Jadi, BPKP bisa disebut sebagai auditor internal dari pemerintah, sedangkan BPK adalah auditor eksternal. Fungsi BPK sama dengan Kantor Akuntan Publik bagi perusahaan swasta.
Di bawah BPKP masih ada Inspektorat Jenderal di masing-masing kementerian. Inspektorat ini auditor internal bagi suatu kementerian dan BPKP menjadi auditor eksternalnya.
Jelaslah, demikian banyak lapisan pengawasan dalam sistem pemerintahan kita. Seharusnya, kasus-kasus korupsi bisa ditekan secara signifikan.
Belum lagi bila terendus suatu kasus, instansi penegak hukum akan masuk, seperti kepolisian, kejaksaan, KPK, dan sebagainya.
Masalahnya, kenapa korupsi masih marak, salah satunya karena integritas auditor yang belum seperti yang diharapkan.Â
Tanpa melihat data statistik pun, kita gampang mengetahui dari pemberitaan media massa, bahwa korupsi masih saja terjadi di berbagai instansi. Tak ada yang steril dari korupsi.
Lebih parah lagi, bila institusi yang sangat dihormati seperti KPK dan BPK malah terlibat dalam pusaran kasus korupsi.
Mungkin karena media massa lebih menghebohkan kasus Firli, ada kasus korupsi yang salah satu tersangkanya salah seorang pimpinan BPK, yang terungkap tapi "kurang dihebohkan".
Achsanul Qosasi (selanjutnya ditulis inisialnya saja, AQ), demikian nama petinggi BPK yang menjadi tersangka tersebut.
Adapun kasusnya terkait dengan proyek pengadaan Base Tranceiver Station (BTS) 4G di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Untuk mengkondisikan Audit BPK, AQ menerima uang sebesar Rp 40 miliar seperti ditulis Detik.com (21/11/2023).