Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Pansus Haji, Bukti Hubungan NU dan PKB yang Makin Panas?

8 Agustus 2024   05:31 Diperbarui: 8 Agustus 2024   07:55 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Muhaimin Iskandar (tengah) usai rapat evaluasi haji di DPR|dok. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/tom, dimuat tirto.id

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kelihatannya lagi kurang akur hubungannya dengan Kementerian Agama, terutama dalam kaitannya dengan pelaksanaan ibadah haji 2024.

Hal itu oleh beberapa pengamat politik juga ditafsirkan sebagai indikasi makin panasnya hubungan antara Nahdlatul Ulama (NU) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). 

Hubungan NU dan PKB ini memang terbilang spesial. Dilihat dari sejarah berdirinya PKB pada tahun 1998 (setelah tumbangnya Orde Baru dan munculnya reformasi), mulanya adalah untuk menampung aspirasi politik warga NU.

NU sendiri sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia itu tidak berpolitik praktis, sehingga secara struktural tidak bisa disebut kalau NU berada di atas PKB atau sebaliknya.

Kesan tidak harmonisnya NU dan PKB mulai terkuak pada 2019, setelah direvisinya Anggaran Dasar partai dengan mengurangi peran Dewan Syuro.

Kemudian, pada pemilihan presiden Februari lalu, NU menegaskan kenetralannya, namun terkesan mendukung Prabowo-Gibran. Padahal, PKB mengusung pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Dalam konteks kasus pelaksanaan ibadah haji di atas, kenapa ditafsirkan sebagai panasnya NU dan PKB, karena DPR direpresentasikan oleh PKB dan Kementerian Agama "diwakili" oleh NU.

Apalagi, kebetulan yang menjadi Menteri Agama adalah Yaqut Cholil Qoumas, adik dari Ketua Umum Pengurus Besar NU, Yahya Cholil Staquf.

Menyimak pemberitaan sejumlah media massa, setidaknya ada 3 hal yang menjadi masalah dalam pelaksanaan ibadah haji 2024 yang diikuti oleh lebih dari 200.000 jemaah asal Indonesia.

Namun, perlu diingat bahwa secara umum pelaksanaan ibadah haji tahun ini dinilai lancar. Hal ini yang disuarakan oleh dua ormas Islam terbesar, NU dan Muhammadiyah.

Nah, yang diangkat oleh media adalah persoalan berikut ini. Pertama, soal pergeseran kuota tambahan yang diberikan untuk menambah jemaah haji khusus.

Haji khusus ini dulu disebut dengan ONH Plus yang ongkos naik hajinya jauh di atas jumlah yang dibayar jemaah haji biasa atau haji reguler.

Ada dugaan, jangan-jangan keputusan penambahan kuota haji berkaitan dengan lobi-lobi yang dilakukan biro perjalanan haji yang memang berkepentingan secara bisnis.

Kedua, masih adanya pelayanan yang kurang baik, mulai dari keterlambatan keberangkatan penerbangan, kondisi sebagian jemaah yang berdesakan dalam tenda di Mina, dan sebagainya.

Namun, hal ini tentu juga berkaitan dengan maskapai penerbangan dan pihak penyedia fasilitas tenda dan toilet di Mina.

Ketiga, komunikasi yang kurang berjalan baik antara panitia haji yang dikoordinir oleh Kementerian Agama dan DPR sebagai lembaga yang berhak mengawasinya.

Maka, Panitia Khusus (Pansus) Haji pun dibentuk oleh DPR untuk melaksanakan hak angket, yang inisiatifnya berasal dari Fraksi PKB.

Ada dua masalah utama yang disoroti oleh Pansus Hak Angket Haji, yakni kepadatan jemaah di Mina dan pengalihan alokasi kuota tambahan.

Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar yang juga Ketua Tim Pengawas Haji 2024 menyebut sejumlah pendingin udara (AC) di tenda-tenda jamaah Indonesia di Mina tidak menyala. 

Selain itu, kondisi tenda yang padat dinilai tidak manusiawi bagi jamaah, sehingga mereka harus berdesak-desakan.

Apakah niat PKB tulus untuk betul-betul objektif menjalankan fungsi pengawasan, atau karena ada motif politik, kita tunggu saja perkembangan selanjutnya.

Masyarakat tentu saja berharap pansus haji bekerja dengan niat untuk memperbaiki kualitas penyelenggaraan ibadah haji tahun mendatang.

Hal itu sekaligus untuk menepis tudingan pansus dibentuk sebagai alat politisasi. Tapi, hubungan NU dan PKB terlanjur makin panas. 

Bahkan, kemudian ada berita kalau NU membentuk pansus untuk menyelidiki hal-hal yang terkait konfliknya dengan PKB.

Pansus itu disebut dengan Tim Lima dengan tujuan untuk mengembalikan sejarah PKB, seperti yang diberitakan tirto.id (6/8/2024).

Mampukah NU dan PKB kembali bergandengan tangan seperti di era Gus Dur? Ketika itu NU ya PKB, PKB ya NU.

Jika melihat yang dialami Muhammadiyah dan Partai Amanat Nasional (PAN), rasanya sulit untuk mengembalikan sejarah lama.

Ketika Amien Rais yang mantan Ketua Umum Muhammadiyah masih di PAN, maka PAN dan Muhammadiyah sangat mesra. 

Kalau memang tidak bisa akur, baik NU atau Muhammadiyah, diharapkan ikhlas untuk fokus membina umat, dan sekaligus bersikap netral dalam politik.

Artinya, masing-masing anggota NU dan Muhammadiyah bebas memilih partai yang diyakininya paling baik bagi kemajuan rakyat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun