Tentu, caranya dengan mengikuti ketentuan yang berlaku, misalnya sebulan sebelum hengkang sudah memberitahu ke pihak terkait di perusahaan tersebut.
Apakah akan terjadi guncangan di perusahaan itu? Bisa ya, bisa tidak. Ya, kalau penggantinya ternyata seorang yang mengubah banyak hal dengan cara otoriter.
Akibatnya, para karyawan akan resah, produktivitas akan menurun. Dengan demikian, perusahaan bisa mengalami penurunan laba atau bahkan merugi.
Buntutnya, akan banyak pekerja yang terkena PHK karena perusahaan tidak kuat menggajinya. Atau, tanpa PHK pun akan banyak pekerja yang minta resign.
Namun, bila di perusahaan sudah ada sistem manajemen sumber daya manusia yang baik, termasuk dalam kaderisasi, selalu muncul pemimpin baru ketika ditinggalkan pemimpin lama.
Kader dari internal perusahaan siap untuk melanjutkan estafet kepemimpinan. Atau, kalau pimpinan baru berasal dari luar perusahaan, jajaran pimpinan internal siap berkolaborasi.
Contohnya, kisah Astra Group ketika pendirinya William Soerjadjaja terpaksa melepaskan sahamnya pada 1992, agar mampu menyelamatkan Bank Summa yang didirikan anaknya.
Demikian pula BCA Group yang dulu dimiliki Sudono Salim. Ketika krisis moneter 1998, bank ini terpaksa dilepas ke kelompok lain, dan sekarang pemiliknya adalah Kelompok Djarum.
Pergantian pemegang saham mayoritas di Astra dan BCA tidak membuat perusahaan jadi goyang, apalagi hancur. Justru Astra dan BCA makin berkibar hingga sekarang.
Kedua perusahaan di atas terkenal punya assessment center yang bagus, dan punya sistem pelatihan dan pengembangan karier yang jadi percontohan bagi perusahaan lain.
Memang, kedua contoh di atas bukan perusahaan startup. Tapi, contoh itu tetap relevan untuk perusahaan apapun, termasuk juga untuk organisasi yang bukan perusahaan.Â