Kesenjangan itu akan makin melebar bila perusahaan kelas menengah dikeluarkan dari UMKM, dan hanya mengambil UMK saja.
Agar kesenjangan itu bisa dipersempit, maka produktivitas UMK perlu ditingkatkan, yang secara kumulatif harus lebih tinggi dari pada peningkatan produktivitas sektor non-UMK.
Karena pelaku usaha mikro dan kecil ini disebut juga kelompok yang lemah ekonominya, maka tak bisa lain, keperbihakan pemerintah harus makin tegas.
Memang, di level pemerintah pusat ada kementerian yang khusus membidangi UMKM. Demikian pula di level daerah, ada dinas yang khusus menangani UMKM.
Tapi, ironisnya, tak jarang pelaku usaha kecil itu justru dikejar-kejar aparat pemerintah, terutama dari aparat satuan pengamanan seperti Satpol PP.
Pedagang yang mengais rezeki dari remah-remah orang berpunya itu biasanya dianggap berjualan di lokasi yang terlarang. Makanya, pemerintah ingin mereka direlokasi.
Namun, kalau relokasinya ke tempat yang sepi, bukankah ini bisa diartikan "membunuh" pelan-pelan pelaku UMK?
Maka, sepertinya terkesan kalau antar berbagai instansi pemerintah sendiri, tidak sama cara atau pendekatan yang dilakukannya terhadap UMK di masing-masing daerah.
Kalau ada yang melihat pemerintah memandang dengan sebelah mata, atau tidak mendukung dengan sepenuh hati terhadap upaya pengembangan UMK, barangkali ada benarnya.
Ke depan, pemerimtah bersama pihak lain terkait, perlu menyamakan sikap, agar dukungan total bisa didapat pelaku UMK.Â
Kelemahan atau keterbatasan yang dihadapi oleh pelaku UMK, perlu mendapat solusi yang jitu. Kelemahan atau keterbatasan dimaksud, antara lain seperti berikut ini.