Jujur saja, saya sebetulnya belum mengetahui definisi yang baku tentang kelas menengah, atau kriteria apa yang digunakan dalam menentukan kelas seseorang.
Saya menggunakan pemahaman atau logika saya, bahwa mereka yang punya pekerjaan tetap di lembaga yang mapan, baik di pemerintahan maupun swasta, sudah masuk kelas menengah.
Tentu tidak semua pekerja tetap itu layak disebut kelas menengah, karena ada juga pekerja yang berstatus kontrak atau outsourcing yang belum bisa dianggap mapan.
Tapi, mereka yang meraih pekerjaan dengan latar belakang pendidikan lulusan sarjana strata 1, secara umum bisa disebut relatif mapan.
Alasannya, gajinya sudah di atas Upah Minimun Provinsi (UMP), bahkan ada lagi tunjangan dan bonus. Posisinya di kantor pun biasanya di level menengah.
Dengan nilai uang sekarang, kira-kira penghasilan kotor (sebelum dikurangi potongan) warga kelas menengah itu secara total (gaji, tunjangan, dan sebagainya) sekitar Rp 10-20 juta per bulan.
Nah, sekarang saya baru mencari referensi dan menemukan kriteria kelas menengah menurut versi Bank Dunia yang ditulis di katadata.co.id (14/9/2022).
Taksiran saya itu ternyata sejalan dengan kriteria Bank Dunia, yang menyebut kelas menengah sebagai orang dengan pengeluaran Rp 1,2 juta hingga Rp 6 juta per orang per bulan.
Jadi, dengan gaji, tunjangan, dan bonus Rp 10 juta hingga Rp 20 juta dan asumsi punya 1 istri dan 2 anak, sudah sinkron dengan kriteria Bank Dunia.
Menurut kaca mata umum, seharusnya dengan penghasilan sebesar itu, kelas menengah akan bisa hidup nyaman. Tidak akan stres gara-gara uang.