Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kemitraan Bank dan Perguruan Tinggi Akan "Dirusak" Pinjol?

19 Februari 2024   05:39 Diperbarui: 19 Februari 2024   06:41 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kantor bank di sebuah kampus|dok. nursing.ui.ac.id

Tulisan ini lahir karena pertanyaan anak saya yang menduga ITB dapat keuntungan dari pengelola pinjaman online (pinjol).  Ketika ia bertanya, memang lagi heboh soal pinjol di kampus.

Seperti diketahui, beberapa minggu yang lalu, marak pemberitaan terkait sejumlah mahasiswa di ITB yang menunggak pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT).

Nah, solusi yang ditawarkan pihak kampus telah memicu aksi demo penolakan, di mana mahasiswa yang menunggak disarankan mengambil pinjol aplikasi tertentu yang menjadi mitra resmi ITB.

Penolakan mahasiswa wajar-wajar saja jika mempertimbangkan adanya anggapan umum bahwa pinjol awalnya seperti penyelamat, tapi kemudian menjerat dengan bunga yang tinggi.

Namun, alasan pihak ITB pun clear, bahwa pinjol yang bermitra dengan ITB adalah pinjol legal yang punya izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Lagipula, pihak ITB pun menjelaskan pinjol hanya salah satu alternatif yang ditawarkan untuk membantu mahasiswa yang menunggak.

Terlepas dari soal di atas, sebetulnya pertanyaan anak saya di awal tulisan ini juga relevan. Apakah terpilihnya pinjol tertentu menjadi mitra ITB ada keuntungan yang diraup pihak ITB?

Sayangnya, dengan pengetahuan saya yang terbatas, saya tidak bisa menjawab dengan pasti apakah ada semacam hubungan yang sama-sama menguntungkan antara ITB dan mitra pinjolnya.

Tapi, saya punya sedikit pengetahuan terkait kerja sama bank dengan berbagai kampus, baik negeri maupun swasta, terutama yang punya mahasiswa yang banyak.

Rasanya, di kampus ITB pun pasti ada bank yang membuka kantor di sana, terlepas dari apakah statusnya sebagai kantor cabang, kantor cabang pembantu, atau hanya sekadar kantor kas.

Tentu tak semua bank diberi izin oleh pihak ITB mendirikan kantor di sana. Ada hitung-hitungannya kenapa ITB memilih bekerja sama dengan satu atau beberapa bank.

Demikian pula bagi pihak bank, akan ada pula hitung-hitungannya kenapa membidik kampus tertentu untuk diajak bekerja sama.

Kerja sama bank dengan kampus tidak harus diwujudkan dengan membuka kantor secara fisik, apalagi sekarang transaksi perbankan bisa dilakukan secara online.

Namun, kehadiran secara fisik diperlukan bila bank memperkirakan akan banyak sekali mahasiswa yang membuka rekening tabungan dan membayar UKT di banknya.

Selain itu, para dosen dan karyawan kampus bisa pula menjadi sasaran pemberian kredit, misalnya kredit kepemilikan kendaraan dan rumah.

Perguruan Tinggi sebagai institusi tentu ada saja kebutuhan transaksinya, yang akan lebih lancar bila dilakukan dengan membuka rekening di bank mitranya.

Pembayaran gaji dan honor pengajar, pengeluaran untuk berbagai acara di kampus, pembelian berbagai barang keperluan kampus, semunya bisa lewat rekening di bank mitra

Jelaslah, kenapa mahasiswa jadi incaran berbagai bank dan lembaga keuangan lainnya. Bank sangat berharap menjadi pilihan mahasiswa untuk membayar UKT.

Apalagi, kalau pihak kampus mewajibkan membayar UKT ke suatu rekening khusus yang dibuka di bank mitranya.

Bayangkan, jika sebuah bank berkerja sama dengan perguruan tinggi yang jumlah mahasiswanya di atas 10.000 orang, betapa besarnya dana yang masuk ke bank tersebut.

Ya, dana tersebut memang milik kampus. Tapi, besar kemungkinan dananya tidak langsung digunakan oleh pihak kampus, sehingga ada dana yang mengendap di bank.

Dana mengendap itu dalam terminologi perbankan disebut sebagai loanable fund (LF), yag maksudnya dana yang bisa diputarkan bank sebagai pinjaman kepada pihak lain.

Dari pinjaman yang disalurkan bank tersebut, bank akan menerima penghasilan berupa bunga dan provisi atas pinjaman.

Kemudian, bila mahasiswa, pengajar, dan personil di kampus lainnya sering bertransaksi di bank yang ada di kampus, ada lagi  fee based income bagi bank.

Tak heran bila di beberapa kampus besar, pasti ada beberapa bank yang membuka kantor di sana, karena potensi bisnisnya memang menggiurkan.

Bahkan, agar suatu bank diterima untuk bermitra dengan kampus besar, adakalanya bank mengucurkan bantuan berupa corporate social responsibility (CSR) untuk pihak kampus.

Umpamanya, bank menyumbang sejumlah buku untuk perpustakaan kampus, membangun satu ruangan tertentu, dan sebagainya.

Yang tidak boleh secara ketentuan, tapi di zaman dulu konon biasa terjadi, pihak bank memberikan hadiah gratifikasi kepada individu pejabat kampus yang berwenang mengambil keputusan.

Masalahnya, sekarang ternyata bank yang bekerja sama dengan perguruan tinggi mendapat pesaing baru, yakni pinjol itu tadi.

Pinjol dengan jeli menjadikan mahasiswa sebagai sasaran untuk diberikan kredit, dan bukan untuk merebut dana pembayaran UKT seperti bank.

Bukankah mahasiswa pasti membutuhkan uang untuk membeli buku, membayar uang kos, dan hal lain yang bersifat konsumtif, selain membayar UKT

Pengelola pinjol berharap, mahasiswa perantauan yang kiriman orang tuanya sedang bermasalah, layak untuk diberi pinjaman. 

Ternyata betul juga, di ITB banyak mahasiswa atau orang tua mahasiswa yang kesulitan keuangan seiring dengan makin mahalnya biaya UKT.

Menarik untuk menyaksikan, bagaimana kelanjutan persaingan antara bank dengan pinjol memperebutkan bisnis keuangan di perguruan tinggi yang tergolong besar.

Apakah kemitraan antara bank dan perguruan tinggi akan "dirusak" pinjol?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun