Tapi, jika disebut negara miskin, secara statistik juga tidak tepat. Soalnya, Indonesia sudah tergolong negara kelas menengah.
Malaysia pun masih kelas menengah, namun pada tingkat Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita yang jauh di atas Indonesia berdasarkan data Bank Dunia.
Hanya, orang Malaysia yang dituding Ayah Ojak bisa disebut kurang tahu diri, kalau niatnya memang untuk menghina atau merendahkan Indonesia.
Apakah ia tidak sadar, tanpa tenaga kerja Indonesia yang sangat banyak di Malaysia, pembangunan di negara jiran itu tak akan semulus sekarang.
Jadi, selama ini ada hubungan saling membutuhkan antara Indonesia dan Malaysia, walaupun tenaga kerja Indonesia relatif dieksploitasi di Malaysia.
Masalahnya, ketersediaan lapangan kerja di negara kita memang sangat terbatas. Beruntung, Malaysia membutuhkan banyak tenaga kerja dari Indonesia.Â
Artinya, sekitar 2,7 juta Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di sana, diakui atau tidak, menjadi pahlawan devisa. Ringgit yang mereka kirim ke keluarganya di Indonesia relatif besar.
Semoga dengan kemarahan Ayah Ojak, membuat saudara kita di negeri jiran itu sadar tentang hubungan yang saling membutuhkan antara Malaysia dan Indonesia.Â
Bagaimanapun, dengan caranya sendiri, Ayah Ojak telah mengajari kita soal nasionalisme. Kantong boleh tipis, tapi harga diri pantang diinjak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H