Begitulah, Starmoon terlihat selalu ceria, karena para tamu datang memesan kopi, lalu mereka ngobrol diselingi suara cekikian atau tertawa lebar.Â
Tak sekadar minum kopi, Emon juga menyediakan snack berupa keripik dan kacang yang dibelinya di toko grosir makanan kecil.Â
Memasuki bulan ketiga, mulai muncul hal yang diluar ekspektasi Emon. Suatu malam, ada 2 tamu yang masing-masing hanya minum segelas kopi, tapi ngobrolnya hingga jam 02.00 dinihari.
Padahal, selama ini, kalau pun ada tamu yang kebablasan ngobrol, jam 01.00 mereka sudah pulang dan Starmoon pun tutup.Â
Dengan demikian, Emon dan Juned masih bisa tidur sekitar 6 jam, sebelum paginya berbelanja bahan baku kopi dan makanan kecil.
Lebih parah lagi, kemudian ada tamu yang pulang jam 03.00 karena lama curhat ke temannya, soal kariernya yang mentok akibat persaingan yang tidak sehat dengan temannya.
Akhirnya, menjadi kebiasaan kedai baru bisa tutup antara pukul 03.00 hingga 04.00. Hal ini betul-betul membuat stamina Emon dan Juned anjlok.
Emon enggan mengingatkan tamu agar pulang, karena sepertinya si tamu memang menjadikan Starmoon sebagai pelarian, mungkin karena berantem dengan istrinya.
Kemudian, pukulan telak bagi Emon justru berasal dari saudara sepupunya sendiri. Juned dengan tegas menyatakan menyerah dan meninggalkan Starmoon begitu saja.
Apa boleh buat, Emon terpaksa sendirian mengelola warung kopi. Dan sejak saat itu pelanggan turun drastis, mungkin pelayanan Emon tidak maksimal karena dalam kondisi mengantuk berat.Â
Pernah Starmoon tak dapat tamu sama sekali, yang jelas membuat Emon menjadi rugi. Tak ada pilihan lain bagi Emon, selain mantap memutuskan untuk menutup kedai kopinya.