Berita adanya beberapa bank asing yang memilih hengkang dari Indonesia dalam beberapa bulan terakhir ini, mungkin tidak terlalu menghebohkan masyarakat banyak.
Hal itu karena nasabah bank-bank asing yang beroperasi di negara kita menyasar segmen kelas menengah ke atas yang jumlahnya relatif terbatas.
Padahal, awalnya banyak bank asing yang mengincar Indonesia karena dinilai sebagai pasar yang besar. Jika diasumsikan 1 persen saja penduduk Indonesia yang jadi nasabahnya, sudah lumayan.
Ternyata, justru mencari satu persen itu bukan hal yang gampang bagi bank asing, karena warga kelas menengah ke atas tersebut rata-rata sudah menjadi nasabah setia di bank lain.
Buktinya, baru-baru ini media massa meramaikan soal ditutupnya bisnis beberapa bank asing di Indonesia.
Pertama, Citibank Indonesia secara resmi menutup bisnis consumer banking-nya dan diakuisisi oleh Bank UOB Indonesia. Ini agak mengejutkan mengingat Citibank sudah masuk Indonesia cukup lama.
Citibank boleh dikatakan sebagai pelopor bank asing di Indonesia di era Orde Baru karena sudah beroperasi sejak 1968. Pada masa jayanya, Citibank berjasa mencetak bankir-bankir top.
Maksudnya, orang-orang yang sukses berkarier di Citibank laris manis dibajak bank-bank lain, karena sistem pengembangan karier di Citibank dianggap sebagai jaminan mutu.
Demikian pula bagi para nasabahnya, ada kebanggaan tersendiri karena merasa sebagai orang kelas atas.
Ironisnya, UOB Indonesia sebagai bank yang mengakuisisi bisnis konsumer Citibank, jauh lebih belakangan beroperasi di negara kita. UOB adalah bank terkenal di Singapura.