Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Keliling Separuh Sumatera di Musim Hujan, Ngeri-ngeri Sedap

1 Januari 2024   05:30 Diperbarui: 1 Januari 2024   17:23 968
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan putus karena longsor di lintas Padang-Pekanbaru|dok. istimewa, dimuat riauakses.com

Libur akhir tahun kali ini terasa istimewa bagi saya, karena saya berkesempatan menikmati perjalanan darat mencakup 3 provinsi, yakni Riau, Sumatera Utara dan Sumatera Barat.

Karena perjalanan pulangnya berbeda dengan saat berangkat ke Medan, maka mengingat jauh dan lamanya perjalanan, menurut saya perjalanan ini bisa disebut berkeliling separuh pulau Sumatera.

Titik keberangkatan kami (saya dan rombongan keluarga adik saya) adalah dari Pekanbaru, Riau, sesuai dengan domisili adik saya.

Saya sendiri tinggal di Jakarta, sehingga untuk menikmati perjalanan tersebut, saya terbang dari Jakarta ke Pekanbaru, Rabu (20/12/2023) yang lalu.

Dengan mobil Inova yang dipenuhi 5 orang, kami berangkat ke Medan, pada Kamis pagi (21/12/2023), dengan diawali menempuh jalan tol Pekanbaru-Duri.

Jalan tol yang baru beroperasi sekitar 3 tahun lalu itu merupakan bagian dari tol Pekanbaru-Dumai. Namun, untuk tujuan Medan, harus keluar di pintu tol Duri.

Setelah menempuh jalan tol sekitar 107 km, kami menempuh jalan biasa Duri-Medan sejauh 538 km. Jadi, dihitung dari Pekanbaru, jauh perjalanan adalah 645 km.

Adapun kota-kota yang dilewati (hanya ditulis ibu kota kabupaten saja) adalah Bagan Batu , Kota Pinang, Rantau Prapat, Aek Kanopan, Kisaran, Lima Puluh, dan Tebing Tinggi.

Presiden Jokowi dan Ibu Iriana di Kaldera Toba|dok. Biro Setpres/Kris, dimuat Tribunnews.com
Presiden Jokowi dan Ibu Iriana di Kaldera Toba|dok. Biro Setpres/Kris, dimuat Tribunnews.com

Kecuali Duri dan Bagan Batu yang masih masuk Riau, kota-kota lainnya sudah masuk wilayah provinsi Sumatera Utara.

Setelah Tebing Tinggi, perjalanan jadi lebih mudah karena sudah lama terhubung ke Medan melalui jalan tol. Bahkan saya kaget, sejak dari Lima Puluh telah ada tol ke Tebing Tinggi.

Hanya saja, kami melakukan blunder yang cukup fatal. Ketika jalan tol Lima Puluh-Tebing Tinggi telah sampai di ujung, kami menduga sudah tersambung dengan tol Tebing Tinggi - Medan.

Minimnya rambu-rambu ke arah Medan dan ketika itu sekitar jam 12 malam, tak ada orang tempat kami bertanya. Kami memilih memutar balik untuk kembali masuk tol.

Harapannya, nanti betemu dengan jalan yang tersambung dengan tol ke Medan. Di sinilah blundernya, kami tentu saja kembali lagi ke Lima Puluh yang berjarak 43 km.

Sebetulnya, ada pintu keluar tol di Indrapura (kota kecamatan sebelum Lima Puluh). Tapi, karena ngebut, kami kebablasan hingga ujung tol di Lima Puluh.

Untuk ketiga kalinya, kami kembali masuk tol yang sama setelah memutar balik. Saat sampai di Tebing Tinggi kami lewat jalan biasa sekitar 1 km, baru masuk tol Tebing Tinggi-Medan.

Akibatnya, kami baru sampai di Medan sekitar pukul 02.00 malam, 4 jam lebih lambat dari waktu tempuh normal seperti ditulis di referensi yang saya baca.

