Harapan kami, jika cuaca cerah, kami akan berkunjung ke objek wisata terkenal, air terjun bertingkat Aek Sijorni di dekat Padang Sidempuan.
Suasana perayaan Natal sangat terasa di sepanjang jalan dari Medan hingga Tarutung, karena cukup banyaknya gereja yang dihiasi dengan pernak-pernik Natal.
Baru setelah memasuki Tapanuli Selatan yang penduduknya didominasi warga muslim, suasana Natal tidak begitu terlihat, berganti dengan banyaknya masjid yang kami lewati.
Harus diakui, kerukunan antar umat beragama di Sumatera Utara berjalan dengan baik dan layak dicontoh oleh provinsi lain di negara kita.
Sayangnya, setelah memasuki Tarutung, hujan turun dengan derasnya hingga malam. Keinginan untuk menginap dengan mencari hotel di Padang Sidempuan dan ke Aek Sijorni, terpaksa dibatalkan.
Kata teman yang pernah ke sana, air terjun di Aek Sijorni akan keruh karena hujan, dan akses ke sana relatif berisiko.Â
Kami tetap melanjutkan perjalanan di malam hari, kebetulan ada 2 orang yang bisa menyetir bergantian. Drama horor terjadi sewaktu memasuki Muara Sipongi.
Di dekat perbatasan Sumut dan Sumbar itu, hujan semakin deras. Waktu itu sudah mendekati jam 02.00 dan perjalanan terpaksa dihentikan.
Ada 2 truk yang beriringan di depan kami tiba-tiba berhenti, karena jalan tak lagi bisa dilalui oleh derasnya air yang membelah jalan dan tumpukan pasir karena tanah longsor.
Maka, di tengah suasana yang mencekam karena tempat itu sangat gelap dan di kiri kanannya hutan, kami tidur dalam mobil yang diparkir di pinggir jalan.
Konon tempat kami istirahat merupakan daerah pelintasan macan di malam hari. Memang, di hutan Sumatera, habitat macan masih terpelihara, meskipun makin terdesak oleh kawasan perkebunan.