Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Soal Nasionalisme, Kita Perlu Belajar dari Ayah Ojak

22 Mei 2024   06:11 Diperbarui: 22 Mei 2024   06:38 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ayah Ojak (sebelah kiri) | dok. X/Twitter, dimuat disway.id

Baru-baru ini viral video yang memperlihatkan Ayah Ojak yang lagi berada di tanah suci untuk menunaikan ibadah haji. Bukan saat Ayah Ojak beribadah yang direkam.

Yang terlihat di video adalah ketika Ayah Ojak marah-marah. Dari mata dan gerakan tubuhnya, kemarahan itu ditujukan kepada seseorang yang berada dalam ruangan yang sama.

Padahal, jangankan di tanah suci, di tempat mana pun kita sebaiknya mampu menahan emosi dan tidak mengumbar kemarahan di depan orang lain.

Namun, Ayah Ojak punya alasan khusus, yakni karena tidak menerima bangsa Indonesia dihina atau direndahkan oleh orang asing.

Ya, ada jemaah haji asal negara tetangga kita, Malaysia, yang mengatakan Indonesia sebagai negara miskin. Ayah Ojak tidak bisa menerima pernyataan tersebut.

"Jangan menghina negara saya, ya, saya Indonesia. Banyak orang sukses ke Malaysia!" ucap Ayah Ojak dengan lantang, hingga ia dipisahkan oleh kerabat yang ikut bersamanya.

Menurut Ayah Ojak, banyaknya orang Indonesia yang berbelanja di Malaysia membuktikan kalau Indonesia bukan negara miskin.

Ngomong-ngomong, siapa sih Ayah Ojak? Namanya mungkin tidak sepopuler nama anaknya yang penyanyi dangdut terkenal Ayu Ting Ting.

Lelaki bernama asli Abdul Rozak itu, setelah video di atas  viral, menuai pujian dari banyak netizen. "Menyala Ayah Ojak" dan "Mantap Ayah Ojak, NKRI Harga Mati," demikian antara lain kata netizen.

Sebetulnya, jika kita mencerna dengan kepala dingin, faktanya jika dilihat data statistik, tingkat kesejahteraan Indonesia memang di bawah Malaysia.

Tapi, jika disebut negara miskin, secara statistik juga tidak tepat. Soalnya, Indonesia sudah tergolong negara kelas menengah.

Malaysia pun masih kelas menengah, namun pada tingkat Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita yang jauh di atas Indonesia berdasarkan data Bank Dunia.

Hanya, orang Malaysia yang dituding Ayah Ojak bisa disebut kurang tahu diri, kalau niatnya memang untuk menghina atau merendahkan Indonesia.

Apakah ia tidak sadar, tanpa tenaga kerja Indonesia yang sangat banyak di Malaysia, pembangunan di negara jiran itu tak akan semulus sekarang.

Jadi, selama ini ada hubungan saling membutuhkan antara Indonesia dan Malaysia, walaupun tenaga kerja Indonesia relatif dieksploitasi di Malaysia.

Masalahnya, ketersediaan lapangan kerja di negara kita memang sangat terbatas. Beruntung, Malaysia membutuhkan banyak tenaga kerja dari Indonesia. 

Artinya, sekitar 2,7 juta Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di sana, diakui atau tidak, menjadi pahlawan devisa. Ringgit yang mereka kirim ke keluarganya di Indonesia relatif besar.

Semoga dengan kemarahan Ayah Ojak, membuat saudara kita di negeri jiran itu sadar tentang hubungan yang saling membutuhkan antara Malaysia dan Indonesia. 

Bagaimanapun, dengan caranya sendiri, Ayah Ojak telah mengajari kita soal nasionalisme. Kantong boleh tipis, tapi harga diri pantang diinjak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun