Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Jika Komisaris BUMN Kurang Kompeten, Apa Bahayanya?

18 Juni 2024   06:19 Diperbarui: 18 Juni 2024   06:22 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Grace Natalie | dok. tirto.id/Andrey Gromico

Sebetulnya, duduknya para aktivis partai politik atau aktivis tim sukses pemenangan capres menjadi komisaris di berbagai perusahaan berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sudah terjadi sejak dulu.

Tapi, hal ini kembali menghebohkan, terutama kalau melihat pemberitaan di media massa tentang terpilihnya beberapa politisi menjadi komisaris BUMN.

Ada nama Grace Natalie yang merupakan salah satu pengurus inti di Partai Solidaritas Indonesia (PSI), yang menjadi komisaris di BUMN Holding Industri Pertambangan Indonesia (MIND ID).

Tentu, karena tak boleh merangkap jabatan, sekarang Grace tak aktif lagi di PSI, yang bahkan telah dilakukannya sejak menjadi staf khusus Presiden RI.

Ada pula beberapa nama petinggi Partai Gerindra yang diangkat menjadi komisaris BUMN belum lama ini (liputan6.com, 12/6/2024).

Nama-nama tersebut adalah Siti Nurizka Puteri Jaya (Komisaris Utama Pusri), Simon Aloysius (Komut Pertamina), Fuad Bawazier (Komut MIND ID), dan Felicitas Tallulembang (Komisaris BSI).

Tulisan ini tidak bermaksud untuk membahas pro dan kontra atas ditunjuknya aktivis partai menjadi komisaris BUMN.

Dengan asumsi penunjukan di atas telah melalui proses fit and proper test, diharapkan komisaris yang berasal dari jalur parpol telah memiliki kompetensi yang dipersyaratkan.

Komisaris merupakan jabatan penting dalam perusahaan yang badan hukumnya berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Pada perusahaan kecil yang belum berupa PT, tidak perlu punya komisaris.

Pada PT milik keluarga, dalam arti para pemegang saham saling punya hubungan keluarga, maka siapa yang jadi direktur dan siapa yang jadi komisaris, relatif bebas-bebas saja.

Tidak aneh, bila direktur utama yang mengendalikan usaha sehari-hari dipegang oleh seorang suami, dan istrinya menjadi komisaris utama yang bertugas mengawasi.

Apakah si istri betul-betul mampu mengawasi apa saja yang dilakukan suaminya untuk berbisnis, tidak begitu dipersoalkan. Bisa jadi si istri yang malah dikendalikan suaminya.

Yang penting, secara formal dalam berbagai dokumen resmi perusahaan, ada tanda tangan direksi dan komisaris. 

Namun, pada perusahaan yang sudah go public (sahamnya bisa dimiliki publik dengan membeli melalui bursa efek), penunjukan direksi dan komisaris tentu tidak bisa dilakukan secara suka-suka.

Pengangkatan direksi dan komisaris tersebut harus melalui keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 

BUMN pun banyak yang sudah go public, namun posisi pemegang saham mayoritas masih dipegang pemerintah. Jadi, pemerintah bisa mengendalikan apa yang akan diputuskan dalam RUPS.

Dengan demikian, boleh dikatakan, siapa-siapa yang akan dipilih menjadi anggota direksi dan juga anggota komisaris, berada dalam genggaman pemerintah.

Tugas komisaris disebut berat, ya berat. Tapi, disebut tidak begitu berat, ya bisa juga. Meskipun begitu, menurut pemerintah sudah ada kriteria dan proses seleksi dalam menetapkan komisaris BUMN.

Kenapa bisa disebut tugas komisaris tidak begitu berat? Karena tidak perlu bekerja full time seperti direksi. 

Lagi pula, ada auditor internal dan ada auditor eksternal (akuntan publik) yang temuan auditnya akan membantu tugas komisaris. Ada juga berbagai komite ahli yang membantu komisaris.

Namun, tetap diperlukan kemampuan belajar cepat bagi komisaris yang katakanlah kompetensinya belum cukup, atau tidak punya pengalaman dalam mengelola perusahaan.

Direksi yang jago dan berintegritas tinggi akan membuat tugas komisaris jadi ringan. Karena apa yang dilakukan direksi pasti telah didahului dengan kajian yang matang.

Memang ada yang namanya risiko bisnis, misalnya karena kondisi ekonomi makro yang memburuk. Kalau perusahaan merugi karena risiko bisnis, hal ini masih bisa dipahami.

Tapi, kalau perusahaan merugi karena kesalahan direksi dalam mengambil kebijakan, apalagi karena ada unsur korupsi, maka pelaksanaan fungsi komisaris akan ikut dipertanyakan.

Jadi, terhadap perkembangan perusahan, komisaris  tetap perlu memberikan catatan, tak bisa main setuju-setuju saja. Bahkan, untuk setuju pun harus ada dasarnya.

Maka, komisaris yang ada apa-apa langsung setuju-setuju saja, patut diduga sebagai tidak atau kurang kompeten.

Pada rapat rutin (biasanya mingguan) direksi dan komisaris, dari pertanyaan atau tanggapan yang dilontarkannya, sudah terlihat seberapa jauh seorang komisaris mengerti masalah yang dibahas.

Meskipun begitu, direksi akan tetap menghormati komisaris yang kurang kompeten tersebut, karena bagaimanapun komisaris adalah orang yang dipercaya pemegang saham yang nota bene adalah pemilik perusahaan.

Jika seorang komisaris dianggap tidak kompeten di antara beberapa orang komisaris lainnya yang cukup kompeten, tidak menjadi masalah, karena akan tertutupi oleh komisaris lain.

Apalagi, dengan adanya komisaris independen, akan membuat secara keseluruhan tim komisaris jadi kuat. 

Komisaris independen adalah pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham atau dengan direksi dan komisaris lainnya.

Meskipun tidak ada pola yang baku, biasanya di BUMN yang ditunjuk menjadi komisaris independen berasal dari kalangan akademisi atau dari mantan direksi BUMN yang dianggap berhasil.

Bagaiman kalau yang komisaris yang tidak kompeten itu menjabat sebagai komisaris utama? Apa bahayanya?

Ada banyak bahaya, karena berkaitan dengan banyaknya keputusan strategis yang tidak cukup melalui persetujuan direktur utama, tapi harus ditandatangani komisaris utama.

Misalnya, Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) untuk tahun depan, pada akhir tahun ini sudah disusun direksi (ditandatangani direktur utama) yang baru sah bila disetujui komisaris (ditandatangani komisaris utama).

Bayangkan, jika komisaris utama lebih percaya pada "pembisiknya" dan bukan kepada tim ahlinya, bisa-bisa RKAP terpaksa mengakomodir beberapa revisi yang mungkin menguntungkan pribadi si pembisik.

Intinya, kompetensi komisaris mutlak diperlukan, bukan sekadar karena punya koneksi saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun