Lalu, biasanya ada batasan usia maksimal. Makanya, melihat barisan panjang pengantre di job fair, rata-rata berusia muda, di bawah 30 tahun.
Tapi, begitu memasuki tahap asesmen kompetensi, ternyata kompetensi para pelamar yang sesuai dengan profil kompetensi yang dibutuhkan untuk suatu posisi, banyak yang di luar harapan.
Bermodalkan ijazah sarjana dengan indeks prestasi akademik di atas 3 sekalipun, hanya sekadar konfirmasi bahwa seseorang punya pemahaman teoritis di bidang studi tertentu.
Padahal, kompetensi yang dibutuhkan suatu perusahaan, lebih banyak yang bersifat soft skill, dalam arti kemampuan berinteraksi dengan orang lain dalam berbagai situasi.
Contoh soft skill dimaksud antara lain kemampuan berkomunikasi, berkoordinasi, dorongan berprestasi meskipun bekerja di bawah tekanan, dan kemampuan memecahkan masalah.
Jadi, pelamar yang punya kemampuan akademis yang baik serta ditunjang dengan pengalaman berorganisasi yang beragam, berpeluang besar untuk diterima bekerja.
Organisasi tersebut bisa bersifat intra kampus, organisasi kepemudaan di luar kampus, atau organisasi sosial, agama, dan kemasyarakatan.
Dalam berorganisasi akan terasah kemampuan berkomunikasi, kemampuan mempengaruhi orang lain, kemampuan mengarahkan anggota yang masih junior, dan sebagainya.
Sayangnya, tak banyak mahasiswa yang hebat secara akademis dan juga hebat dalam berorganisasi atau kegiatan lain yang bersifat massal.
Biasanya, mereka yang akademisnya hebat tergolong kutu buku dan kurang bergaul. Mereka tak mau ikut-ikutan berorganisasi.
Sementara itu, yang hobi berorganisasi biasanya "tenggelam" dalam berbagai aktivitas yang membuat nilai-nilai akademisnya sekadar pas-pasan untuk lulus.