Semua pelaku usaha tentu mengetahui bahwa pemasaran yang efektif merupakan hal yang paling menentukan dalam meraih kesuksesan usaha.
Apa gunanya produk yang bermutu tinggi dan dikemas secara baik yang dibuat oleh sebuah perusahaan, namun jeblok dalam pemasarannya.
Secara umum, pemasaran dapat diartikan sebagai usaha mempercepat perpindahan suatu barang atau jasa yang dijual oleh produsen atau distributor hingga ke tangan konsumen.
Dengan kata lain, pemasaran adalah strategi bisnis yang mengacu pada aktivitas yang dilakukan sebuah perusahaan untuk mempromosikan penjualan suatu produk.
Maksudnya, dengan promosi tersebut, diharapkan calon konsumen akan tertarik untuk membeli produk yang dipromosikan, sehingga perpindahan barang ke tangan konsumen terjadi lebih cepat.
Bila perputaran barang berlangsung lebih cepat, mengindikasikan produktivitas suatu perusahaan yang meningkat dan omzet penjualan yang juga meningkat.
Pada ujungnya, keuntungan yang diraih produsen beserta jaringannya (seperti distributor, agen, dan pengecer) akan semakin besar pula.
Nah, menarik untuk mencermati bagaimana aktivitas promosi yang dilakukan berbagai perusahaan, dikaitkan dengan perkembangan teknologi terkini.
Seperti diketahui, promosi secara online semakin sering terlihat baik yang dilakukan melakui aplikasi media sosial maupun melalui marketplace (lokapasar).
Namun demikian, cara-cara pemasaran yang masih offline atau bergaya konvensional yang sudah ada sejak era jadul, ternyata juga masih eksis.
Mari kita lihat beberapa contoh pemasaran gaya jadul di bawah ini dan kita ulas apakah masih terlihat efektif atau tidak.Â
Pertama, iklan di televisi. Bagi mereka yang masih menonton siaran televisi pasti tahu masih banyaknya iklan yang ditayangkan.Â
Acara tertentu seperti sinetron dan siaran langsung olahraga, sering membuat pemirsa tidak sabar saking banyaknya iklan. Ketika remote dipindahkan ke saluran lain, ternyata juga lagi iklan.
Tapi, perlu didalami bahwa yang masih menonton televisi mayoritas adalah mereka yang berusia di atas 50 tahun. Sedangkan anak muda dan remaja, lebih asyik dengan gawai.
Maka, produsen perlu jeli, jika produknya menyasar anak muda, memasang iklan di televisi diperkirakan tak lagi efektif dan bahkan biaya iklan akan terbuang sia-sia.
Kedua, iklan di media cetak. Seiring dengan banyaknya koran dan majalah versi cetak yang gulung tikar, iklan di media cetak mulai berkurang, tapi masih ada.
Pembaca koran dan majalah turun drastis, maka keefektifan pemasangan iklan di media cetak juga diduga mulai menurun.
Ketiga, iklan di radio. Sama dengan pemirsa televisi, pendengar radio mengalami penyusutan. Tapi, beberapa radio masih punya pendengar yang setia.
Radio yang segmented dalam arti acaranya fokus ke program tertentu, seperti khusus musik pop, khusus dangdut, atau khusus dakwah, masih ada pemasang iklannya.
Efektif tidaknya iklan di radio tergantung pada kecocokan produk yang diiklankan dengan segmen pendengarnya. Umpamanya, produk bersertifikat halal cocok diiklankan di radio dakwah.
Keempat, iklan baris di media cetak. Dulu, iklan baris sangat berjaya. Sekarang, meskipun tak lagi banyak, iklan baris di media cetak tetap eksis, namun diperkirakan tidak begitu efektif.
Kelima, advertorial di media cetak. Advertorial masih diperlukan sebagai media untuk memperkuat branding atau sebagai alat public relation dari suatu perusahaan.
Masalahnya, perlu dipertimbangkan jumlah pembaca media cetak yang makin menciut, seperti telah disinggung sebelumnya.
Keenam, membagi-bagi brosur. Cara "kuno" ini masih ada, meski mulai langka. Membagi brosur menjadi kurang efektif karena banyak yang dibuang ke tong sampah oleh si penerima.
Ketujuh, membagi-bagi kartu nama. Hal yang dulu terbiasa dilakukan oleh petugas sales promotion suatu produk, sekarang masih tetap eksis.
Namun, efektivitasnya memang tidak begitu terlihat, karena masyarakat lebih suka menyimpan nomor kontak di dalam gawainya.
Kedelapan, membagi-bagi cenderamata, seperti kaos, payung, puplen, cangkir, dan lain-lain yang berlogo perusahaan tertentu. Atau, di tahun politik sekarang ini membagi kaos partai.
Cara ini masih terlihat efektif, karena banyak orang yang menggunakan payung promosi atau kaos promosi. Tapi, untuk kaos partai, banyak orang yang enggan memakainya.
Kesembilan, papan reklame, termasuk dalam hal ini baliho, umbul-umbul, dan spanduk. Cara ini masih laris manis asal dipasang di tempat yang lalu lintasnya ramai.
Kesepuluh, iklan dengan wadah neon sign. Cara ini tetap efektif bila dipasang di titik yang strategis dengan pencahayaan yang menarik di malam hari.
Kesebelas, reklame berjalan di bodi kendaraan. Bus Transjakarta, taksi, dan gerbong kereta api, banyak yang dihiasi dengan iklan suatu produk. Hal ini masih cukup efektif.
Kedua belas, menjadi sponsor suatu acara. Sepanjang acaranya jelas segmen yang disasarnya, ada saja perusahaan yang mau jadi sponsor.Â
Contohnya, konser musik pop akan efektif bila disponsori oleh produk minuman berpemanis yang menyasar konsumen remaja dan anak muda.
Kesimpulannya, pemasaran secara online yang di masa sekarang "wajib" dilakukan, masih perlu dilengkapi dengan pemasaran secara offline.
Namun, pemasaran offline sebaiknya sangat selektif, hanya yang dinilai masih efektif, dalam arti masih dilihat oleh target konsumen yang disasar.
Bahkan, tidak hanya sekadar dilihat, promosi yang digunakan diperkirakan menimbulkan minat untuk membeli produk yang dipromosikan itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H