan politik identitas. Akibatnya, isu SARA bisa membuat antar pendukung saling hujat yang membahayakan persatuan bangsa.
Jadi, paling tidak di setiap daerah ada tiga paslon. Empat paslon pun oke. Kalau lima atau lebih, sekali lagi, ini pendapat pribadi, rasanya terlalu banyak.
Tapi, pada akhirnya bukan soal berapa paslon yang terpenting. Yang diharapkan adalah terpilihnya kepala daerah yang betul-betul berjuang demi kepentingan rakyat, bukan kepentingan kelompok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H