Untung saja tol Lima Puluh-Tebing Tinggi dan sebaliknya masih gratis, karena lagi tahap uji coba. Alhasil, kami tiga kali masuk tol tanpa kartu non tunai berkurang saldonya.

Selama di Medan kami menginap di sebuah rumah di Kecamatan Helvetia. Hari pertama di Medan kami manfaatkan untuk beristirahat memulihkan tenaga, selain salat Jumat di masjid terdekat.

Besoknya, Sabtu (23/12/2023) kami memilih berwisata ke Kaldera Toba Geopark yang telah diakui sebagai UNESCO Global Geopark.

Kaldera tersebut terletak di kawasan pebukitan sekitar 180 km dari Medan, melewati Tebing Tinggi, Pematang Siantar dan Parapat.

Dari puncak bukit tersebut terdapat taman yang indah untuk memandang Danau Toba dari ketinggian. Ada spot Jokowi (tempat Presiden Jokowi berfoto) yang menjadi favorit pengunjung.

Meskipun mendung, kami beruntung di Kaldera karena tidak turun hujan. Apalagi ketika pulangnya, kami berkesempatan menjajal tol langsung Pematang Siantar-Medan.

Untuk rute Pematang Siantar-Tebing Tinggi, tarifnya masih Rp 0, karena masih uji coba. Kami cukup membayar tarif tol Tebing Tinggi-Medan.

Hari Minggu (24/12/2023) kota Medan diguyur hujan seharian, bahkan sampai malam. Kami memilih main-main di Mal Deli Park, salah satu mal termegah di Medan.

Di mal yang penuh sesak pengunjung (banyak yang tidak kebagian kursi di food court-nya), kami sempat menonton film Buya Hamka Volume 2.

Sewaktu pulang dari mal, kami sengaja keliling kota melewati Masjid Raya Medan dan Kampung Madras (Little India-nya Kota Medan).

Little India di Medan|dok. goodnewsfromindonesia.id, dimuat merdeka.com
Little India di Medan|dok. goodnewsfromindonesia.id, dimuat merdeka.com

Di hari Senin (25/12/2023), sebetulnya kami berencana berwisata ke Berastagi, yang menjadi semacam kawasan Puncak bagi warga Medan.

Namun, mengingat perjalanan menanjak yang penuh risiko di musim hujan, kami tidak jadi ke Berastagi dan mempercepat meninggalkan kota Medan.

Kami sengaja memilih jalur lain yang lebih jauh, tapi menjanjikan pemandangan di sepanjang jalan lebih indah. Soalnya, daerah yang dilewati adalah daerah pegunungan.

Rute yang kami tempuh melewati kota Pematangsiantar, Balige, Tarutung, Sipirok, Padang Sidempuan dan Panyabungan (semuanya di Sumatera Utara).

Selajutnya memasuki kota Lubuk Sikaping, Bukittinggi dan Payakumbuh di Sumatera Barat. Payakumbuh adalah kampung halaman saya.

Harapan kami, jika cuaca cerah, kami akan berkunjung ke objek wisata terkenal, air terjun bertingkat Aek Sijorni di dekat Padang Sidempuan.

Air terjun Aek Sijorni di Tapanuli Selatan|foto: NativeIndonesia.com, dimuat pancar.id
Air terjun Aek Sijorni di Tapanuli Selatan|foto: NativeIndonesia.com, dimuat pancar.id
Suasana perayaan Natal sangat terasa di sepanjang jalan dari Medan hingga Tarutung, karena cukup banyaknya gereja yang dihiasi dengan pernak-pernik Natal.

Baru setelah memasuki Tapanuli Selatan yang penduduknya didominasi warga muslim, suasana Natal tidak begitu terlihat, berganti dengan banyaknya masjid yang kami lewati.

Harus diakui, kerukunan antar umat beragama di Sumatera Utara berjalan dengan baik dan layak dicontoh oleh provinsi lain di negara kita.

