Dana mengendap itu dalam terminologi perbankan disebut sebagai loanable fund (LF), yag maksudnya dana yang bisa diputarkan bank sebagai pinjaman kepada pihak lain.
Dari pinjaman yang disalurkan bank tersebut, bank akan menerima penghasilan berupa bunga dan provisi atas pinjaman.
Kemudian, bila mahasiswa, pengajar, dan personil di kampus lainnya sering bertransaksi di bank yang ada di kampus, ada lagi  fee based income bagi bank.
Tak heran bila di beberapa kampus besar, pasti ada beberapa bank yang membuka kantor di sana, karena potensi bisnisnya memang menggiurkan.
Bahkan, agar suatu bank diterima untuk bermitra dengan kampus besar, adakalanya bank mengucurkan bantuan berupa corporate social responsibility (CSR) untuk pihak kampus.
Umpamanya, bank menyumbang sejumlah buku untuk perpustakaan kampus, membangun satu ruangan tertentu, dan sebagainya.
Yang tidak boleh secara ketentuan, tapi di zaman dulu konon biasa terjadi, pihak bank memberikan hadiah gratifikasi kepada individu pejabat kampus yang berwenang mengambil keputusan.
Masalahnya, sekarang ternyata bank yang bekerja sama dengan perguruan tinggi mendapat pesaing baru, yakni pinjol itu tadi.
Pinjol dengan jeli menjadikan mahasiswa sebagai sasaran untuk diberikan kredit, dan bukan untuk merebut dana pembayaran UKT seperti bank.
Bukankah mahasiswa pasti membutuhkan uang untuk membeli buku, membayar uang kos, dan hal lain yang bersifat konsumtif, selain membayar UKT
Pengelola pinjol berharap, mahasiswa perantauan yang kiriman orang tuanya sedang bermasalah, layak untuk diberi pinjaman.Â