Apa kriteria seorang pemimpin yang baik? Ada banyak referensi yang bisa kita baca yang menjelaskan kriteria dimaksud. Tapi, referensi itu lebih berdimensi teoritis.
Dalam kenyataannya di lapangan, atau dalam tataran praktik, yang paling relevan untuk mengukur pemimpin yang baik, adalah apa yang dirasakan anak buah dari seorang pemimpin.
Jadi, kalaupun seorang pemimpin berhasil menaikkan aset dan perolehan laba perusahaan yang dipimpinnya, tapi anak buahnya merasa "diperbudak", maka ia bukan pemimpin yang baik.
Idealnya, kinerja perusahaan yang baik diraih dengan kenyamanan dan kesejahteraan pekerja yang juga baik.
Nah, coba tanya para anak buah, kira-kira menurut mereka seperti apa pemimpin yang baik itu. Mudah-mudahan uraian berikut bisa menggambarkannya.
Pertama, pemimpin yang baik di mata anak buah adalah pemimpin yang jelas apa maunya. Kalau apa yang dimauinya tak jelas, anak buah pasti bingung.
Jangan sampai seorang pemimpin pagi minta tempe, siang minta tahu, sorenya minta yang lain lagi. Maksudnya, jika instruksinya sering berubah, pekerja jadi tidak nyaman.
Kedua, pemimpin yang baik perlu tahu cara mencapai apa yang jadi kemauannya itu tadi. Artinya, ada arahan yang jelas pada anak buah.
Arahan itu jelas tahapannya atau step-stepnya, meskipun tidak perlu sampai ke urusan teknis  yang biasanya telah otomatis dilakukan anak buah.
Masalahnya, jika anak buah menemui kendala, pasti melaporkan ke atasan. Bila atasan tidak paham langkah yang perlu dilakukan, juga tidak bisa menanggapi laporan anak buah.
Ketiga, pemimpin yang baik adalah yang komunikatif dan mampu menggunakan metode story telling dalam menjelaskan sesuatu. Dengan gaya bercerita, lebih gampang dicerna anak buah.
Masih berkaitan dengan gaya komunikasi, pemimpin yang tidak jaim, tidak terlalu berjarak dengan anak buah akan lebih disukai.
Komunikasi yang baik adalah yang dua arah, dalam arti anak buah diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat, saran, keluhan, dan kritiknya.
Keempat, dalam era persaingan antar perusahaan yang ketat seperti saat ini, kemampuan seorang pemimpin dalam pengambilan keputusan, menjadi penting.
Jadi, pemimpin yang baik harus cepat menganalisis, cepat memutuskan, cepat mengeksekusi, cepat mengevaluasi dan melakukan tindakan koreksi bila diperlukan.
Nah, di sinilah karakter pemimpin versi referensi akademis diperlukan, seperti kepintaran, kejujuran, loyalitas, bersikap adil, dan kalau bisa juga menjadi sosok yang karismatik.
Dengan beberapa karakter di atas, kemampuan dan kecepatan dalam mengambil keputusan strategis akan terasah, seiring dengan pengalaman yang dilaluinya.
Sebaliknya, pimpinan yang tak punya karakter tersebut dan tanpa pengalaman cukup, bisa jadi akan lamban atau ragu-ragu. Akibatnya, keputusannya yang juga disambut keraguan anak buahnya.
Perlu digarisbawahi soal pengalaman, tidak ada pemimpin yang baik dilahirkan secara instan. Artinya, seorang pemimpin harus melewati berbagai tahapan.
Jadi, bisa dipastikan bahwa pemimpin itu pernah menjadi anak buah. Bahkan, saat jadi pemimpin pun, seorang leader sebetulnya juga seorang follower.Â
Atasan seorang direktur adalah direktur utama, dan dirut juga perlu tunduk pada kemauan komisaris utama. Di pemerintahan pun, presiden melaporkan hasil kerjanya ke parlemen.
Katakanlah ada seseorang yang sudah berada di posisi paling tinggi yang tak lagi punya atasan. Maka, seperti disinggung sebelumnya, pemimpin yang hebat dulunya adalah pengikut yang baik.
Pengikut yang baik itu artinya anak buah yang jempolan, terpuji, bukan berkinerja sekadar rata-rata atau medioker.Â
Anak buah yang hanya bekerja menunggu instruksi atasan, meskipun terkesan sebagai orang yang patuh, bukan termasuk pekerja jempolan.
Tentu, agar kinerjanya jempolan, anak buah yang baik itu berkarakter cerdas dari sisi intelektual, emosional, dan spiritual. Masalah integritas, loyalitas, kapasitas dan kapabilitas juga bagus.
Karena ia pengikut yang baik, maka akan diperlakukan secara spesial oleh atasannya, dalam arti dipersiapkan untuk meneruskan estafet kepemimpinan.
Kalau ada pemimpin karbitan, sangat kecil kemungkinannya berhasil. Paling tidak, di mata anak buahnya ia bukan pemimpin yang diidamkan.
Jadi, leadership dan followership sama-sama penting dan perlu dikuasai oleh mereka yang meniti karier di bidang apapun yang ada hirarki dalam organisasinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H