Sayangnya, setelah memasuki Tarutung, hujan turun dengan derasnya hingga malam. Keinginan untuk menginap dengan mencari hotel di Padang Sidempuan dan ke Aek Sijorni, terpaksa dibatalkan.

Kata teman yang pernah ke sana, air terjun di Aek Sijorni akan keruh karena hujan, dan akses ke sana relatif berisiko. 

Kami tetap melanjutkan perjalanan di malam hari, kebetulan ada 2 orang yang bisa menyetir bergantian. Drama horor terjadi sewaktu memasuki Muara Sipongi.

Di dekat perbatasan Sumut dan Sumbar itu, hujan semakin deras. Waktu itu sudah mendekati jam 02.00 dan perjalanan terpaksa dihentikan.

Ada 2 truk yang beriringan di depan kami tiba-tiba berhenti, karena jalan tak lagi bisa dilalui oleh derasnya air yang membelah jalan dan tumpukan pasir karena tanah longsor.

Maka, di tengah suasana yang mencekam karena tempat itu sangat gelap dan di kiri kanannya hutan, kami tidur dalam mobil yang diparkir di pinggir jalan.

Konon tempat kami istirahat merupakan daerah pelintasan macan di malam hari. Memang, di hutan Sumatera, habitat macan masih terpelihara, meskipun makin terdesak oleh kawasan perkebunan.

Sekitar jam 06.00 pagi, karena sudah terang, sejumlah awak kendaraan yang tertahan bekerjasama mengatur lalu lintas, dan alhamdulillah jalan sudah bisa dilewati.

Siangnya, sekitar pukul 13.30 kami sampai di Payakumbuh, setelah sebelumnya sarapan pagi di Lubuk Sikaping dan makan siang di Biaro, kota kecamatan antara Bukittinggi dan Payakumbuh.

Saya tertidur cukup lama di rumah kakak saya di Payakumbuh, namun malamnya masih sempat menikamti kuliner di sebuah kafe. 

Payakumbuh terkenal sebagai kota kuliner malam, banyak penjual makanan, baik pedagang di pinggir jalan maupun di kafe dengan live music yang buka hingga subuh.

Suasana malam di Payakumbuh|dok. bule/hariansinggalang.co.id
Suasana malam di Payakumbuh|dok. bule/hariansinggalang.co.id

Nah, horor yang lebih mencemaskan terjadi besok paginya, Rabu (27/12/2023), sewaktu kami akan pulang ke Pekanbaru. Berita di media sosial demikian gencar tentang tanah amblas dan longsor.

Ada sekitar 30 titik longsor yang membuat banyak kendaraan dari Payakumbuh maupun dari Pekanbaru yang terperangkap sepanjang hari Selasa (26/12/2023).

Salah satu yang terperangkap adalah keponakan saya sendiri yang berangkat pagi Selasa dari Pekanbaru dan baru sampai tengah malam di Payakumbuh.

Aparat setempat menutup akses bagi pengendara yang akan memasuki area tersebut dan menyarankan untuk ke Pekanbaru dari Payakumbuh, harus memutar ke arah selatan.

Artinya, kami harus melewati Sijunjung, Kiliran Jao (di Sumbar) dan Teluk Kuantan (di Riau), dengan waktu tempuh 9 jam (bandingkan dengan 4 jam bila jalur biasa bisa dilewati).

Kami bersyukur, sewaktu sudah bersiap menempuh perjalanan ke Sijunjung, ada berita dari salah seorang pejabat setempat, jalan ke Pekanbaru sudah bisa dilalui dengan sistem buka tutup.

Alhamdulillah, meskipun dengan buka tutup, siangnya saya sudah sampai di rumah adik saya di kawasan Panam, Pekanbaru.

Maka, berakhirlah penjelajahan keliling separuh Suamtera selama satu minggu dalam kondisi cuaca yang tidak bersahabat.

Adapun jarak yang kami tempuh seluruhnya (Pekanbaru-Medan-Payakumbuh lewat Lubuk Sikaping-Pekanbaru) sekitar 1.600 km.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun